Oleh: Ahmad Febriyanto
: Salah satu hak yang wajib dipenuhi negara terhadap setiap warga negara adalah memastikan bahwa setiap anak bangsa mendapatkan akses yang sama dalam dunia pendidikan. Sebagaimana tertuang dalam alinea 4 pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) bahwa pemerintah berkewajiban untuk melindungi segenap bangsa dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Lebih dari itu, dalam Pasal 31 Ayat 2 UUD 1945 diperjelas bahwa warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayai.
Implementasinya adalah penerapan skema Kartu Indonesia Pintar (KIP) dengan skema pemberian bantuan dana kepada keluarga kurang mampu untuk menunjang mereka berpendidikan dan memberi beasiswa khusus kepada masyarakat Indonesia Timur. Peningkatan bantuan pendidikan ini tampaknya tidak sejalan dengan peningkatan kualitas pendidikan pada setiap pulau dan provinsi.
Pasalnya Jawasentris untuk pendidikan perguruan tinggi masih menjadi stereotip umum dalam masyarakat. Meskipun secara faktual QS word mencatat bahwa pada tahun 2024, bahwa 10 besar perguruan tinggi di Indonesia didominasi oleh kampus-kampus yang berada di Jawa. Ketimpangan ini perlu dilihat lebih lanjut dan menjadi salah satu permasalahan besar yang dihadapi. Sebab, pendidikan adalah salah satu cara untuk merubah peradaban bangsa.
Indikasi lain yang juga perlu diperhatikan di dalam dunia pendidikan adalah menghilangkan aspek kebudayaan lokal pada dunia pendidikan. Konteks ini akan tampak abstrak sebab terkadang seorang individu tidak merasa bahwa dirinya telah melakukan rasisme. Sebab, tindakan ini secara tidak sengaja atau sengaja dapat terjadi di dalam ruang kelas yang seharusnya tempat paling merdeka bagi setiap individu untuk berdiskusi tentang ide.
Sebagai contoh adalah, mengaitkan hasil tugas seseorang dengan asal daerah mereka atau tidak menjadikan seseorang menjadi ketua sebab tidak berasal dari daerah yang sama. Sehingga, ruang kelas yang seharusnya menjadi ruang diskusi akan menjadi tampak seperti penjara bagi setiap pelajar. Selain itu, menggunakan bahasa salah satu daerah ketika berdiskusi dan disaat yang sama terdapat orang lain yang berbeda daerah terkadang juga dapat membuat mereka merasa kecil hati atau merasa menjadi minoritas.
Bukankah, kita sama-sama telah berjanji bahwa bahasa persatuan adalah Bahasa Indonesia. Hal ini yang juga perlu menjadi perhatian untuk menciptakan merdeka belajar yang tepat bagi seluruh rakyat Indonesia.
Reformasi dalam dunia pendidikan ini tampaknya penting dilakukan, pendidikan tidak hanya terbatas pada konteks kurikulum dan gaya belajar mengajar. Reformasi sikap dari setiap individu yang terlibat dalam pendidikan akan menjadi langkah awal yang tepat sasaran untuk memastikan sistem pendidikan yang benar-benar merdeka bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sekolah atau universitas harus menjadi tempat ternyaman bagi setiap warga yang ada di dalamnya. Dengan menghilangkan rasisme sekecil apapun dan melakukan peningkatan infrastruktur pada setiap sekolah maka tidak akan ada pendidikan yang bersifat ‘kejam’ pada siapapun.
Hal ini yang kemudian menjadi langkah besar untuk mengubah wajah pendidikan Indonesia dan skema wajib belajar tidak perlu dipaksakan, sebab setiap warga sekolah atau universitas dengan suka hati datang dan pergi ke dalam institusi pendidikan mereka. Sehingga, institusi pendidikan adalah tempat terbaik dan ternyaman bagi mereka untuk berdiskusi dan menggali ilmu. ***
*Ahmad Febriyanto – Mahasiswa FEB Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Alamat: Gowongan 003/002, Pucangan, Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah, Nomor WA: 087717509211