unescoworldheritagesites.com

Aparat Penegak Hukum Diminta Segera Menindaklanjuti Hasil Investigasi Saber Korupsi Terkait Lahan APL di Desa Bahodopi - News

Lahan perkebunan kelapa sawit di Ketapang.

 

 

 

SUARAKARYA.ID: Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Saber Korupsi mendesak aparat penegak hukum melakukan penyelidikan sebagai
tindaklanjut hasil investigasi Saber Korupsi terkait dugaan penjualan lahan Area Penggunaan Lain ( APL) yang diduga dilakukan Kepala Desa Bahodopi, dan para mafia tanah di daerah tersebut.

Dugaan tindak pidana korupsi di Desa Bahodopi, Kecamatan Bahodopi, Kabupaten Morowali terkait adanya penjualan lahan Areal Penggunaan Lain (APL) yang melibat kepala desa Bahodopi dan para mafia tanah semakin terang benderang.

Kecurigaan adanya praktik korupsi atau tindak pidana lain dari investigasi ini berawal dari adanya Surat Keterangan Penguasaan Tanah (SKPT) yang secara keseluruhan seluas 420 Hektare. Namun sesuai jumlah blanko pajak luasan sebenarnya diperoleh jumlah yang berbeda yakni 496Ha, sehingga selebihnya tanah seluas 76 Ha diduga digelapkan untuk memperoleh keuntungan mencapai mliliaran rupiah.

Hal tersebut dijelaskan Ketua Umum DPP Saber Korupsi Hisam Kaimuddin, Rabu (11/9/2024).

Hisam menuturkan, Informasi yang diperoleh Saber Korupsi, tanah ini diduga dijual ke kelompok atau tim yang diduga selaku mafia tanah seharga Rp15.000 per meter, yang kemudian setelah proses pembayaran sudah selesai, tim tersebut melakukan penjualan lagi ke pihak perusahaan pemiik Izin Usaha Pertambangan (IUP).

“Dari hasil penjualan lahan APL itu, pihak Kepala Desa Bahodopi diduga telah memperoleh keuntungan mencapai Rp11.400.000.000 dari luas tanah 496 Hektare,"  kata Hisam

Bahkan tidak hanya itu, selain ada dugaan penggelapan lahan seluas 76 Ha, pembayaran ke masyarakat yang pada awalnya telah disepakati seharga Rp15.000 per meter, diduga dilakukan potongan sebesar Rp 2.000  per meter, sehingga dalam 1 hektare Kepala Desa diduga memeperoleh keuntungan sebesar Rp. 20.000.000 per hektare.

“Jika benar demikian yang diterima oleh masyarakat seharusnya Rp 150.000.000. per hektare namun hanya Rp 130.000.000 per hektarenya.” ucap Hisam lagi.

Total hasil keuantungan Kepala Desa dari pembuatan SKPT yang diduga dilakukan secara melawan hukum tersebut lanjut Hisam mencapai Rp 9.920.000.000 dari luas hutan 196 hektare.

Dalam keterangan beberapa orang saksi yang ditemui Saber Korupsi, lokasi tanah APL yang dijual tahun 2022 tersebut berada dalam kawasan hutan dan berada dalam wilayah izin usaha pertambangan (IUP) yang seharusnya Perusahaan selaku badan hukum mengajukan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), bukan lagi dalam bentuk permohonan penurunan status dari hutan kawasan HP, HPT, HPK menjadi lahan APL.

Kecuali lokasi tersebut masuk dalam Kawasan Hutan Lindung (HL), barulah proses pemanfaatannya melalui permohonan penurunan status kawasan Hutan Lindung menjadi HP,HPT atau HPK, lalu diajukan permohonan Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH).

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat