Oleh : Prof. Dr. Hamzah Khaeriyah
: Media sosial adalah bagian dari instrument yang sangat penting dan strategis bagi kehidupan di era digital.
Disebut penting karena ia merubah aspek kebutuhnan yang bergerak dari kebutuhan pelengkap menjadi kebutuhan pokok.
Lantas kebutuhan dari sekadar gaya hidup dan prestise ke arah pengembangan kinerja.
Disebut strategis, karena bagi umat Islam Indonesia, yang merupakan penganut umat beragama terbesar maka ia menjadi pengguna media sosial yang terbesar dibanding dengan penganut agama lainnya.
Baca Juga: Kemenko PMK Gelar Seminar Nasional Refleksi UU Desa: Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal
Apakah benar bahwa, media sosial, katakanlah hand phone telah dimanfaatkan oleh umat Islam sebagai instrument.
Khususnya untuk berkinerja baik untuk kepentingan pekerjaaan, relasi sosial maupun untuk pengembangan ibadah yang kesemuanya dipandnag sebagai amal shaleh.
Bagi saya, belum mempunyai data tentang itu. Tulisan ini diperuntukkan sebagai sumbangsih pemikiran dalam menyambut tahun baru hijriyah 1446 H.
Yakni, yang seharusnya djadikan sebagai momentum evaluasi diri atas capaian dan hambatan setahun yang silam. Serta target yang akan dicapai tahun berikutnya.
Hemat saya, isu stratgis yang dihadapi umat Islam dengan tidak mengenal strata sosial pada era digital, adalah penggunaan media sosial terutama hand phone.
Beberapa pertanyaan yang menarik untuk dikemukakaan adalah apakah memontem tahun baru hijriyah dapat memberi semangat baru bagi umat Islam.
Khususnya dalam kaitannya dengan penggunaan media sosial.
Jika jawabannya, ya. Maka apakah perubahan itu dapat disebut dengan etos hijrah?
Lantas bagaimaan model perubahan yang terjadi bagi umat Islam dalam menggunakan media sosial.
Keunikan Media Sosial
Sebagai umat manusia yang hidup dalama era digital.
Maka hampir seluruh waktu memanfaatkan hand phone untuk memenuhi hampir seluruh kepentingan kehidupan.
Baca Juga: BUMD ini Subsidi 1000 Paket Sembako untuk Bahan Pangan Murah di Jakarta
Dengan penggunaan media sosial termasuk hand phone, maka akan memberikan kemudahan dalam kehidupan.
Berikut ini beberapa keunikan media sosial dapat dikemukakan: Pertama, cara kerja hand phone dan media sosial lainnya adalah cara kerja kebersamaan dan tidak cara kerja perorangan.
Sebagai contoh, sebagus apapun hand Phone, jika tidak memiliki jaringan dan pulsa maka ia tidak akan berfungsi dan bahkan ketika ia tidak memiliki cash atau lowbat maka hand phone juga tidak berfungsi.
Kedua. Fakta menunjukkan bahwa, penggunaan media sosial, memungkinkan untuk kena hacker, sehingga orang lain dapat menggunakan data yang bukan miliknya.
Termasuk juga memungkinkan terjadi ganggunan pada media sosial.
Ketiga. Secara faktual diakui bahwa pemilik hand phone dapat dengan secara leluasa menggunakan handhone, dengan menyampaikan pesan apa yang diinginkan.
Namun fakta juga menunjukkan bahwa terkadang informasi yang ingin disampaikan tidak sesuai dengan apa diinginkan.
Pasalnya terjadi kesalahan atau kekhilafan oleh sang pengguna dan bahkan terkadang informasi yang diterima dipandang benar pada hal belum tentu benar.
Berkaitan dengan keunikan pada hand phone di atas, dapat diyatakan bahwa hand phone dan media sosial lainnya, walaupun sangat simple kelihataannya.
Baca Juga: Semarak Milad 60 Bank NTB Syariah, Dari Berbagi 90 Ekor Sapi Kurban hingga Pencanangan NTB Emas
Tetapi ternyata melibatkan banyak pihak; dan enak digunakan tetapi terkadang menimbuklkan masalah yaitu hacker; meskipun hand phone bisa digunakan secara bebas sesuai keinginan tetapi terkadang menimbulkan penyesalan.
Pasalnya, karena tidak sesuai dengan informasi diinginkan.
Makna dan Etos Hijrah
Kata hijrah menurut bahasa Arab mengandung arti berpindah.
Menurut fakta sejarah, nabi dan sahabatnya meninggalkan tanah tumpah darah Mekah menuju ke daerah baru yaitu Yastrib yang kemudian berubah nama menjadi Madinah.
Fakta sejarah ini mengandung perpindahan dari lokasi baru (asal) ke lokasi baru (tujuan) yang kemudian memberi pemahaman tentang konsep hijrah.
