unescoworldheritagesites.com

Pesimis Akhir 2024? - News

Dr Edy Purwo Saputro, SE, MSi, Dosen Pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Surakarta (Ist)


Oleh: Dr Edy Purwo Saputro, SE, MSi 

: Agenda penting di akhir tahun 2024 yaitu terjadinya pergantian  kepemimpinan nasional dan pilkada serentak. Pasti keduanya ini tetap berpengaruh kepada sektor industri yang berdampak terhadap kaum buruh – pekerja. Artinya, pekerja - buruh tidak bisa mengelak dari dampak pesta demokrasi.

Setidaknya, argumen yang mendasari yaitu mati surinya kondisi ekonomi bisnis - industrialisasi secara nasional karena wait and see memantau siapa pemenangnya dan bagaimana strategi kebijakan yang akan diterapkannya. Ketika pasar tereduksi maka operasional semuanya terganggu, termasuk produksi. Logis jika ini berdampak terhadap pemasaran dan perdagangan yang diyakini turun 30%. Harapan pemerintah supaya kalangan bisnis - industrialisasi memberikan semua hak pekerja pasti sulit terealisasi sebagai dampak dari wait and see tersebut.

Situasinya semakin diperparah dengan kepanikan yang terjadi di sektor keuangan karena mengancam kredit macet. Terkait ini pemerintah pernah menyampaikan agar pihak yang terkait dengan sektor keuangan bisa memberikan keringanan namun realitanya ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Oleh karena itu, kredit macet justru menjadi ancaman
lanjutan dari dampak sistemik wait and see, terutama dari sektor informal, UMKM dan startup.

Baca Juga: Gila Gelar, Gelar Gila

Padahal, eksistensi startup di 2019 lalu sangat diharapkan memacu penyerapan tenaga kerja karena mayoritas padat karya. Sayangnya, awal 2020 terjadi pandemi dan berlarut.  Imbasnya banyak merumahkan pekerja - buruh termasuk akhirnya PHK massal. Padahal, ini sangat rentan terhadap ancaman kemiskinan sebagai imbas pengangguran.

Gelombang PHK menjadi dampak lanjutan bagi industrialisasi. Fakta yang ada memberi gambaran 4 daerah terbanyak PHK yaitu Jakarta, Jatim, Banten dan Jabar. Faktor lain yang juga perlu dipertimbangkan adalah industri strategis yang seharusnya mendapatkan perlakuan  berbeda terutama mengacu kepentingan industrialisasi dan juga pemenuhan
kebutuhan hajat hidup.

Artinya, kebijakan merumahkan karyawan dan PHK harus juga mempertimbangkan banyak aspek, bukan sekedar imbas dari lesunya omzet penjualan akibat pasar yang terdistorsi secara global. Data ini bukan hanya terjadi di sektor formal tapi juga informal dan UMKM. Bahkan bisnis startup juga tidak bisa lepas dari ancaman kebijakan merumahkan karyawan dan PHK sebagai dampak lesunya ekonomi global.

Baca Juga: Urgensi Digitalisasi

Direktur Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menegaskan fakta PHK dan pekerja dirumahkan di lapangan lebih banyak karena mungkin tidak terdata di Kemenaker dan BP Jamsostek. Industrialisasi juga tidak berkutik memenuhi harapan karena omzet turun, penjualan tereduksi dan tentunya ini berpengaruh terhadap proses produksi. Akibatnya cash flow tidak seperti kondisi normal dan karenanya tuntutan agar kalangan bisnis - industrialisasi memberikan hak kepada para pekerja - buruh sulit terealisasi.

Di satu sisi, para pekerja dan buruh diharapkan juga tidak memaksakan kehendak menuntut meski hak mereka dan di sisi lain industrialisasi di saat seperti ini juga diharapkan tidak memaksakan kehendak untuk merumahkan atau melakukan PHK sepihak. Sinergi ini diharap bisa memunculkan keadilan industrialisasi di tengah situasi wait and see menjelang pergantian kepemimpinan dan pilkada serentak.

Tidak mudah membangun keadilan industrialisasi pada situasi agak memanasnya iklim sospol menjelang pergantian kepemimpinan dan pilkada serentak, tapi bukan berarti lalu mengabaikan, terutama terkait PHK massal 3 bulan terakhir. Jadi, PHK menjadi pilihan terakhir kalangan bisnis dan industrialisasi sebagai pengaman proses produksinya meski
terasa pahit bagi kedua pihak, terutama menjelang pergantian kepemimpinan dan agenda pilkada serentak yang memicu wait and see. 

Baca Juga: BUMN Pasca 79 Tahun Merdeka

Oleh karena itu, jelas pemerintah melalui Kemenaker mengapresiasi kalangan bisnis dan industrialisasi yang masih bisa bertahan untuk tidak merumahkan, apalagi melakukan PHK karyawan di tengah ketidakpastian akibat wait and see menjelang pergantian kepemimpinan nasional dan agenda pilkada serentak. ***

* Oleh: Dr Edy Purwo Saputro, SE, MSi - Dosen Pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Solo

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat