unescoworldheritagesites.com

Putusan MK Final dan Binding - News

Yus Dharman

Oleh: Yus Dharman 

Beberapa hari yang lalu, demonstrasi mahasiswa dan buruh yang bergabung dengan elemen-elemen masyarakat sipil lain nya, terjadi secara massif, hampir di seluruh kota-kota di pulau Jawa, karena Baleg DPR-RI ingin merevisi Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 berkaitan dengan pengaturan ambang batas pencalonan kepala daerah dalam Pilkada 2024

Yang mengizinkan partai politik atau gabungan partai politik untuk mengusung pasangan calon kepala daerah apabila memperoleh minimal 6,5% suara sah di wilayah tersebut, khususnya di daerah dengan jumlah penduduk lebih dari 1 juta jiwa.

Putusan MK No 60 memungkinkan partai-partai politik dapat mengajukan calon kepala daerah tanpa harus mencapai jumlah kursi tertentu di DPRD, seperti yang sebelumnya diatur dalam UU Pilkada, putusan tersebut sangat progresif, membongkar kartel politik yang mengkooptasi hak-hak masyarakat sipil untuk ikut kontestasi Pemilukada propinsi dan tingkat II.

Baca Juga: NKRI Rule Of Law Bukan Rule by Lawa

Putusan MK No 60 tersebut memberi kesempatan anak bangsa terbaik untuk ikut kontestasi dalam pemilukada tahun ini, untuk memimpin daerahnya lima tahun kedepan
Begitupun masyarakat mayoritas pemilih punya banyak pilihan Cagub Cawagub & Cabup Cawabup, untuk dipilih, siapa calon yang rekam jejaknya bagus yang pantas dijadikan pemimpinnya, Bukan calon busuk pilihan Regim dan kotak kosong yang disodorkan.

Putusan MK No 60 tersebut tidak dapat di revisi oleh DPR, berkekuatan hukum tetap dan bersifat final, sudah diatur sesuai pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang isi nya berbunyi :

“Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final, langsung memperoleh kekuatan hukum (inkracht van Gewijsde) sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh. final and binding, Serta erga omnes, artinya putusan MK No 60 berlaku untuk semua pihak, tidak hanya berlaku kepada pihak pemohon saja (Partai buruh dan Gelora) seperti putusan perdata.

Anggota DPR jangan ngeyel seperti anak TK saja (pinjam istilah Gus Dur), ingin me revisi putusan MK tsb diatas yang jelas-jelas sudah Final & Binding sesuai aturan Undang-undang,
Jika tetap memaksakan untuk me revisi putusan MK No 60 tersebut.

DPR melakukan mala in Se dan Mala Prohibita, yaitu melakukan perbuatan jahat yang bertentangan dengan kewajaran, moral dan prinsip umum masyarakat beradab. melanggar Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berbunyi sebagai berikut:

"Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum."

Baca Juga: Hentikan Dikotomi Single Bar Atau Multi Bar Organisasi Advokat

Rakyat Indonesia adalah masyarakat yang bebas dari penindasan, memiliki hak-hak asasi yang dilindungi, serta memiliki peran aktif dalam pemerintahan yang demokratis. bukan sebaliknya, sangat jelas disebutkan dalam UUD 45,Jo Pasal 1 ayat (2), "Menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD. menegaskan bahwa masyarakat adalah sumber kekuasaan yang merdeka, dan negara berfungsi untuk melayani kepentingan rakyat.

Jo Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang secara tegas juga menyatakan bahwa "Indonesia adalah negara hukum dimana kepastian hukum merupakan prasyarat yang tak dapat ditiadakan".

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat