: Dampak dari konflik yang berkepanjangan terjadi di internal Yayasan Trisakti dengan Universitas Trisakti , mengakibatkan gangguan maupun situasi instabilitas di dalam berbagai aktivitas pengelolaan Satuan Pendidikan di bawah naungan Yayasan Trisakti.
Demikian disampaikan Dr Francis Tantri alumni Akademi Angkutan Udara Niaga (AAUN) Trisakti 1977 kepada wartawan, usai perayaan HUT ke 77, Anton Lukmanto, Ketua Dewan Pembina Yayasan Trisakti, di kantor Yayasan Trisakti di kawasan Rawasari Jakarta Pusat, Selasa (28/5/2024).
“Kami sebagai alumni sangat menyesalkan adanya konflik berkepanjangan ini, yang sudah lebih dari satu dasa warsa tidak kunjung diselesaikan, sehingga kondisi tersebut berdampak terhambatnya perkembangan satuan Pendidikan di bawah naungan Yayasan Trisakti,”ujar Dr Francis Tantri.
Baca Juga: BEN Carnival, Implementasi Ajaran Trisakti Bung Karno
Menurut Dr Francis Tantri, memang dalam sejarah lahirnya Universitas Trisakti di inisiasi dari masyarakat, namun kemudian pasca peristiwa G 30 S tahun 1965, untuk menyelamatkan para mahasiswa yang terbengkalai proses akademiknya akibat peristiwa tersebut, negara berinisiatif menyelamatkan perguruan tinggi tersebut, kemudian menyerahkan kembali kepada masyarakat, dengan ikut mendorong berdirinya Yayasan Trisakti sebagai Lembaga Pendiri dan sekaligus pengelola Universitas Trisakti, dengan berdirinya Yayasan Trisakti tersebut, peran pemerintah kembali sebagai Pembina bukan sebagai pengelola.
“Kalau dicermati dari catatan sejarah tersebut, sudah semestinya dalam penyelesaian konflik di Yayasan Trisakti, keberadaan Pemerintah sebagai Pembina dan berada di tengah memediasi merukunkan kembali pihak-pihak yang berkonflik, tapi nyatanya Pemerintah malah ikut bermain memperkeruh suasana, sehingga konflik pun semakin berlarut-larut tanpa penyelesaian. Saya tidak bicara menolak atau tidak menolak soal PTNBH, yang saat ini prioritas adalah segera selesaikan konflik internal Trisakti, ” tukas Dr Francis Tantri yang juga dosen Prodi Management Transportasi di ITL Trisakti.
Hal senada juga disampaikan Rowlan Tanaya, SE, MM, dosen di Usakti ini kepada wartawan yang menemuinya. Ia mengatakan bahwa dirinya sependapat sudah semestinya pemerintah sebagai pembina, tidak ikut memperkeruh situasi dengan membuat Yayasan tandingan, jelas ini suatu tindakan yang sangat berpotensi melanggar peraturan perundang-undangan dan mengindikasikan ada niatan tidak baik dari oknum di lingkungan Kemendikbudristek terhadap persoalan di Yayasan Trisakti. Bisa jadi mungkin mereka memanfaatkan kondisi konflik yang tidak kunjung selesai tersebut untuk kepentingan mereka bukan untuk kepentingan kelangsungan eksistensi Yayasan Trisakti sebagai pendiri dan sekaligus pengelola enam satuan pendidikannya.
“Saya mencermati Pemerintah salah mengambil posisi dalam konteks persoalan internal Trisakti, langkah yang diambil pemerintah itu keliru dan berpotensi melanggar peraturan perundang-undangan yang melarang Pemerintah mendirikan sebuah Yayasan beranggotakan oknum ASN.”kata Rowlan Tanaya yang juga mantan aktivis 1998.
Lebih lanjut Rowlan mengungkapkan bahwa sebenarnya dari pihak keluarga besar Yayasan Trisakti sudah berusaha untuk menyelesaikan masalah tersebut, dengan melakukan pembicaraan ke berbagai pihak, diantaranya dengan bertemu Prof Mahfud MD Menkopolhukam, saat itu.
