: Kasus Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya masih menyisakan masalah pengembalian ganti rugi para korban. Bos KSP Indosurya Henry Surya memang telah divonis 18 tahun dan denda Rp 15 miliar, namun aset yang disita dari tipugelap dan cuci uang itu masih belum tuntas pembagiannya terhadap para korban.
Para korban menyayangkan proses pengembalian kerugiannya yang tak sesuai harapan. Pada 18 Januari 2024 Kejaksaan Agung mengembalikan rampasan uang sejumlah Rp 39 miliar dan 896.000 dolar Amerika Serikat (AS) yang telah diserahkan ke LPSK. Namun, jumlahnya yang diberikan itu sangat sedikit dibandingkan dari total kerugian yang mencapai Rp16 triliun atau hanya 0,31 persen dari total tagihan atau setiap tagihan Rp1 miliar hanya menerima Rp3,1 juta.
Advokat senior Erman Umar mengingatkan para korban dalam kasus KSP Indosurya untuk tidak henti-hentinya menelusuri asetnya yang mungkin sudah dalam penguasaan pihak ketiga. "Kalau bisa dipastikan bahwa aset di pihak ketiga itu milik korban bisa saja yang menguasai tersebut dilaporkan ke polisi sebagai penadah," ujar mantan Presiden Kongres Advokat Indonesia (KAI) yang kini sebagai Ketua Dewan Penasihat KAI.
Baca Juga: Jaksa Agung ST Burhanuddin Perintahkan JPU Kasasi Terkait Kasus KSP Indosurya
Erman juga mengatakan ada lagi langkah lain yang bisa ditempuh para korban KSP Indosurya. Aset yang terlanjur dijual pihak ketiga atau KSP Indosurya sendiri menjual, namun ketika diminta tak mau menyerahkan/mengembalikan, bisa digugat perdata.
"Diajukan gugatan ke pengadilan selanjutnya dimohonkan sita jaminan atas aset milik korban tersebut. Tentunya korban dapat membuktikan aset itu tadinya miliknya namun dilego KSP Indosurya," tuturnya, Jumat (9/8/2024).
Sayangnya, kata Erman Umar, para korban sudah terlanjur habis-habisan memperjuangkan haknya selama ini,membuat mereka sulit melakukan pengerahan segala upaya menelusuri aset-asetnya yang dijual atau dialihkan KSP Indosurya ke berbagai pihak.
Baca Juga: JPU Ajukan Kasasi Vonis Bebas PN Jakarta Barat Terhadap Terdakwa KSP Indosurya
Erman Umar menegaskan untuk kasus-kasus penipuan penggelapan dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), penyidik Kepolisian sejak awal seharusnya aktif dan intensif melakukan penelusuran atau tracing atas aset-aset para korban yang dijual, dialihkan atau bahkan disamarkan kepemilikannya termasuk oleh KSP Indosurya. Dengan demikian, kerugian para korban dapat diselamatkan lebih maksimal.
Ahli hukum pidana dan TPPU Yenti Ganarsih menambahkan person atau perusahaan yang menjadi "penampung" atau pembeli aset para korban KSP Indosurya Nazaruddin bisa jerat dengan UU TPPU.
"Yang namanya TPPU adalah memanfatkan atau menggunakan uang atau harta kekayaan dari kejahatan, dalam hal ini pencucian uang atau korupsi. Henry Surya kan kena TPPU karena mengalirkan maka person apalagi perusahaan yang menerima juga bisa kena sepanjang yang menerima tahu atau patut menduga bahwa yang diterima berasal dari kejahatan," jelasnya.
Baca Juga: Tiga Tersangka Kasus KSP Indosurya Segera Duduk di Kursi Pesakitan Pengadilan
Yenti menyebutkan, perusahaan yang menampung aset para korban KSP Indosurya bisa dijerat dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
"Siapa saja yang menikmati uang hasil kejahatan dan dia tahu atau patut menduga bahwa uang itu berasal dari kejahatan kena jerat pidana," tegasnya.