unescoworldheritagesites.com

Industri TPT Tinggal Menghitung Hari Kebangkrutan, di Solo Raya 10 Perusahaan Kolaps - News

Wakil Ketua API Jawa Tengah, Liliek Setiawan bersama pengurus nasional API bidang sumber daya manusia (SDM) Harrison Silaen, Direktur Akademi Tekstil (AK Tekstil) Solo Wawan Ardi Subakdo menjelaskan kondisi industri tekstil saat ini (Endang Kusumastuti)

: Industri tekstil  dan produk tekstil tinggal (TPT) menghitung hari menuju kebangkrutan, akibat dari terjadinya predatory pricing. Yakni strategi ilegal menjual barang di bawah harga yang merupakan salah satu trik perdagangan yang bertujuan untuk monopoli.

Di Solo Raya, saat ini sudah ada 10 perusahaan TPT yang kolaps. Sebagian berasal dari Boyolali dan Karanganyar, yang berdampak bagi 10.000 an pekerja.

"Data yang ada di BPD (Badan Pengurus Daerah)  API (Asosiasi Pertekstilan Indonesia) Jawa Tengah itu minimal sudah ada 6 perusahaan besar yang sudah terdampak dengan sekitar 7.000 sampai 8.000 tenaga kerja terdampak. Itu kloter pertama, kemarin ada 4 lagi yang menutup usahanya," jelas Wakil Ketua API Jawa Tengah, Liliek Setiawan, di AK Tekstil Solo, Selasa (25/6/2024).

Baca Juga: Usai Mendaftar Jadi Bakal Calon Wali Kota Solo, Diah Warih Anjari Menjalani UKK di DPP PKB

Pihaknya berharap perusahaan yang mengalami kesulitan dan terpaksa menutup usaha di Solo Raya tersebut,  hanya temporary atau sementara. Saat situasi sudah membaik, mereka bisa bangkit kembali.

"Karena tidak bisa dipungkiri industri tekstil dan produk tekstil yang ada itu adalah industri padat karya yang menyerap banyak tenaga kerja," jelasnya lagi.

Liliek juga mengatakan kondisi yang sama juga terjadi secara nasional. Saat ini sudah banyak perusahaan sudah menyampaikan betapa besarnya dampak terhadap pengurangan tenaga kerja yang terjadi akibat penurunan utilitas nasional.

Baca Juga: Dukung Konservasi Alam, Kasad Jenderal Maruli Lepas Liarkan Satwa Langka

Utilitas nasional saat ini hanya  tinggal 45%. Sedangkan di Jawa Tengah , kondisnya juga tidak jauh berbeda. Utlitas perusahaan di Jateng dipastikan berkurang antara  55% hingga 60%.

"Walaupun tentu saja saya menyampaikan tidak menutup kemungkinan pasti ada anomali. Ada perusahaan yang ekspor ,masih ada yang bisa buka pabrik malah mencari karyawan ,mau membangun pabrik lagi, pasti ada di setiap kondisi apapun pasti ada yang namanya anomali itu pasti terjadi," katanya.

Terpuruknya industri TPT juga disebabkan munculnya Peraturan Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 sebagai revisi Permendag 36/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor yang menyederhanakan proses persyaratan pelepasan kontainer.

Baca Juga: Research Group Kriya dan Inovasi Kriya Tekstil UNS Kembangkan Diversifikasi Produk Batik di Boyolali

Pengurus nasional API bidang sumber daya manusia (SDM) Harrison Silaen, pada kesempatan yang sama mengatakan dengan adanya Permendag tersebut, meski masih bisa ekspor tetapi merosot.

"Dari prosentase 100 persen di tahun 2022 kini hanya 60 persen. Tapi dari industri tekstil yang bisa diimpor produk garnen sedang produk tekstil lain merosot," jelasnya.

Dengan adanya Permendag tersebut, akan ada lonjakan impor dan saat ini akan ada lagi 4.000 kontainer yang akan masuk.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat