: Ekonom yang juga mantan Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 2018-2023, Wimboh Santoso mengatakan kondisi ekonomi tahun 2024-2025 masih akan dihantui ketidakpastian dampak dari pandemi Covid-19. Wimboh menyebut, luka akibat Covif-19 belum betul-betul sembuh.
"Supply chain akan terganggu, juga dengan adanya tekanan perang yang masih terjadi. Akibatnya ekonomin dunia turun, Amerika juga akan turun ekonominya," jelas Wimboh di sela-sela Outlook Ekonomi Indonesia 2024, Prospek dan Tantangan yang diselenggarakan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Surakarta, di Kota Solo, Jawa Tengah, Jumat (22/12/2023).
Hal ini juga berdampak bagi Indonesia, karena ekonomi Indonesia tergantung pada hubungan perdagangan dengan Amerika dan China. Menurut Wimboh, Indonesia tidak perlu khawatir karena Indonesia didukung oleh domestik demand.
Baca Juga: Nataru Commuter Line Solo Jogja Ditambah Jadi 30 Perjalanan, Cek Jadwalnya
"Asal domestik demand nya masih kuat tidak terlalu khawatir. Perkiraan ekonomi Indonesia masih bisa tumbuh 5 persen," jelasnya lagi.
Wimboh mengatakan pasca pandemi COVID-19, terjadi ketidakseimbangan supply dan demand. Hal ini menyebabkan inflasi tinggi, di Inggris di atas 10 persen, Amerika 9 persen. Sedangkan Indonesia masih beruntung mengalami defisit tidak besar yakni 6,3 hingga 6,7 persen.
"Saat ini inflasi tinggi di dunia belum selesai. Amerika untuk menekan inflasi menaikkan suku bunga. Ekspor juga mulai turun, jadi saat ini kondisi ekonomi masih terdampak kenaikan suku bunga," katanya.
Baca Juga: Yakin Ekonomi Indonesia 2024 Membaik, Jokowi: Tak Ada Alasan untuk Tidak Optimistis
Meskipun Indonesia masih dibayangi dampak pandemi COVID-19, tetapi Wimboh menegaskan apa yang diharapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tahun depan Indonesia masih tumbuh 5 persen, masih logis.
"Karena kita sudah tumbuh diatas 5 persen. Sturukturnya sudah begitu bahkan kalau mau tumbuh diatas 5 persen harus ada kiatnya. Sumber ekonoimi baru yang serap tenaga kerja, yang memberikan dampak multiplier tinggi terhadap peningkatan pajak," paparnya.
Dosen FEB Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo itu juga mengatakan siapapun pemerintahan yang baru di tahun 2024-2025 belum akan terlihat imbas ekonominya. Karena pemerintah baru akan menyusun APBN 2025 di tahun 2024.
"Sedangkan tahun 2024, APBN sudah disusun meski bisa direvisi tetapi harus menyusun menteri dulu, jadi efektif bekerja baru akhir tahun. Jadi eksekusi baru tahun 2025 dan 2026, nanti memberikan warna baru di tahun 2026," katanya lagi.
Tetapi menurut Wimboh, siapapun yang terpilih, respon pengusaha yang penting. Pengusaha akan melihat gaya pemerintahan yang baru seperti apa. ***