Sebenarnya, substansi dari hijrah ini tidak sekadar perpindahan antar lokasi atau geografis. Tetapi lebih kepada pencarian daerah baru dengan tujuan khusus.
Lokasi lama (Mekah) tidak dapat mendukung fungsional dakwah Islam.
Penduduk Mekah ketika itu, oleh sejarawan menyebut bahwa tidak memberikan ruang kondusif baik aspek keamanan maupun dukungan pskologis.
Maksudnya, untuk tumbuh dan berkembangnya tugas kerasulan nabi Muhmmad SAW.
Ketidak-kondusifitas ini menjadi argument rasional sehingga nabi melakukan hijrah.
Baca Juga: Namanya Dipertimbangkan PDIP di Pilgub Jateng, Gibran Minta Kaesang Temui Puan Maharani
Adapun lokasi dimaksud, memang menjadi dasar pertimbangan dan telah dilakukan langkah hijrah pertama ke Thaif.
Tetapi lagi-lagi kondisi sosial di sana tidak mendukung dalam rangka fungsional kerasulan.
Jika makna hijrah secara substansif adalah pencarian lokasi baru untuk kesinambungan dakwah.
Maka pertanyaannya adalah konsep ibnu sabil dalam Islam yang berada dalam tema zakat, yang oleh sebahagian ulama menerjemahkan dengan orang yang menuntut ilmu atau siswa.
Apakah bisa juga disebut dengan peristiwa hijrah. Karena faktanya siswa telah meninggalkan kampung halamannya untuk ke daerah baru.
Ke daerah untuk mencari tempat belajar. Selain itu, aktifitas hijrah yang dilakukan oleh kalangan Wanita yang ingin mengenakan jilbab atau penutup aurat.
Pada awalnya tidak menutup aurat dan lagi-lagi aktifitas itu menagatasnamakan dakwah.
Dalam arti pengalamam syariat Islam, dan sama sekali tidak meninggalkan wilayah geografis. Apakah dapat dipandang bagian dari hijrah. Ataukah semangat hijrah yang selalu mewarnai alam pemikiran.
Termasuk spritualitas umat Islam dalam setiap kali memperingati 1 Muharram.
Sampai diskusi ini, dapat dipahami bahwa ternyata nabi melakukan hijrah, dan dari sana telah memberikan pemahaman konsep.
Baca Juga: Figur calon Gubernur Maluku, Cocok Kolaborasi Akademisi dan Politisi, hadapi Tantangan Indonesia Emas 2045
Lantas kosep ini memunculkan kata kunci yaitu dari dan ke serta untuk ( Min wa ila wa limadza).
Dari Mekah ke Yastrib; dari Tempat kelahiran menuju Daerah baru; meninggalkan Keluarga menuju Persaudaraan Islamiyah; dari Instabilitas menuju Stabilitas dakwah, Untuk pengembangan dakwah .
Memperhatikan kata kunci dari dan ke dan untuk, menunjukkan bahwa hijrah nabi Mauhammad SAW adalah mengandung berbagai risiko dan tujuan. Bukankah risiko itu ketika nabi meninggalkan tanah tumpah darahnya dan berikut keluarga besarnya.
Serta jaringan sosial yang tertanam sebelumnya?
Sedangkan tujuannya, adalah untuk mengembanghkan dakwah Islamiyah.
Yakni, melalui pencarian demografis yang mendukung stabilitas sosial politiik dan ekonomi dari publik.
Konsep hijrah sangat memiliki spektrum yang lebih luas.
Sehingga tidak keliru jika dikatakan bahwa konsep hijrah yang dipahami dari fakta hijrah nabi adalah hijrah yang terpadu atau terintegrasi.
Konsep hijrah terintegrasi ini tidak dapat diterapkan pada gagasan hijrah yang dilakukan oleh aktifitas Wanita hijab.
Atau keinginan untuk menjalankan ajaran Islam secara konsisten atau seorang siswa yang ingin mempelajari Alquran dengan bacaan tajwid yang sempurna.
Serta pengenalan dasar-dasar terjamahnnya. Kasus hijrah tersebut, karena hanya berada pada ranah keinginan dan kemauan serta komitnen yang tinggi dan terimplementasi.
Konsep hijrah yang dikembangkan oleh mereka hanya dapat dikatagorikan sebagai etos hijrah.
Karena tidak meninggalkan daerah mereka secara geografis.
Berbeda dengan mereka yang memilki etos dan secara geografis meninggalkan Indonesia dan keluar negeri.
Yakni sebagai tenaga kerja imigran atau TKI atau anak bangsa yang mengikuti pendidikan ke luar negeri sebagai wujud pelaksanaan ajaran Islam
Khususnya dalam mencerdaskan kehidupan diri sendiri dan bangsa.
Hukum Sosial Informasi : Pembunuh atau Peroket.
Bagimana posisi informasi dalam era digital?
