: Untuk mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi oleh pelaut Indonesia yang bekerja di Malaysia serta nelayan tradisional di perairan perbatasan kedua negara, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kuala Lumpur melalui Atase Perhubungan RI mengadakan Workshop bertajuk “Addressing the Challenges Faced by Indonesian Seafarers Working in Malaysia and Traditional Fishermen in Indonesia-Malaysia Border Waters” di Jakarta, beberapa waktu silam.
Acara ini diinisiasi Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh RI untuk Malaysia, YM Dato Indera Hermono, dan dihadiri oleh pejabat dari berbagai instansi terkait dari Indonesia dan Malaysia, termasuk perwakilan dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
Direktur Jenderal (Dirjen) Perhubungan Laut (Hubla), Capt Antoni Arif Priadi, mengungkapkan bahwa Indonesia dan Malaysia berbatasan di Laut Tiongkok Selatan dan Laut Sulawesi, dan mengelola bersama Selat Malaka yang digunakan untuk pelayaran internasional.
Baca Juga: Disalurkan Bantuan Jaring Untuk Nelayan Perbatasan Talaud Sultra
“Perbatasan laut kedua negara ini digunakan bersama oleh para nelayan termasuk nelayan tradisional untuk mencari ikan. Minimnya kelengkapan peralatan navigasi di atas kapal sering kali mengakibatkan nelayan tersebut tanpa disadari memasuki teritori negara lain,” ungkap Antoni di Jakarta, Senin (14/10/2024).
Pelanggaran di wilayah perairan ini, kata Antoni, terkadang membuat nelayan dari kedua negara ditangkap oleh aparat penegak hukum kedua negara. Dalam hal pelanggaran oleh nelayan Indonesia, penangkapan dilakukan oleh otoritas Malaysia (APMM dan Polis Marin). “Sampai Desember 2023, tercatat sebanyak 21 kasus yang melibatkan penahanan perahu nelayan tradisional Indonesia di sekitar perairan Penang, Perak, Johor Bahru, dan Tawau, serta sebanyak 12 nelayan tradisional Indonesia yang sedang menjalani hukuman,” ungkap Antoni.
Mayoritas nelayan yang ditahan merupakan nelayan tradisional asal Sumatera Utara dan Aceh Timur. Untuk itu, pemerintah Indonesia dan Malaysia telah menandatangani MoU "The Common Guidelines Concerning Treatment of Fisherman By Maritime Law Enforcement Agencies of Malaysia and The Republic of Indonesia".
Baca Juga: Para Nelayan Tradisional Wilayah Perbatasan Maluku Diimbau Waspadai Gelombang Tinggi
“MoU tersebut menyatakan bahwa setiap ada pelanggaran di area perbatasan (Selat Melaka) untuk dapat dilakukan penghalauan dan bukan penangkapan,” katanya.
Antoni menambahkan, Ditjen Hubla melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Nomor SE-DJPL 17 Tahun 2024 telah menyoroti pentingnya perizinan usaha keagenan awak kapal sebagai tindak lanjut dari Putusan Mahkamah Agung MA 67 Tahun 2022 tanggal 27 Desember 2022.
“Kami juga terus berupaya untuk melakukan sosialisasi kepada seluruh stakeholder terkait guna memberikan panduan dan menciptakan keseragaman, kepatuhan dan kepastian hukum bagi pelaku usaha perekrutan dan penempatan awak kapal,” ujarnya.
Baca Juga: BMKG Ambon Imbau Nelayan Tradisional Waspadai Hujan Lebat Disertai Petir
Dia menggarisbawahi sosialisasi ini sangat penting untuk mencegah Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) termasuk pelaut yang berangkat secara mandiri dan pelaut yang bekerja di kapal penangkap ikan.
Direktur Perkapalan dan Kepelautan, Capt Hendri Ginting menjelaskan, kontribusi para nelayan tradisional di wilayah perbatasan tidak hanya dalam penyediaan sumber daya ikan, tetapi juga dalam menjaga kedaulatan dan keberlanjutan ekosistem laut. Namun data menunjukkan bahwa pelaut Indonesia yang terdaftar pada Jabatan Laut Malaysia setiap tahunnya mengalami fluktuasi jumlah.