: Perpamsi mendorong pemerintahan baru membentuk Kementerian Air Minum. Hal ini, demi meningkatkan pencapaian akses air minum di Indonesia. Sebab, dibandingkan negara ASEAN lainnya, seperti Thailand, Myanmar dan Kamboja, pencapaian air minum perpipaan di Indonesia pada posisi terendah.
"Karenanya kami mendorong pemerintah terpilih mendatang untuk membentuk Kementerian air minum atau paling tidak membuat suatu badan regulator yang khusus menangani air minum. Sebab, setiap negara sudah memiliki badan regulator air minum, bahkan juga sudah ada yang kementrian air minum,"kata Wakil Ketua Perpamsi yang juga Direktur Utama PDAM Surabaya, Arief Wisnu Cahyono, pada media, di Jakarta.
Menurut Wisnu, berdasarkan data BPS tahun 2023, hingga 2022 capaian akses air minum perpipaan sebesar 19,76 persen. Di tingkat ASEAN capaian ini termasuk terendah dibanding capaian layanan air perpipaan negara tetangga seperti Singapura 100 persen, Malaysia 95 persen, Thailand 72 persen dan Pilipina 60 persen.
Baca Juga: PLN: Pentingnya Standarisasi Perangkat Listrik Guna Cegah Kebakaran Akibat Korsleting
Pada kesempatan itu, Wisnu juga menjelaskan bahwa di tengah berbagai tantangan dan kendala yang dihadapi para penyelenggara SPAM , tantangan cukup serius kembali harus dihadapi, yakni terbitnya PP No 5 tahun 2021 tentang penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis resiko. Dimana, pada PP itu diwajibkan pengurangan ijin pengambilan air dari sumber mata air sebesar 80 persen.
Sebagai operator yang menjadi ujung tombak dalam membantu pemerintah untuk menyediakan hak rakyat atas air, kata Wisnu, tentu aturan tersebut menjadi paradoks, ketika pemerintah menerbitkan regulasi yang berpotensi mengancam pemenuhan hak rakyat atas air melalui akses air minum perpipaan. Hal ini yang dirasakan BUMD Air Minum, dimana dalam lampiran 11.8.B39 dari PP No 21 tahun 2021 menyebutkan perpanjangan surat ijin pengambilan dan pemanfaatan air (SIPPA) yang menjadi ijin berusaha dan persetujuan penggunaan SDA, khususnya sumber mata air, volumennya berkurang menjadi 20 persen dibanding ijin sebelumnya yang sebesar 100 persen.
Baca Juga: UU Tapera, Lelah Menjadi Objek Pungutan, 12 Serikat Pekerja Ajukan Uji Konstitusi
Padahal, lanjut Wisnu, dari kapasitas terpasang sebesar 223.430 liter air per detik atau sebanyak 16 juta pelanggan diseluruh Indonesia, menurut survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2022, sebanyak 12,87 persen atau 28.755 liter per detik sumber airnya adalah mata air yang menjangkau 2 juta pelanggan. Fakta dilapangan dari sekitar 135 BUMD Air Minum tahun 2018 yang sumber airnya dari mata air, hampir semuanya terpaksa melanggar ketentuan PP 5/2021 tersebut. Hal ini dilakukan karena jauh sebelum berlakukan PP 5/2021 mereka sudah memanfaatkan kapasitas tersebut. "Jadinya, bila kapasitas yang dimanfaatkan dari sumber mata air dikurangi menjadi 20 persen, maka akan timbul permasalahan sosial dan menghambat upaya pemerintah dalam memenuhi hak rakyat atas air,"kata Wisnu.***