unescoworldheritagesites.com

Agus Widjajanto: Bhineka Tunggal Ika dengan Piagam Madinah itu Senafas - News

Agus Widjajanto, Praktisi Hukum dan Pemerhati Polsosbud. Foto: Istimewa

: Sewaktu  Nabi Muhammad hijrah ke Kota Madinah, yang kala itu terdapat banyak masalah menyangkut perbedaan dalam kalangan masyarakat yang pluralisme terbatas, Rasullullah SAW membentuk perjanjian dengan berbagai kalangan.

Perjanjian formal itu disebut sebagai "Piagam Madinah". Dimana salah satu tujuan utamanya adalah: ....menyatukan dan menciptakan kehidupan masyarakat Kota Madinah saat itu yang damai dan tentram dibalik segala perbedaan yang ada dalam masyarakat.

Isi dari Piagam Madinah antara lain menetapkan adanya kebebasan beragama, kebebasan menyatakan pendapat tapi dengan tanggung jawab, menghormati pendapat orang lain dan keselamatan harta benda atas milik masyarakat.

Kemudian larangan bagi orang untuk melakukan kejahatan baik dalam pencurian, perampokan dan penipuan. Piagam Madinah ini pada perjalanannya dalam dunia modern dimodifikasi dalam peraturan kitab hukum pidana

Piagam Madinah yang dideklarasikan Nabi Muhammad SAW terdiri dari empat bagian yang diatur terdapat 47 Pasal. Piagam Madinah mengatur sistem perpolitikan, keamanan, kebebasan beragama, serta kesetaraan di muka hukum, perdamaian dan pertahanan.

"Inilah sebenarnya yang mengilhami para pendiri bangsa untuk membentuk Negara Kesatuan yang dijabarkan dalam Pancasila sebagai Dasar Negara dan UUD 1945 sebagai hukum dasar tertulis. Dimana memasukan juga dalam bahasa Qur'an dalam ketatanegaraan yang saat itu diusulkan oleh H Agus Salim. Misalnya kata Rakyat, Musyawarah, Majelis dan sebagainya," kata Agus Widjajanto, Praktisi Hukum dan Pemerhati Polsosbud, Selasa (19/9/2023).

Lebih lanjut Agus Widjajanto menyebutkan,
pemikiran dari para pendiri bangsa tersebut sangat visioner dan menjangkau jaman hingga ratusan tahun. Hal inilah yang kadang membuat penulis malu. Sebab dalam kenyataan terkini, generasi modern yang harusnya lebih punya pola pikir lebih maju yang menjangkau waktu puluhan tahun ke depan, tapi justru hanya berpikir demi kepentingan sesaat.

Baca Juga: Budaya Digital Harus Bisa Menjadikan Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika Landasan Kecakapan

Kita bisa berkaca pada munculnya politik identitas dalam pemilihan kepala daerah yang menimbulkan preseden paling buruk dalam sejarah bangsa ini. Sesuatu yang tidak hanya bertentangan dengan Bhineka Tunggal Ika, dalam kebhinekaan yang dibingkai dalam negara kesatuan, tapi juga lupa akan sejarah yang telah dideklarasikan oleh Rasulullah Nabi Muhammad sendiri dalam Piagam Madinah.

Pancasila sebagai Dasar Negara, Filosofi dan Pandangan Hidup Bangsa digali oleh Ir Soekarno. Presiden Ke-1 RI itu mencetuskan sila-sila Pancasila dalam sidang pembahasan falsafah negara dihadapan Badan persiapan usaha kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), 1 Juni 1945.

Di samping digali dari sumber primair seperti Kitab Negara Kertagama dan Kitab Sutasoma, Bung Karno menggalinya dari Serat Wredhatama dan Ajaran Wulang Reh. Utamanya juga adalah dari Alquranul Karim serta Piagam Madinah yang dideklarasikan Rasullullah SAW saat di Kota Madinah hingga tercipta urutan Pancasila.

Baca Juga: Tidak Ada yang Aman 100% di Dunia Digital, Jadikan Nilai-nilai Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika Landasan

Demikian pembahasan soal Dasar Negara, dimana Mr Soepomo dari awal keberatan atas dimasukannya hak asasi manusia dalam konteks negara kesatuan. Ia  khawatir masukkan hak asasi manusia ini akan memperlemah negara kesatuan yang mana lebih berorientasi negara liberal.

Keberatan Mr Soepomo menimbulkan perdebatan sengit. Mr Moh Yamin dan Soekarno serta H Agus Salim tidak sependapat atas pendapat Mr Soepomo. Kemudian dicari jalan tengah yang ditekankan pada kata "keadilan sosial" dalam Pancasila dan Pasal 28 dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat