: Kepala BKKBN, dokter Hasto, mengatakan bahwa BKKBN selalu berupaya mengenali keluarga Indonesia dengan mengumpulkan informasi data keluarga yang akurat melalui Pendataan Keluarga.
Kepala BKKBN menyatakan data sangat penting untuk menjadi referensi intervensi program, sehingga tepat sasaran, dan bukan hanya sekedar kata-kata.
“Data itu harus bisa bicara. Data itu harus bisa menggantikan kata kata. Data itu harus membuat kita senang atau sedih atau cemas atau gelisah. Data yang mati tidak bisa membuat orang menjadi terkesiap," terang Kepala BKKBN dokter Hasto.
Hal itu dikemukakan pada acara Ngopi Pagi Bersama Rekan Media di Caffe Kencana Kantor BKKBN Pusat, Jakarta, Jumat (09/08/2024).
Kegiatan ini sekaligus menandai pelaksanaan Pemutakhiran Pendataan Keluarga tahun 2024 secara nasional yang dimulai dari 1 hingga 31 Agustus 2024. Sebanyak 15,7 juta keluarga akan didata.
Dia menjelaskan, dengan data yang hidup akan diketahui profil keluarga Indonesia secara akurat untuk digunakan membuat kebijakan.
Terkait Generasi Emas 2045, dokter Hasto mengatakan, sejauh mana kesiapan kita. Kalau belum siap, kalau mau cemas, sekarang cemasnya.
"Jadi, sebelum generasi emas harus cemas supaya kita siap,”
ujarnya.
Dokter Hasto juga menekankan pembangunan kualitas SDM melalui keluarga, di mana syarat SDM berkualitas dan unggul adalah balita harus sehat dan tidak stunting.
“Kualitas SDM itu sumbernya keluarga yang berkualitas. Di dalam SDM ada anak, ada remaja, usia kerja, dan perempuan. Itu semua ada di unsur-unsur keluarga. Yang bisa mendorong orang itu berkualitas atau tidak adalah keluarga,” tambahnya.
Pendataan Keluarga Berisi Data Sektoral Terbaik
Pendataan Keluarga (PK) yang dilakukan BKKBN telah mampu memenuhi empat prinsip Satu Data yang baik dalam Sistem Statistik Nasional. Yakni, pemenuhan standar data dan meta data, interoperabilitas, pemenuhan dan penerapan kode referensi/data induk.
“Kelebihannya (Pendataan Keluarga), satu data keluarga itu adalah 'by name by address' dan bisa di _grading_ bisa dibuat tingkatan. Jadi, kalau misalkan anda punya satu kontak satu kecamatan, Anda butuh memetakkan siapa yang miskin siapa yang agak miskin, agak kaya, agak kaya sekali. Jadi, data yang bisa di -_grading_,” terang dokter Hasto.
Dia menuturkan, data keluarga dalam PK telah dijadikan dasar menentukan kemiskinan dalam data P3KE (Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem).
"Pentingnya data untuk membuat derajat siapa yang kaya sekali, siapa yang miskin sekali,” ujar dokter Hasto.
Di bagian lain, Deputi Bidang Advokasi, Penggerakan dan Informasi (ADPIN) BKKBN Drs Sukaryo Teguh Santoso M Pd mengatakan, data PK telah banyaj digunakan oleh Kementerian/Lembaga hingga pemerintah daerah.
Baca Juga: Polteknaker Umumkan Peserta Cadangan Penerimaan Mahasiswa Baru Hasil SBT agar Daftar Ulang
Antara lain, Kementerian PUPR, Badan Pangan Nasional, TNP2K, BPKP, Kemenko PMK, BRIN, Kementerian PPN/Bappenas, Kemenkes, hingga Badan Informasi Geospasial (BIG).
“Data keluarga, data sektoral BKKBN itu menjadi satu-satunya riset tentang orang dari 38 lembaga yang _perfect_. Dalam lima tahun ini Pendataan Keluarga menjadi perhatian semua lembaga, dianggap betul, baik, dan di _adopt_ (oleh Kementerian/Lembaga lainnya),” ujarnya.
68 Juta Keluarga
Sementara itu, Direktur Pelaporan dan Statistik BKKBN Lina Widyastuti SKM MAPS memaparkan, pada tahun 2021 BKKBN telah mengumpulkan sebanyak 68 juta keluarga pada Pendataan Keluarga.
Baca Juga: Persiapan PON XXI, Secara Keseluruhan Infrastruktur Utama dan Pendukung Mencapai 85 Persen
“(Pendataan Keluarga) Ini adalah _by addres_ dan _by name_. Dan pemerintah bisa mengikuti dari berbagai aspek apakah terkait dengan kondisi kependudukan yang terkait dengan pelayanan KB yang terkait dengan pembangunan keluarga," ungkapnya.
Termasuk di dalamnya terkait dengan kondisi rumah yang sehat atau tidak. Data itu bisa didapatkan dari Pendataan Keluarga secara agregasi.
“Data ini bisa diturunkan secara nasional, kemudian di tingkat provinsi. Sampai wilayah terpencil pun pendataan yang dilakukan memotret hingga tingkat RT. Bahkan, hingga keluarga yang misalnya memiliki jamban yang kotor," jelas Lina.
Selanjutnya, intervensi berbagai program pemerintah yang berkaitan langsung dengan keluarga bisa dilakukan secara langsung karena PK juga memuat item _by address_.
Keluarga Berisiko Stunting Turun
Sebuah keluarga dikategorikan sebagai Keluarga Berisiko Stunting (KRS) jika termasuk dalam keluarga sasaran, yakni calon pengantin, ibu hamil, keluarga memiliki baduta, keluarga memiliki balita, keluarga tidak memiliki jamban dan akses air minum sehat, atau merupakan Pasangan Usia Subur (PUS) 4Terlalu dan bukan peserta KB modern.
Basis data _by name by addres_ yang digunakan dalam pendampingan KRS adalah basis data hasil Pendataan Keluarga tahun 2021 (PK21) yang selanjutnya dimutakhirkan setiap tahun.
Hasil data keluarga stunting diperoleh dari pemutakhiran melalui Sistem Informasi Keluarga (SIGA). Data KRS tahun 2022 sampai 2024 mengalami penurunan. Pada 2022 jumlah KRS secara nasional sebanyak 13.511.649, turun menjadi 11.896.367 pada tahun 2023. Lalu pada 2024 semester I turun lagi menjadi 8.682.170.***