: Jika laporan dugaan fraud Jaksa Agung ST Burhanuddin masuk kategori tindak pidana korupsi (Tipikor), maka penyelidik dan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal meminta Indonesian Audit Watch (IAW) melengkapi datanya.
Juru Bicara (Jubir) KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, mengatakan hal itu saat ditanya wartawan perkembangan laporan dugaan fraud Jaksa Agung ST Buurhanuddin dilaporkan Sekretaris Pendiri IAW, Iskandar Sitorus.
“Setiap pelaporan yang masuk akan ditindaklanjuti dengan melakukan verifikasi dan penelahaan. Apabila pelaporan tersebut masuk kategori tindak pidana korupsi yang dapat ditindaklanjuti, tentunya pelapor akan dimintakan untuk melengkapi data-data dan dokumen yang diperlukan," kata Tessa, Selasa (29/10/2024).
Baca Juga: Tipu dan Peras Korban, Bareskrim Ringkus 55 WNA Karena Terlibat Tindak Pidana Telecom Fraud
Sekretaris Pendiri IAW, Iskandar Sitorus telah membuat laporan terkait ST Burhanuddin ke KPK. “Kami mengadukan yang bersangkutan ke KPK atas tuduhan tidak melaporkan harta kekayaan secara benar dalam LHKPN. Kami menyebutnya dugaan fraud," kata Iskandar Sitorus.
Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) periode 2023, kata Iskandar, Burhanuddin memiliki total harta kekayaan Rp11.840.701.499 (Rp11,8 miliar).
Kejanggalan terlihat antara lain tentang alat transportasi dan mesin yang dilaporkan Burhanuddin dalam LHKPN hanya Toyota Celica Minibus tahun 2002 seharga Rp44.286.750 (Rp44,2 juta).
Baca Juga: Kasus Dugaan Fraud, Bank Jatim Hormati Proses Hukum
"Kepemilikan motor gede, jam tangan mewah dan mobil mercy yang kerap digunakan terlapor. Ini beberapa aset yang tidak ada dalam LHKPN. Jika kepemilikan barang-barang itu sah secara hukum mengapa tidak dimasukan dalam LHKPN," kata Iskandar.
IAW turut melampirkan ketidaksesuaian dokumen data kependudukan, akademik dan dokumen administratif yang diduga kuat sebagai tindakan fraud yang dilakukan Burhanuddin ke KPK.
“Kami tembuskan laporan ke KPK ke Presiden Jokowi, Presiden terpilih Prabowo Subianto, Jamwas Kejagung, Komisioner Komisi Kejaksaan, Ombudsman, Komisioner KASN dan Kapolri," kata Iskandar.
Baca Juga: Luncurkan Aplikasi Anti Fraud, BPJS Apresiasi RSUD Margono
Sementara itu, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Rampai Nusantara, Hendra Ferdiansyah mengapresiasi keberhasilan Kejaksaan Agung membongkar kasus suap dan gratifikasi yang melibatkan Zarof Ricar. Namun di sisi lain mereka menyatakan keprihatinannya dengan kasus jual beli putusan yang dilakukan oleh tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Selain ketiga hakim, Kejaksaan Agung juga telah menetapkan pengacara bernama Lisa Rahmat sebagai tersangka. “Hakim harus menghindari segala campurtangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain di luar kekuasaan kehakiman," ujar Hendra Ferdiansyah.
Menurut dia, praktik suap menyuap yang dilakukan oleh para pemutus keadilan menjadi praktek yang sangat mengecewakan yang bisa merusak sistem peradilan dan mengurangi kepercayaan para pencari keadilan terhadap badan peradilan di Indonesia.
Baca Juga: BPK Dan ACFE Selenggarakan Round Table Discussion Tentang Fraud Di Pasar Modal
“Perilaku oknum pengacara dan bekas pejabat MA ZR ini sangat memalukan dan mencoreng sistem peradilan di Indonesia, seharusnya oknum pengacara tersebut tidak membela klien secara membabi buta dengan mengenyampingkan rasa keadilan, serta semestinya seluruh penegak hukum di Indonesia harus berintegritas dan bekerja secara profesional agar masyarakat tidak ragu-ragu dan percaya terhadap penegak hukum maupun Badan Peradilan di Indonesia,” kata Hendra.
Hendra berharap kejadian serupa tidak terulang lagi kemudian hari dan menjadi pelajaran berharga dan penting bagi semua pihak yang berkecimpung di dunia hukum.
“Kami berharap ini yang terakhir dan menjadi pembelajaran bagi semua pihak penegak hukum agar menjaga etika, integritas, kejujuran dan moral,” ujarnya.***