Oleh: Yus Dharman
: Third Termism/Termisme ketiga adalah Perpanjangan masa jabatan Presiden untuk ketiga kali merupakan konsep usang yang sudah basi, tapi dicoba untuk di daur ulang oleh sekelompok orang jorok yang pendek akal untuk kepentingan diri nya sendiri dan kelompoknya saja.
Third termism dilakukan oleh orde lama dan orde baru, yang jelas gagal membawa pemerataan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia. yang klimaksnya pada tahun 1998 di runtuhkan oleh people power, berganti dengan orde reformasi, suatu bukti masyarakat Indonesia tidak suka serta marah dengan penguasa otoriter yang bercokol kelamaan.
Konsep third termism pertama kali dilakukan di Amerika serikat pada tahun 1941, oleh Presiden Franklin D.Rossevelt.
Dia didukung Rakyat dan Para Senator
karena berhasil memulihkan perekonomian Amerika yang terpuruk akibat krisis ekonomi menjelang perang Dunia ke 2 (dua) ditambah belum ada aturan tertulis tentang pembatasan masa jabatan seorang presiden di Amerika Serikat pada saat itu.
Aturan maksimum dua periode masa jabatan presiden baru muncul setelah konstitusi AS diamandemen ke-22 kalinya pada 1951, terinspirasi oleh George Washington Presiden pertama AS yang menolak dicalonkan untuk masa jabatan ketiga pada 1797.
Baca Juga: Putusan MK Final dan Binding
Menurut Tull & Simon, dari African Center for Strategic Studies, trend third termism umumnya dilakukan oleh Pemerintahan Negara-Negara di Afrika selama tiga puluh tahun terakhir ini, dimulai dari Negara Burundi thn 1999, Guinea thn 2003, Nigeria thn 1998-2002, Comoros thn 2005, Togo thn 2005, Burkina fasso thn 2005, Zambia thn 2006, Chad thn 2008, Rwanda thn 2009, Gabon thn 2010, Sudan 2012,Malawi thn 2014, Cameron thn 2015,Sinegal thn 2015, Djibouti thn 2016, Namibia thn 2016, Congo-Brazzaville thn 2018,
Uganda thn 2019, Ivory Coast thn 2020.
Membuat Negara-Negara tersebut tercabik karena perang Saudara berkepanjangan. Negara-Negara yang melakukan upaya otokratik legalism dengan third termism untuk memperpanjang masa jabatan Presiden nya untuk 3 (tiga) periode, dampaknya mayoritas menjadi Negara Gagal, apa yang dikatakan Lord Acton, "Power tend to corrupt, absolute Power Corrupt absolutely", merupakan kredo sakti yang tak terbantahkan, masa kita mau ikutan menjadi Negara gagal juga.
Meniru itu boleh-boleh saja bung. tapi tiru lah yang sukses, masa meniru yang gagal.
Baca Juga: Urgensi Digitalisasi
Dikuatkan pernyataan Prof Jimly Asshidiqie di
Suara islam pada 30 Maret 2022
"bahwa Negara yang Mencoba ‘Third Termism’, Demokrasinya Tak Bermutu, katanya.
Untungnya masih lebih banyak Politisi dan elemen masyarakat yang eling dibanding yang edan menolak konsep basi yang beracun tersebut. Akhirnya niat third termism di pemerintahan Jokowi berhasil digagalkan.
Fakta membuktikan, Negara Demokrasi meskipun tdk sempurna, masih lebih baik dibandingkan Negara otoriter.
SALAM WARAS !
YUS DHARMAN,SH.,MM.,M.Kn
ADVOKAT/KETUA DEWAS FAPRI ( Forum Advokat & Pengacara Republik Indonesia