Oleh Yacob Nauly
: Original Local Government Revenue atau Pendapatan Asli Daerah disingkat PAD, di kota-kabupaten terkadang mengalami pasang surut.
Termasuk di Provinsi Papua Barat Daya dan kota-kabupaten setempat.
Ini yang dimaksud dengan penerimaan dari sumber-sumber di dalam suatu daerah tertentu atau PAD tersebut.
Pendapatan Asli Daerah ini tentu berdasarkan Undang Undang yang berlaku khususnya di Indonesia.
Baca Juga: Rakyat di Tengah Siksaan Banjir Kota Sorong
Maka, ada sejumlah faktor yang mempengaruhi Peningkatan PAD di provinsi dan kota-kabupaten itu.
Faktor apa saja yang mempengaruhi peningkatan PAD.
Berdasarkan sejumlah penelitian, PAD dipengaruhi oleh PDRB (Pendapatan Domestik Regional Bruto), inflasi, jumlah penduduk, jumlah wisatawan dan pengeluaran pemerintah.
Target atau Besaran nominal/nilai objek pendapatan yang akan ditagihkan pada obyek pendapatan dinyatakan dalam satuan rupiah.
Jadi terkadang persoalan pada pelaksana atau institusi pemungut retribusi di suatu daerah adalah rendahnya penerimaan PAD dari target.
Ini bisa ditandai dengan rendah atau minimnya capaian PAD sesuai target yang ditentukan Pemda setempat.
Ada beberapa hal yang mungkin bisa terjadi. Misalnya karena dugaan penyalahgunaan anggaran penerimaan. Ini diduga (bisa terjadi).
Baca Juga: Gerakan Pemuda Ka'bah Kecam DPR RI Terkait Revisi UU Pilkada
Kalau dugaan penyalahgunaan anggaran PAD itu mudah ditelusuri instansi penegak hukum.
Yakin, kalau benar ada penyelewangan anggaran PAD pasti ketahuan.
Pasalnya pihak penegak hukum punya rumus tertentu sebagai celah masuk untuk menemukan objek penyelewengan itu.
Tetapi yang amat ditakuti banyak pihak itu. Justru persoalan yang terjadi seperti ketidakmampuan untuk mencapai terget PAD ini.
Ini terkait masalah teknis. Yang tak dipenuhi institusi pemungut retribusi di suatu daerah.
Unsur tersebut yang kebanyakan terjadi di sejumlah provinsi, kabupaten-kota menjadi penyebab PAD tak capai target.
Contoh. Pertama, akibat kurangnya kepekaan daerah dalam menemukan keunggulan budaya dan potensi asli daerah.
Baca Juga: Diawali Rakernas IAI, 2 000 Apoteker Diharapkan Ikuti PIT 2024 di Lombok , NTB
Kedua, kepatuhan dan kesadaran wajib pajak atau retribusi yang relatif rendah.
Ketiga, lemahnya sistem hukum dan administrasi pendapatan daerah.
Keempat atau yang terakhir. Ini penting. Yaitu kelemahan kualitas SDM aparatur.
Contoh kasus. Jika di kota Sorong PAD mengandalkan salah satu penerimaan dari retribusi parkir.
Tentu di sektor parkir kendaraan ini kebocoran tinggi bukan karena dikorupsi institusi pemungut.
Tapi lebih dari itu karena kesalahan petugas lapangan yang lalai dalam pengawasan.
Yakni , pihak Pemda tak mengontrol baik orang yang menjual karcis retribusi parkir kendaraan roda dua dan roda empat di lapangan.
Banyak orang yang dipercayakan untuk menarik retribusi parkir hanya memungut uang tak memberi karcis.
Baca Juga: Data WLKP Online bermanfaat untuk Perlindungan Pekerja dan Prodiktivitas Usaha
Ini menyulitkan petugas untuk mencatat berapa jumlah karcis retribusi parkir yang terjual hari itu.
Karcis retribusi maksudnya adalah menempatkan uang ke dalam investasi yang aman.
Dengan kata lain retribusi parkir adalah kegiatan jasa parkir yang dilakukan oleh individu.
Atau badan yang dilakukan di atas lahan milik pemerintah daerah.
Bisa juga, pajak Parkir. Ini merupakan pajak yang dipungut atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan dan penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor.
Baca Juga: Ambang Batas Pecalonan Berubah Partai Kecil Bisa Maju Pilkada, Putusan MK
Selain pendapatan di bidang parkir banyak juga sumber lain. Yaitu:
1) Pajak Daerah Propinsi dan Kabupaten-Kota; 2) Retribusi Daerah; 3) Pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan 4) lain-lain PAD yang sah.
Karena itu masyarakat memang menaruh perhatian besar terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Pasalnya, PAD harus menjadi bagian sumber keuangan terbesar bagi pelaksanaan otonomi daerah.
Ini menunjukkan bahwa PAD merupakan tolok ukur terpenting bagi kemampuan daerah dalam menyelenggarakan dan mewujudkan otonomi daerah.
Di samping itu PAD juga mencerminkan kemandirian suatu daerah.
Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulan bahwa faktor penyebab terjadinya korupsi menurut pakar hukum ada 3.
Yaitu, faktor ekonomi, politik dan sosial budaya.
Hukum sebagai faktor penyebab korupsi bisa dilihat dari dua sisi. Sisi perundang-undangan dan lemahnya penegakan hukum.
Koruptor akan mencari celah di perundang-undangan untuk bisa melakukan aksinya.
Karena itu, pencapaian PAD yang jauh dari target bisa diuji aparat hukum.
Tentunya dengan melibatkan BPKP, BPK dan Inspektorat.
Baca Juga: KLB PWI: HCB Harga Mati!
Terpenting adalah bagaimana Strategi yang harus dilakukan untuk meningkatkan PAD.
Solusi
Beberapa strategi menurut pakar ekonomi perlu dilakukan untuk meningkatkan PAD meliputi, antara lain:
- Melakukan pendataan ulang terhadap wajib pajak, dalam rangka meningkatkan pendapatan pajak daerah;
- Menjalin kerja sama dengan pihak swasta/LSM dalam pengelolaan maupun pemungutan pajak daerah; dan
-Melakukan pembenahan manajemen pengelolaan pajak daerah. Ini penting dilakukan. ***
Sumber: Keluhan para pihak terkait rendahnya pencapaian Target PAD. Artikel Pemerintah Soal PAD.Termasuk Pemberitaan Media Massa terkait dugaan korupsi anggaran PAD di sejumlah Daerah.
Penulis: Yacob Nauly. Wartawan ; Wartawan Utama UKW Dewan Pers RI; Wartawan Ubahlaku bentukan Pemerintah Pusat Tahun 2020 - 2021; Mahasiswa Magister (S2) Semester Akhir di IAIN Sorong; Mahasiswa Semester Akhir Magister (S2) Manajemen SDM Universitas Terbuka (UT).