: Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita (AGK) cepat dan sigap melakukan pertemuan terkait arah kebijakan industrialisasi dalam RPJPN 2025-2045 serta mengenai rancangan RPJMN 2025-2029.
Kali ini Menperin AGK bertemu dengan Menteri PPN/Kepala Bappenas Prof. Rachmat Pambudy pada Jumat (1/11/2024).
Dalam pertemuan ini selain Menperin AGK dan Menteri PPN/Kepala Bappenas Rachmat Pambudy, juga nampak Wakil Menteri Perindustrian Faisol Riza, Wakil Kepala Bappenas Febrian Alphyanto Ruddyard, dan jajaran kedua kementerian tersebut.
“Seperti yang disampaikan oleh Bapak Menteri PPN/Kepala Bappenas, untuk mencapai target Pembangunan ekonomi, industri manufaktur harus menjadi leading sector-nya. Kami sepakat bahwa untuk mencapai target pembangunan, perlu policy dan strategi yang tepat,” ujar Menperin AGK kepada wartawan usai pertemuan dengan Menteri Pambudiy di Kantor Kementerian PPN/Bappenas, Jakarta.
Dalam pertemuan yang berlangsung sekitar 90 menit kedua Menteri di Kabinet Merah Putih tersebut, Menperin AGK menyampaikan tiga hal pokok kepada Menteri PPN/Kepala Bappenas.
Pertama, mengenai Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Gas Bumi untuk Kebutuhan Domestik.
Menperin AGK menjelaskan, RPP tersebut telah disetujui dalam Rapat Terbatas oleh Presiden Joko Widodo bulan Juli lalu. RPP tersebut nantinya tidak hanya mengatur kebutuhan gas untuk manufaktur. Akan tetapi juga untuk energi dan kelistrikan.
Selain itu, RPP ini, kata AGK, juga bisa menjadi game changer bagi kawasan-kawasan industri, karena nantinya dapat mengimpor gas untuk mengelola kebutuhan sektor manufaktur dan energi di kawasannya.
“Kami meminta dukungan Bapak Menteri PPN agar RPP ini bisa segera terwujud dan berjalan on the right track,” tegas Menperin AGK.
Hal kedua yang disampaikan Menperin AGK adalah soal penghitungan Produk Domestik Bruto (PDB) yang perlu diubah metodologinya.
Menperin AGK berpandangan, terdapat beberapa Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) yang seharusnya diampu oleh Kemenperin, namun saat ini diampu di sektor lain.
Misalnya, kawasan industri yang masuk di sektor properti, juga subsektor perbengkelan yang masuk ke sektor perdagangan.
Menperin AGK mengharapkan, Menteri PPN/Kepala Bappenas dapat memfasilitasi KBLI yang memang saat ini mendapat pembinaan dari Kemenperin dapat masuk dalam penghitungan PDB sektor industri.
Sedangkan topik ketiga yang dibahas adalah upaya Kemenperin untuk menciptakan nilai tambah sebesar-besarnya melalui industri manufaktur berbasis sumber daya alam maupun mineral.
Menperin AGK memberikan masukan beberapa komoditas yang rencana pengembangannya perlu dimasukkan ke RPJMN. Beberapa di antaranya adalah sagu, minyak atsiri, rotan, serta silika yang berpotensi besar untuk pengembangan industri fotovoltaik.
Meski demikian, Menperin AGK mengaku realistis bahwa tidak semua komoditas bisa menjadi prioritas dalam RPJMN.
Hilirisasi Sekaligus Huluisasi
Atas pandangan dan usulan Menperin AGK, Menteri PPN/Kepala Bappenas Rachmat Pambudy mengatakan bahwa dirinya berusaha menampung aspirasi untuk merancang kebijakan dalam pengembangan sektor industri manufaktur.
Dia menjelaskan konsep pohon industri yang berusaha diisi oleh Kementerian Perindustrian dapat membangun industri melalui hilirisasi sekaligus huluisasi.
“Tanpa huluisasi yang baik, tidak ada hilirisasi yang berdaya saing dan bernilai tambah,” bebernya.
Terkait energi, Menteri PPN/Kepala Bappenas berpendapat bahwa tidak ada alasan biaya energi di Indonesia jadi lebih mahal ketimbang negara lain. Untuk itu, diperlukan perencanaan kebijakan yang baik dan tepat sasaran.
Pasalnya, kebijakan energi tidak hanya berpengaruh pada industri manufaktur yang selama ini jadi tumpuan. Akan tetapi termasuk juga sektor-sektor lainnya.
Baca Juga: Lirik Lagu Bagimu Negeri - Lagu Nasional , Padamu Negeri Kami Berjanji, Padamu Negeri Kami Berbakti
Menteri Pambudy memberikan catatan dan harapan agar melalui pertemuan ini, diharapkan sinergi antar-kementerian bisa terjalin, dan berujung pada keberpihakan yang pro-rakyat yang menjadi atensi penuh Presiden Prabowo Subianto.
"Tidak hanya untuk mewujudkan sektor industri yang berdaya saing. Tetapi juga industri yang menggunakan sebanyak-banyaknya produk lokal, sebanyak-banyaknya SDM lokal, dan memaksimalkan comparative advantage yang kita punya,” pungkasnya. ***