(
: Ribuan massa yang berasal dari Forum Alumni Universitas Indonesia (UI) dan Aktivis 98 Tegak Lurus Reformasi menggelar Aksi Kamisan di depan Istana Negara, sejak pukul 15.00 WIB, Kamis (1/1/2024).
Aksi yang lebih solid tersebut dilakukan untuk menuntut penuntasan 12 kasus kejahatan Hak Asasi Manusia (HAM) berat dan juga menjadi pernyataan tegas penentangan atas praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang semakin masif dilakukan oleh penguasa bersama kroni-kroninya, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam beberapa tahun terakhir ini.
Terpantau beberapa tokoh aktivis reformasi ikut bergabung dan memberikan orasi dalam aksi tersebut, di antaranya Eep Saefuloh Fatah, Usman Hamid, Connie Rakahundini hingga mantan Ketua BEM UI yakni Manik Marganamahendra.
Aksi yang dimotori pegiat HAM ini menuntut janji dan komitmen Presiden Jokowi terkait penuntasan 12 kasus pelanggaran HAM berat yang hingga hampir dua periode kekuasaan rezim tidak menunjukkan kemajuan berarti.
Padahal janji tersebut disampaikan dalam pernyataan pers Presiden RI tentang pelanggaran HAM berat pada 11 Januari 2023. Dan komitmen Presiden termaktub dalam Keppres No 4 Tahun 2023 tentang Tim Pemantau Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia kategori berat yang telah memberikan laporan lengkap dan rekomendasi tim kepada Presiden Jokowi.
Massa aksi berharap Generasi Z dapat mempelajari sejarah ini dan melihat kasat mata telah terjadi peristiwa penghapusan paksa secara sadis dan brutal terhadap orang-orang dan aktifis reformasi selama kurun waktu 1997-1998, yang merupakan bagian dari tindakan pembungkaman aktivitas anti Orde Baru yang sudah berkuasa selama 32 tahun secara otoriter dan penuh KKN dibawah kepemimpinan Jenderal Soeharto pada saat itu.
Kasus tersebut diakui masuk dalam pernyataan Presiden Jokowi terkait daftar 12 pelanggaran HAM berat yang diotaki dan didalangi oleh Prabowo Subianto yang saat ini mendapat dukungan penuh Presiden Jokowi untuk maju menjadi salah satu capres yang disandingkan dengan anak kandungnya Jokowi yang bernama Gibran Rakabumining Raka dengan melalui tindakan pelanggaran konstitusi sarat nepotisme.
“Kasus penghilangan paksa tersebut sebagaimana kita ketahui telah disidangkan oleh Dewan Kehormatan Perwira yang berakhir pada pemecatan Letjen TNI Prabowo Subianto dari TNI oleh Jenderal Wiranto pada tanggal 25 Agustus 1998,” ujar Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia (AII) Usman Hamid kepada wartawan.
“Sampai dengan saat ini nasib para aktivis yang penghapusan secara paksa tersebut belum jelas nasib mereka dan mereka yang terlibat belum juga di adili di pengadilan HAM,” imbuhnya.
Ironisnya, saat ini anak sulung Presiden Jokowi yang bernama Gibran Rakabuming Raka malah dicalonkan menjadi cawapres mendampingi Prabowo Subianto yang telah dipecat oleh Dewan Kehormatan Perwira terkait keterlibatan eratnya dengan kasus dokumenteran aktivisme 1997-1998 sebagaimana juga diketahui dari pernyataan Jenderal (purn) TNI Agum Gumelar terkait transfer kasus tersebut.
Manik Marganamahendra dari Forum Alumni UI juga menyatakan akuntansi atas kondisi Indonesia saat ini yang dipraktikkan oleh oknum penguasa dan para, oligarki.
Sangat ironis, dengan terang-terangan dan vulgar, anak bungsu Presiden Jokowi yang bernama Kaesang Pangarep tiba-tiba dijadikan Ketua Umum Partai PSI dan bersama menantunya, juga ikut mendukung capres Prabowo Subianto yang diduga kuat terkait dengan peristiwa penghapusan paksaan aktivis berdasarkan Hasil Keputusan Dewan Kehormatan Perwira TNI pada Agustus 1998,” bebernya.
Atas dasar itulah kami melihat bahwa penuntasan 12 kasus Pelanggaran HAM Berat termasuk penghapusan paksaan aktivisme anti Orde Baru terbukti hanya menjadi janji-janji muluk yang tidak akan pernah ditepati oleh Jokowi dan bahkan semakin meninbulkan rasa sedih dan kecewa masyarakat yang sangat mendambahkan rasa adil dan keadilan, ” tandas Manik dengan nada keras. ***