SUARAKARYA.ID: Sekitar 2.279 orang yang berada di tiga desa yakni, Desa Penjawaan, Sandai, dan Mensubang, Kecamatan Sandai, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, mencabut izin IUP (Izin Usaha Perkebunan) dan HGU (Hak Guna Usaha) milik PT PT Sandai Makmur Sawit (SMS) dan PT Mukti Plantation.
Pasalnya, kedua korporasi tersebut diduga telah mencaplok tanah milik warga. Meski Pemerintah Kabupaten Ketapang telah tiga kali melayangkan teguran keras, namun kedua perusahaan tersebut tetap saja beroperasi.
"Jika pemerintah tidak bisa tegas, kami siap bertindak sendiri untuk mengusir kedua perusahaan ini dari desa ini," ujar Ketua Koperasi Nasional Pangkat Longka Ketapang Sejahtera M. Sandi, dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Rabu (11/9/2024).
Baca Juga: Benarkah, Perkebunan Kelapa Sawit Tak Bermanfaat Malah Merugikan ?
Diduga Mukti Plantation Group menanam sawit di kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK), hingga negara dirugikan triliunan rupiah melalui hasil panen selama puluhan tahun.
Praktik korup yang sangat merugikan negara ini bisa berlangsung hingga puluhan tahun karena diduga dibekingi oknum mantan pejabat penegak hukum.
Karenanya warga juga meminta kepada aparat penegak hukum, khususnya Kejaksaan Agung untuk menindaklanjuti proses hukum terhadap perkara yang melibatkan Mukti Group ini.
Baca Juga: Kemnaker Canangkan Pekerja Anak harus Terbebas dari Sektor Perkebunan Kelapa Sawit
"Diduga kuat ada pihak pejabat di Pusat yang menjadi beking dua perusahaan tersebut. Selama ini warga memilih diam. Namun, kini ada upaya perlawanan yang akan dilakukan oleh masyarakat," tutur Sandi menambahkan.
Kemarahan warga kian menjadi-jadi setelah kejadian tragedi kecelakaan kerja yang mengakibatkan hilangnya nyawa seorang warga dan 9 orang lainnya mengalami luka serius pada Sabtu, 24 Agustus 2024 lalu.
Pihak perusahaan enggan menanggung biaya pengobatan warga yang luka-luka dan memberi santunan bagi yang meninggal.
Baca Juga: Perlindungan PMI, Kemnaker Memperkuat Untuk Sektor Perkebunan Kelapa Sawit
Warga pun berniat memperkarakan kasus ini. Sebab, karyawan di kedua perusahaan tersebut ternyata tidak didaftarkan ke BPJS Kesehatan. Padahal, tiap bulan gaji mereka dipotong untuk bayar iuran BPJS.
Namun, pihak perusahaan bersama pemerintah setempat malah mengintimidasi warga dan meminta untuk tidak membawa kasus tersebut ke ranah hukum.