SUARAKARYA.ID: Beberapa waktu terakhir ini media kembali diramaikan dengan issue harga obat di Indonesia yang disebut beberapa kali lebih mahal dari harga obat di Malaysia. Benarkah demikian?
Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) yang merupakan organisasi profesi apoteker di Indonesia, profesi yang paling bertanggungjawab terkait obat menegaskan bahwa masyarakat perlu memahami adanya tiga jenis obat yang beredar di Indonesia, yaitu :
Obat Paten (atau sering juga disebut originator)–obat yang memiliki perlindungan paten, pada umumnya sekitar 15-20 tahun sejak obat tersebut diajukan patennya.
Baca Juga: PTUN DKI Kabulkan Eksepsi Kemenkes dan IAI Melawan UTA 45
Obat ini memperoleh paten karena merupakan obat pertama yang ditemukan dan dilengkapi dengan uji klinis yang lengkap tahap 1 hingga tahap 3. Obat Generik bermerek, obat dengan merek yang dibuat setelah masa paten habis.
Obat Generik, obat dengan menggunakan nama kimia yang dibuat setelah masa paten habis. Perbedaan jenis obat ini akan mempengaruhi harga obat secara signifikan. Indonesia memiliki sekitar 190 pabrik industri Farmasi PMDN (Pemilik Modal Dalam Negeri) dan 20 Pemilik Modal Asing (PMA).
Terlihat dari jumlah komposisi Industri Farmasi yang ada, Industri Farmasi PMA memegang hak memproduksi dan memasarkan obat yang masih dalam masa paten, begitu masa patennya habis sebagian besar pasarnya akan diambil alih oleh produksi farmasi dalam negeri.
Baca Juga: PP IAI Akan Kukuhkan Dua Apoteker Spesialis Farmasi Nuklir
Harga obat generik bermerek ini jauh lebih murah daripada obat paten, diperkirakan sekitar 30-50% lebih rendah. Sedangkan harga obat generik jauh lebih murah lagi dari obat generik bermerek.
Saat ini sebagian besar dari 3 jenis obat tersebut tersedia dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dengan harga khusus. Harga Obat JKN ini bahkan sangat murah, 93% dari kebutuhan tablet berada di bawah harga Rp 500- 77% dari kebutuhan sirup berada di bawah harga Rp 5.000 dan 65% dari kebutuhan injeksi berada di bawah harga Rp 2.000.
"Saat ini sebanyak 94,77% masyarakat Indonesia telah menjadi peserta JKN. Sehingga akses masyarakat Indonesia untuk memperoleh obat murah dan berkualitas bahkan gratis sudah terjamin melalui program pemerintah," ujar Ketua Umum PP IAI, apt Noffendri Roestam kepada wartawan di kantornya, kawasan Tomang, Jakarta Barat, Kamis (25/7/2024).
Baca Juga: Advokat IAI Yunus Adhi Prabowo: Apoteker Harus Bekerja Penuh Dengan Tanggung Jawab
Lebih lanjut Noffendri Roeatam menambahkan, hal ini terlihat dari data penjualan obat di Indonesia, di mana 81% obat yang beredar dan digunakan di Indonesia adalah obat generik dan obat generik bermerek yang diproduksi oleh industri farmasi PMDN.
"Adapun perbandingan obat dengan harga premium yang terjadi sebenarnya adalah obat originator yang beredar di Indonesia dan hampir di seluruh negara di dunia. Hasil pemeriksaan ulang dari IAI bekerjasama dengan MPS (Malaysia Pharmaceutical Society), untuk obat paten secara umum memang harga obat paten di Indonesia lebih mahal dari Malaysia walaupun tidak semua karena adanya faktor perpajakan dan akses terhadap masyarakat luas di negara tersebut," kata Noffendri lagi.
Sementara itu, Ketua Himpunan Seminat Farmasi Distribusi (Hisfardis) PP IAI, apt Hanky Febriandi, S.Farm menambahkan adapun, hasil pemeriksaan lebih jauh kami untuk beberapa item obat, jumlah unit obat originator yang dijual di Malaysia, rata-rata 2-3x lebih besar secara volume daripada jumlah unit obat paten tersebut di Indonesia.