: Parlemen mengaku sangat prihatin makin maraknya kasus kekerasan terhadap guru yang dilaporkan oleh orang tua murid.
Terbaru adalah kasus yang menimpa guru honorer Supriyani yang ditetapkan sebagai tersangka atas kasus pemukulan terhadap siswa yang merupakan anak seorang polisi di Polsek Baito, Sulawesi Tenggara (Sultra).
Srbelumnya guru di Wonosobo dilaporkan telah memukul muka seorang siswa. Sementara ia menyatakan justru melerai sang anak dengan menarik pundaknya.
Sedangkan seorang guru di Solo dilaporkan usai melempar penghapus ke siswa yang disebut tengah bercanda dengan kawannya.
Siswa tersebut mengeluh kesulitan melihat dan mengalami luka lebam di pelipis kiri bawah mata.
Pada 2016, seorang guru di Sidoarjo dijatuhi hukuman pidana kurungan penjara 3 bulan dan denda Rp250 Ribu dengan masa percobaan 6 bulan. Ia sebelumnya dituduh mencubit siswa lantaran tidak salat duha.
Sang guru dituntut dengan pasal 80 ayat 1 UU 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Kendati pihak guru dan orang tua siswa berdamai, proses hukum tetap berjalan.
Kasus ini menambah daftar panjang insiden kekerasan kepada siswa tetapi juga membawa nestapa bagi guru yang menarik perhatian publik.
Adalah Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, merasa prihatin atas kejadian semua peristiwa itu. Ia menilai berbagai penyebab sebagai pemicu meningkatnya kekerasan terhadap guru.
Hetifah berpandangan penyebabnya, salah satu adalah penghargaan masyarakat terhadap profesi guru terus menurun. Ditambah lagi masalah disiplin siswa, kesehatan mental, dan tekanan akademis dan sosial yang tidak tertangani dengan baik juga menjadi faktor penyebabnya.
Srikandi Golkar di parlemen ini juga menyoroti dampak negatif dari sosial media dan teknologi yang sering kali membuat siswa mudah terpicu untuk melaporkan sebuah kejadian yang dianggap telah merugikannya dengan cara berlebihan melibatkan orang tua mereka dan membawa kasus ini ke ranah hukum.
Doktor dari Universitas Flinders Australia ini mengungkapkan bahwa kasus kekerasan terhadap guru bukanlah fenomena yang hanya terjadi di Indonesia. Negara seperti Jepang, Amerika Serikat hingga Prancis juga menghadapi masalah serupa.
Sebagai contoh, seperti dilansir oleh BBC, anak usia 12 tahun menodong kepala gurunya dengan pistol di sebuah SMP North Scott, Eldridge, kawasan dekat Iowa pada 31 Agustus 2018.
Beruntung guru tersebut berhasil membujuk siswa untuk menurunkan senjata dan kemudian didakwa melakukan percobaan pembunuhan dan membawa alat senjata tajam ke sekolah.
Untuk mengatasi masalah ini, Hetifah yang beberapa periode sebagai Legislator Senayan selalu ditugaskan partainya di Komisi Pendidikan, Kebudayaan, Olahraga, Pemuda, Pariwisata, Ekonomi Kreatif, Perpustakaan dan Literasi itu menekankan perlu pendekatan yang komprehensif.
Baca Juga: Penyelesaian Kasus Guru Supriyani Konawe: Prof Henry Indraguna Dorong Terapkan Restorative Justice
Dia menyarankan beberapa hal, seperti pelatihan manajemen kelas dan resolusi konflik bagi guru, implementasi sistem pelaporan dan penanganan insiden kekerasan di sekolah, program dukungan psikologis untuk guru yang menjadi korban kekerasan, kampanye kesadaran masyarakat tentang pentingnya menghormati profesi guru, penerapan sanksi hukum yang tegas terhadap guru, dan kerjasama antara sekolah, orang tua, dan komunitas untuk menciptakan lingkungan yang aman.
“Hal ini seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 mengatur tentang guru dan dosen dimana guru memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan,” jelas Hetifah kepada di Jakarta.
Keterlibatan Orang Tua Dampingi Anak
Lebih lanjut, Ketua Umum Pengajian Al Hidayah ini menggarisbawahi pentingnya keterlibatan orang tua dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah.
Selama ini, kata dia, banyak orang tua yang menganggap bahwa tugas mendidik sepenuhnya berada di tangan guru.
Padahal peran orang tua sangat penting dalam tumbuh kembang anak hingga memengaruhi pola pikir dan pola bertindak anak-anak.
"Orang tua perlu memahami metode pengajaran dan visi sekolah sesuai dengan integrasi tri pusat pendidikan, orang tua sudah seharusnya terlibat secara aktif dalam pembelajaran sekolah karena sejatinya peran pembelajaran tidak bisa dibebankan hanya kepada sekolah. Akan tetapi juga merupakan tugas bersama antara guru, sekolah, orang tua, dan masyarakat,” urainya.
Baca Juga: Lirik Lagu Bagimu Negeri - Lagu Nasional , Padamu Negeri Kami Berjanji, Padamu Negeri Kami Berbakti
Menurut penelitian, lanjut Hetifah, keterlibatan orang tua murid berdampak baik dalam peningkatan proses pembelajaran dan peningkatan hasil belajar siswa.
Selain itu, keterlibatan orang tua dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah dapat meningkatkan kinerja sekolah serta dapat meningkatkan parenting skill orang tua. Bak dua sisi mata uang, selain dari sisi orang tua, guru-guru juga perlu memahami pentingnya budi pekerti.
“Selama ini anak didik selalu diajarkan untuk menjadi pelajar Pancasila dan harus memiliki budi pekerti yang baik. Namun tentunya sikap ini tidak akan tercermin tanpa peran dan contoh sikap dari guru dan orang tua. Guru harus diberikan ruang untuk mendisiplinkan siswa tanpa kekerasan, dan siswa juga harus diberikan perlindungan dari segala sikap kekerasan,” pungkas Legislator DPR RI 3 periode mewakili Dapil Kaltim ini. ***