: Dalam upaya mencegah terjadinya kekerasan dan perundungan di sekolah atau dunia penddikan harus melihatkan sejumlah unsur untuk menjadi keluarga besar satuan pendidikan.
Bahkan, petugas kebersihan hingga pemilik atau penjaga kantin sekolah harus menjadi keluarga besar di satuan pendidikan dalam upaya pencegahan kekerasan dan perundungan tersebut.
Tanggung jawab pengasuhan, dalam upaya pencegahan kekerasan dan perundungan adalah mereka yang terlibat dalam keluarga besar di satuan pendidikan.
Semua itu, dikemukakan Plt Deputi VI Kemenko PMK Prof Warsito, pada acara Deputy Meet The Press Deputi 6 bertajuk 'Kekerasan dalan lingkungan Pendidikan', di Media Center Kemenko PMK, dli Jakarta, Senin (19/8/2024).
Dengan terlibatnya kedua unsur tadi (petigas kebersihan dan kantin), lanjut Warsito, minimal bisa membantu mendeteksi lebih cepat bila terjadi kasus kekerasan dan perudunhan di lingkungan sekolah.
Persoalannya, guru bimbingan dan konseling (BK) di Indonesia, yang tugasnya mendeteksi perubahan perilaku siswa masih sangat kurang.
"Padahal, guru-guru BK lah yang memiliki kompetensi sejak awal mendeteksi perubahan perilaku," ujar Warsito.
Karenanya, terkait kasus kekerasan dan perundungan ini, guru BK diperlukan dan memiliki peran vital dalam proses belajar-mengajar.
Guru BP memiliki kepekaan lebih tinggi ketimbang guru lainnya. Untuk mendeteksi suatu perubahan perilaku yang dialami peserta didik.
Perubahan perilaku bisa saja berhubungan dengan psikologis peserta didik. Karena, mereka menjadi korban kekerasan, baik secara verbal, fisik, maupun kekerasan seksual, yang pada akhirnya memilih diam daripada melaporkan.
Maka sebagai upaya deteksi, pencegahan, dan penanganan kekerasan di lingkungan pendidikan, peran guru BK menjadi penting guna memutus rantai kekerasan di sekolah.
Untuk itu, perlu rasio jumlah siswa binaan dengan guru bimbingan konseling pada satuan pendidikan dasa yang proporsional.
Baca Juga: Pegiat Desa Iwan Soelasno Optimis Bahlil akan Bawa Golkar Makin Kuat di Desa, Ini Alasannya
Data dari Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (PB ABKIN) pada 2023 lalu menyatakan kebutuhan guru BK di Indonesia mencapai 242 ribu orang.
Sementara, jumlah guru BK di Indonesia yang ada saat ini hanya 58 ribu, baik berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) maupun non-PNS. Jika dibanding dengan jumlah siswa yang ada dari jenjang SD, SMP, SMA, dan SMK, berdasarkan data Kemendikbudristek yang mencapai 45 juta orang, tentu dangat kurang.
Apabila menggunakan asumsi rasio guru BK dan siswa, sesuai aturan yang ada maka satu Guru BK seharusnya memegang 150 siswa, sehingga dibutuhkan 300 ribu Guru BK untuk 45 juta siswa.
Sementara, jumlah guru BK di Indonesia yang ada saat ini hanya 58 ribu, baik berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) maupun non-PNS. Jika dibanding dengan jumlah siswa yang ada dari jenjang SD, SMP, SMA, dan SMK, berdasarkan data Kemendikbudristek yang mencapai 45 juta orang, tentu dangat kurang.
Apabila menggunakan asumsi rasio guru BK dan siswa, sesuai aturan yang ada maka satu Guru BK seharusnya memegang 150 siswa, sehingga dibutuhkan 300 ribu Guru BK untuk 45 juta siswa.
Baca Juga: Kemnaker Akan Gelar Naker Fest 2024, Buka Ratusan Ribu Loker
Warsito menyatakan, sebagai langkah alternatif, guru mata pelajaran diberi pendidikan dan pelatihan (Diklat) agar mereka mengerti psikologis anak, untuk menutup kebutuhan terhadap guru BK di sekolah.
Warsito menyatakan, sebagai langkah alternatif, guru mata pelajaran diberi pendidikan dan pelatihan (Diklat) agar mereka mengerti psikologis anak, untuk menutup kebutuhan terhadap guru BK di sekolah.
Selain itu, pemerintah daerah ataupun instansi pendidikan setempat, bisa bekerja sama dengan organisasi psikologis daerah.***