Ia tidak sekadar bersifat informatif dalam ranah sosial tetapi kini ia menjadi suatu nafas industry dengan ranah ekonomi komersil.
Sehingga informasi adalah terlahir menjadi sebuah komoditi terbarukan, dan tidak murni menjadi sebagai sarana pembawa kebenaran.
Tentu saja perubahan spektakuler informasi ini menganut rumus ekonomi.
Siapa dan untuk apa produsen, distributor dan konsumen dan dengan prinsip efisiensi, efektifitas.
Bahkan lebih dari itu optimalisasi sebagai konsep pemicu.
Baca Juga: Harganas 2024, BPP AKU Kolabotasi dengan EO Sukses Gelar Pameran dan Dagang UPPKA UKM
Bahkan dengan nafas “informasi”, juga merambah ke bidang lain seperti bidang politik dalam arti hasil survey calon peserta pilkada telah menjadi pemicu.
Ini untuk mendongkrak atau me-roket-an keberpihakan public dalam menentukan pilihan politik.
Turut juga merambah ke bidang sosial keagamaan, berupa lahirnya dai cilik pada program TV; keterkenalan seseorang baik dalam atribut positif ataupun negatif.
Jadi begitu dahsyatnya era ini dengan nafas informasinya, maka konsep kematian telah mengalami perluasan makna.
Kematian tidak lagi didominasi oleh pendekatan kedokteran dengan fakta tidak berfungsinya organ vital seseorang berupa fungsi jantung dan otak.
Tetapi konsep kematian secara medsos terjadi jika seseorang tidak lagi menjadi anggota grouf atau tidak pernah memberi postingan.
Sehingga kehidupan medsos adalah kehidupan yang ditandai dengan komentar, pengiriman gambar dan seterusnya sesuai dengan atribut medsos.
Bahkan dari sisi implikasi sosial, hukum medson jauh lebih tajam dibanding dengan hukum atau petuah seorang kiyai kepada santrinya.
Tentu hukum medsos jauh lebih efektif dan efisiens dalam mematikan dan atau menghidupkan secara sosial bagi seseorang.
Baca Juga: BRI Cimanggis Serahkan Hadiah Utama Simpedes
Hal yang sama, berlaku jika seseorang akan dipromosikan oleh medsos.
Maka dengan sangat efisien dan efektif yang bersangkutan akan meroket namanya dengan rating tertinggi di public.
Etos Hijrah ke Pengendali Informasi
Untuk pengembangan etos hijrah pada bidang media sosial, adalah keinginan kuat untuk meningkatkan pengguna medsos atau handphone dengan tidak sekedar menjadi pengguna tetapi berhijrah menjadi pengendali informasi
Atau pengendali medsos dan atau pengendali handphone.
Secara konseptual pengendalian pada kamus besar bahasa Indonesia adalah bagian dari aspek pengawasan atau control.
Pada perkembangannya pengendalian yang awalnya sebagai bagian dari tema manajemen telah berkembang menjadi tema pengembangan diri dalam ilmu keislaman.
Dalam ilmu keislaman, khususnya pada ilmu tasawwuf, dikenal istilah mujahadah annafs.
Sebuah konsep yang mengajarkan pentingnya bagi seseorang untuk melawan hawa nafsu secara sungguh-sungguh.
Melawan hawa nafsu ini, sangat populer dalam kegiatan keagamaan Islam pada bulan ramadhan, karena selalu dikaitkan dengan fungsi ibadah puasa.
Pada konsep psikologi, menyebut dengan Locus of Control yang oleh Prasetyo (2002) dalam Siti Hidayah (2015), mengakui, pertama kali konsep ini dikemukakan oleh Rotter.
Baca Juga: MoU Ditandatangani, UUS Bank DKI Siap Dukung Transaksi Perbankan Muhammadiyah DKI Jakarta
Konsep itu masih dalam Siti Hidayah (2015) oleh Rotter, seperti yang ditulis oleh Prasetiyo, generalized belief that a person can or cannot his own destiny.
Atau cara pandang seseorang terhadap suatu peristiwa apakah dia merasa dapat atau tidak mengendalikan sikap dan perilaku yang terjadi padanya.
Secara sederhana konsep ini dapat dipahami bahwa aspek kesadaran bagi seseorang, sangat menentukan apa “melaksanakan atau tidak melaksanaakn suatu tindakan.
Peristiwa hijrah dapat dipahami sebagai puncak kesadaran dalam mengembangkan ajaran Islam, khususnya dalam menilai Lokasi dakwah.
Puncak kesadaran ini terlahir dari proses pergumulan antara pemikiran rasional dan spritualitas; antara etik dan hukum; antara subjektif dan objektifitas; antara cita rasa dan realitas.
Pergolakan ini, pada akhirnya memunculkan yang dalam istilah perilaku konsumen adalah preferency dan dalam istilah filsafat ekonomi Islam adalah mashlalah.