Hasil pembicaraan dengan beliau memunculkan wacana mengenai terbentuknya Yayasan Trisakti Bersama, adapun kepengurusannya berisikan 14 orang yang mewakili unsur pemerintah, unsur dari keluarga besar Trisakti, alumni, dosen dan perwakilan, namun sebelum wacana itu terealisasi, ternyata oknum kemendikbudristek telah membentuk Yayasan Trisakti versi pemerintah, nah belum selesai masalah internal Yayasan, sekarang muncul rencana pemerintah untuk men PTN-BH kan Universitas Trisakti, yang secara otomatis akan merubah status Univeristas Trisakti sebagai Perguruan Tinggi Negeri, jika itu terjadi maka akan terjadi penyerahan asset milik Yayasan Trisakti ke pemerintah, nah persoalannya sekarang kepengurusan Yayasan Trisakti mana yang akan menyerahkan asset itu ke pemerintah, masa’ Yayasan Trisakti versi pemerintah yang menyerahkan ke pemerintah.
Jelas ini tidak lazim, tidak etis, dan ahistory. Tidak hanya itu, jika status Universitas Trisakti yang sejak berdirinya adalah Perguruan Tinggi Swasta, kemudian dirubah menjadi Perguruan Tinggi Negeri, bakal menimbulkan persoalan baru bukan hanya pada persoalan administrasi maupun branch image di masyarakat, melainkan juga menimbulkan masalah yuridis keabsahan di badan peradilan. Selama ini telah tercatat secara yuridis nama Universitas Trisakti sebagai Perguruan Tinggi Swasta bukan sebagai Perguruan Tinggi Negeri.
“Dengan adanya berbagai persoalan sebagai dampak perubahan status dari PTS ke PTN, maka saya menolak rencana Pemerintah Men-PTN-BH-kan Universitas Trisakti.”tutur Rowlan.
Sementara itu, di kesempatan ini, wartawan juga berkesempatan menemui Nana Sofyanti mahasiswi Program Studi S1 DKV Animasi & gambar Sekolah Tinggi Media dan Komunikasi Trisakti Angkatan 2023, kepada nasionalpos.com.
Ia mengatakan bahwa sesunggunya konflik yang terjadi di internal Yayasan Trisakti di satu sisi tidak mengganggu aktivitas akademik di kampusnya, akan tetapi di sisi lainnya menimbulkan kegelisahan di kalangan mahasiswa, terutama di kalangan mahasiswa penerima beasiswa.
“Ya, kami sangat gelisah, karena kalau konflik tersebut tidak kunjung selesai, lalu siapa yang nanti memperhatikan kami sebagai penerima beasiswa,”tutur Nana.
Apalagi lanjut Nana, kalau nanti benar-benar rencana pemerintah untuk men-PTN BH-kan Perguruan Tinggi tempat dirinya menimba ilmu tetap dilaksanakan, maka dirinya semakin gelisah karena informasi yang dia terima dari rekan-rekan mahasiswa di Perguruan Tinggi lainnya, terutama dari kalangan kampus PTN (Perguruan Tinggi Negeri), mereka mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas kemahasiswaan sebab birokrasinya semakin sulit dan anggaran yang di keluarkannya tidak memadai.
Senada dengan Nana, Belvia Khumairoh mahasiswi Program Studi S1 Prodi Aktuaria, angkatan 2023, kepada nasionalpos.com, ia mengatakan dirinya sangat mengharapkan konflik di internal Yayasan Trisakti agar segera berakhir.
Sebab, jika terus berkepanjangan akan mempengaruhi menurunnya citra Trisakti sebagai Perguruan Tinggi Swasta Pelopor Reformasi yang ditandai dengan munculnya pahlawan reformasi yang merupakan mahasiswa Trisakti.
Dirinya merasa malu, jika Branch Kampus Reformasi yang berdiri dengan status Perguruan Tinggi Swasta yang sudah terkenal sebagai Perguruan Tinggi Swasta Unggulan di masyarakat, bakal berubah buruk akibat konflik berkepanjangan ditambah lagi dengan adanya campur tangan pemerintah yang justru memperburuk situasi di lingkungan Trisakti.
“Mestinya lebih tepat konflik di Yayasan Trisakti di selesaikan secara mandiri, tanpa campur tangan pemerintah sedangkan posisi pemerintah sebagai wasit saja. Blunder Pemerintah dalam masalah Trisakti, Ciptakan Kegelisahan di Civitas Akademika Satdik dibawah naungan Yayasan Trisakti,” kata Belva. ***