: Sejak Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) dijabat Erman Suparno, Muhaimin Iskandar, Hanif Dhakiri, hingga Ida Fauziah, penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke Timur Tengah menggunakan sistem buka tutup.
Penempatan PMI dengan sistem buka tutup dilakukan oleh ke-empat Menaker di atas berturut-turut sampai saat ini.
Bahkan yang terakhir, saat dijabat Menaker Ida Fauziah, meski penempatan PMI sudah dibekali perjanjian antar negara, antara Indonesia dan Saudi Arabia namun sampai saat ini masih tersendat-sendat.
*Kami tidak tahu persis apa penyebabnya, yang jelas hanya beberapa P3MI yang bisa mengirimkan PMI. Sementara, ratusan P3MI lainnya tidak bisa, karena tidak ada penunjukan dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker)," tutur pengurus Himsataki Yunus Yamani, di Jakarta, Selasa (10/9/2024).
Sehingga, lanjutnya, jelas terjadi monopoli penempatan PMI ke Saudi Arabia ini diciptakan sendiri oleh Kemnaker. Selain itu, yang tidak dapat penunjukan tidak bisa menempatkan PMI ke Saudi Arabia hingga saat ini.
Padahal, terang Yunus, fakta yang tidak terbantahkan adalah penempatan PMI nonprosedural tetap berjalan hingga saat ini, dan Kemnaker tidak mampu berbuat apa-apa untuk mencegahnya atau minimal mencari jalan keluarnya.
Dia mengatakan, sesuai pengalaman yang sudah-sudah, jalan satu-satunya untuk menanggulangi penempatan PMI nonprosedural ke Saudi Arabia ya penempatan PMI dibuka, sama seperti penempatan ke Taiwan, Hongkong, China, Vietnam, serta negara-negara lainnya.
"Sementara, penempatan PMI ke Timur Tengah/ Saudi Arabia jangan ditutup terus-terusan," ujarnya.
Yunus menyebutkan, jika dihitung berapa kerugiannya secara sederhana saja, ke 4 menteri menjabat masing-masing selama 5 tahun artinya ada 20 tahun. Kalau 1 bulan penempatan bisa mencapai 18.000 PMI dan recruiting fee yang bisa diperoleh adalah sebesar USD 4.000 per PMI.
"Maka, 18.000 PMI x US$ 4000 x 12 bulan = USD 864.000.000 per tahun," sebutnya.
Uang ini, imbhnya, masuk dan tersebar ke seluruh Indonesia, di kantong-kantong PMI. Belum termasuk gaji yang diterima PMI dan dikirimkan ke keluarganya di Indonesia. Besar bukan ?
Sementata, potensi kerugian dengan ditutupnya penempatan PMI ke Timur Tengah yang sudah berjalan dari 2011 hingga saat ini = 13 tahun adalah :
USD 864.000.000 per tahun x 13 = USD 11.232.000.000
Jika dirupiahkan bisa mencapai Rp. 1, 74 triliun.
"Kita tidak mengerti lagi cara-cara apa yang akan digunakan Kemnaker, dalam menangani masalah penempatan PMI ke Saudi Arabia," kata Yunus.
Kelihatannya, sampai sekarang juga belum punya jalan keluarnya. Yunus mengemukaksn, akan lebih tepat kalau Wakil Menteri yang menangani masalah ini, karena beliau adalah laki-laki, mungkin kalau Menakernya perempuan para pengusaha-pengusaha dari Arabnya sungkan.***