unescoworldheritagesites.com

MERDEKA atau MATI - News

Yus Dharman

Oleh: Yus Dharman 

Sebenarnya ini tulisan lama saya pada tahun 2020 .Tapi rasanya masih relevan untuk direnungkan, di hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke 79, bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Sangat jelas dan tegas disebutkan dalam pembukaan UUD 1945 Republik Indonesia.

Disetujui oleh seluruh Rakyat Indonesia
dari masyarakat biasa hingga pejabat negara.
namun kenapa Negara yang subur tanahnya, menyimpan harta karun di bawah tanahnya, kaya hasil laut nya, indah panorama nya sehingga di juluki Jamrud Khatulistiwa. mayoritas masyarakat nya masih hidup miskin.

Bila kita cermati, syarat-syarat Menjadi Negara Maju seperti : Pendidikan yang Bermutu, Kesehatan yang Baik dan Terjamin, Pembangunan Infrastruktur yang Merata, Peningkatan Produktivitas Kerja, Pengelolaan Sumber Daya Alam yang Baik, Pengembangan Teknologi, Pemberantasan Korupsi, dsb
Belum dilaksanakan dengan Niat dan Tekad yang Kuat oleh pelaksana pemerintahan.

Begitupun PP No 47 Tahun 2008 tentang wajib belajar, selayak nya di tinjau kembali karena untuk menghasilkan Sumber Daya Manusia yang berkwalitas, wajib belajar 12 tahun atau selevel SMU dirasakan masih kurang belum mampu bersaing pada pasar lapangan kerja daat ini.

Baca Juga: Ganti Saja Oknum Aparatur Penegak Hukum dan ASN Brengsek dengan Robot AI

Revisi Wajib belajar menjadi 16 tahun, jika ada warga Negara usia belajar yaitu 6 s/d 23 tahun tidak sekolah, berikan sanksi. Jika usia anak dibawah 18 tahun, jatuhkan sanksi kepada kedua orang tua nya. anggaran nya darimana ? jika untuk pendidikan silakan ngutang lagi. Menurut Education Index yang dikeluarkan oleh Human Development Reports, pada 2017, mutu Pendidikan di Indonesia ada di posisi ketujuh dari sepuluh Negara-Negara ASEAN, hanya lebih baik dari Myanmar, Laos dan Kamboja. diperkuat hasil survey yang dilakukan oleh PISA (Program for International Student Assesment) terhadap 77 Negara, Indonesia menempati ranking 72. VIVA.co.id, 5 Des 2019.

Tidak heran jika mayoritas masyarakat Indonesia belum merdeka seutuhnya disebabkan oleh tingkat Pendidikan dan mutu Pendidikan yang tidak berkwalitas pada sebagian sekolah-sekolah Negeri. Pendidikan bermutu di dominasi Sekolah-Sekolah Swasta yang uang pangkal dan SPP nya sangat mahal sehingga hanya anak-anak orang kaya saja yang mampu mengirim anak-anaknya ke sekolah unggulan.

Baca Juga: NKRI Rule Of Law Bukan Rule by Lawa

Harusnya Pemerintah berperan meningkatkan mutu Pendidikan di sekolah-sekolah plat merah dengan memperbanyak sekolah kejuruan dimulai dari kelas tujuh, hidupkan kembali Sekolah Teknik (ST), Sekolah Teknik Menengah (STM), dsb. Agar lulusan sekolah menengah siap memasuki lapangan kerja. Berlakukan subsidi silang, yang bodoh subsidi yang pintar, bagaimana kalau kurang pintar dan anak orang miskin ? arahkan masuk sekolah kejuruan agar siap kerja menjadi tukang servis AC, tukang bangunan, tukang las ketok dan cat mobil, dsb.
Sehingga anak orang miskin yang kurang pandai tetap mendapatkan pekerjaan mengisi lapangan kerja yang tidak di minati anak-anak orang kaya yang pintar.

Kemudian dalam hal Kesehatan masyarakat, merupakan pondasi ketahanan nasional utama suatu bangsa. "Sektor tersebut perlu diperhatikan betul," kata Menteri Kesehatan saat memberikan pembekalan bagi dokter spesialis, Republika.co.id, jumat 24 Januari 2020. Dalam indeks kesehatan global, layanan kesehatan di Indonesia buruk berada di posisi ke 101 dari 149 negara menurut laporan The Legatum Prosperity Index 2017. Tirto.id 17 Des 2017. Jika masyarakat kaya memilih Rumah Sakit di luar negeri karena pelayanan kesehatan nya yang prima, harusnya pemerintah antisipatif dalam meningkatan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit-Rumah Sakit miliknya sehingga bisa mengakomodir keinginan masyarakat mampu,
Agar tidak berobat ke luar negeri.
Walhasil keuntungan masuk ke kas Negara bukan terbang ke Luar negeri, seperti yang terjadi selama ini.

Pihak swasta lah justru yang kreatif dan cerdas melihat peluang.
Mereka mendirikan Rumah Sakit Swasta dengan pelayanan internasional,
Lagi-lagi pemerintah lalai dengan tidak melakukan pedoman tata kelola pemerintahan dengan baik dan benar. Pihak Swasta yang memperoleh banyak keuntungan sedangkan pemerintah gigit jari lagi padahal modal mendirikan Rumah Sakit nya dari pinjaman Bank Pemerintah.

Pemerintahan Presiden Jokowi pada awalnya fokus dalam pembangunan infrastruktur namun sayang nya tidak melakukan feasibility study secara cermat dengan penuh ke hati-hati an, akibatnya seperti yang kita tahu, sekarang ini banyak proyek yang terhambat pembangunannya berpotensi mengkrak. Management pengelolaan utang nya tidak capable atau ada udang dibalik Batu ?
Hutang adalah hutang tetap harus di bayar meskipun proyeknya mangkrak.
Niat berhutang nya ingin memperoleh untung tapi realita nya buntung, dampaknya jadi beban warisan anak dan cucu generasi selanjutnya, yang wajib mencicil pokok dan bunga hutangnya sampai lunas,
bukan warisan harta yang diperoleh dari eyang kakungnya, namun warisan hutang !

Agar memunculkan kemitraan strategis antara pemerintah dan masyarakat dalam pembangunan ekonomi perlu adanya Reformasi Birokrasi. pemanfaatkan Teknologi Informasi patut dikembangkan semaksimal mungkin agar tercipta iklim investasi yang transparan, efisien, akuntabel dan berbiaya rendah, dengan menghilangkan interaksi ASN dengan masyarakat yang mengurus izin usahanya. Merupakan cara pencegahan korupsi yang cerdas. Namun kenapa tidak tuntas dilaksanakan ? bukankah mencegah lebih baik daripada menindak ? Bagaimana mau mewujudkan pernyataan Ketua KPK yang menyatakan KPK akan memfokuskan pada pencegahan? jika pedoman tata laksana kerja tidak dilakukan secara professional ?

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat