: Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) da Fauziyah mengapresiasi inisiasi Indonesia Ocean Justive Initiative (IOJI), yang melakukan studi tentang kehidupan kerja pelaut perikanan di kapal asing.
Menaker mengemukakan, studi yang dilakukan IOJI merupakan kontribusi signifikan. Untuk membangun dunia ketenagakerjaan di sektor kemaritiman Indonesia menjadi lebih baik lagi.
"Saya atas nama Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) ingin mengucapkan apresiasi yang tinggi dan terima kasih kepada IOJI. Yang selalu memberikan kontribusi dalam pelindungan PMI, khususnya pelindungan bagi awak kapal perikanan yang bekerja di kapal berbendera asing," terang Menaker.
Hal itu, disampaikannya, pada Peluncuran Laporan Studi bertajuk 'Potret Kerawanan Kerja Pelaut Perikanan di Kapal Asing: Tinjauan Hukum, HAM, dan Kelembagaan', di Jakarta, Rabu (31/8/2022).
Menaker menilai, studi IOJI dilakukan dengan cukup komprehensif dan berhasil mengungkap sejumlah faktor. Yang menyebabkan terjadinya kerawanan kerja bagi awak kapal perikanan Indonesia, yang bekerja di kapal berbendera asing.
Selain itu, studi ini juga memberikan sejumlah rekomendasi yang dinilai sangat komprehensif. Yang bisa menjadi pertimbangan bagi pihaknya dalam menetapkan kebijakan-kebijakan.
Untuk proses penempatan dan pelindungan awak kapal Indonesia, yang bekerja di kapal berbendera asing.
Dia mengatakan, pemerintah sendiri telah dan terus berupaya, untuk melakukan langkah-langkah pembenahan pelindungan bagi awak kapal perikanan. Utamanya, yang memang secara karakteristik, lebih rentan terhadap tindak eksploitasi, apabila dibandingkan dengan pekerja non awak kapal pada umumnya.
Bahkan, katanya, baru-baru ini pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22/2022 tentang Penempatan dan Pelindungan Awak Kapal Niaga Migran dan Awak Kapal Perikanan Migran.
PP yang merupakan turunan dari Pasal 64 UU Nomor 18/2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia ini, untuk melindungi awak kapal niaga dan awak kapal perikanan dari perdagangan manusia, perbudakan dan kerja paksa, korban kekerasan, kesewenang-wenangan, kejahatan atas harkat dan martabat manusia serta perlakuan lain yang melanggar hak asasi manusia.
Di bagian lain, CEO IOJI Mas Achmad Santosa mengatakan, pihaknya melakukan kajian itu. Sebagai respons terhadap perlunya kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat sipil. Melalui kerja-kerja konkret yang berorientasi kepada dampak perubahan terhadap nasib PMI Pelaut Perikanan.
"Untuk kolaborasi aktif ini, IOJI dan masyarakat sipil lainnya siap bekerja. Untuk membantu pemerintah melaksanakan mandat yang terdapat antara lain dalam UU 18/2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia," tutur Achmad. ***