unescoworldheritagesites.com

Kemnaker: UU KIA Tingkatkan Pelindungan dan Kesejahteraan Pekerja - News

Dirjen PHI dan Jamsos Kemnaker, Indah Anggoro Putri,

 
: Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menyambut baik persetujuan DPR RI atas Rancangan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan menjadi undang-undang. 
 
UU KIA diyakini akan semakin meningkatkan pelindungan dan kesejahteraan bagi pekerja/buruh.
 
“Pengesahan RUU KIA menjadi udang-undang merupakan wujud konkret dari komitmen DPR dan Pemerintah. Untuk menyejahterakan ibu dan anak menuju Indonesia Emas,” kata Dirjen PHI dan Jamsos Kemnaker, Indah Anggoro Putri, melalui Siaran Pers Biro Humas Kemnaker, di Jakarta, Kamis (6/6/2024).
 
 
Dirjen Putri mengatakan, Kemnaker merupakan salah satu bagian dari kementerian yang terlibat dalam pembahasan RUU KIA selain KPPPA, Kemensos, Kemendagri, serta Kemenkumham. 
 
Melalui keterlibatannya, Kemnaker memastikan bahwa pengaturan-pengaturan dalam RUU KIA tidak bertentangan dengan aturan-aturan ketenagakerjaan lainnya 
 
Baik yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan), maupun Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU Cipta Kerja).
 
 
“Kami telah memastikan apa yang diatur dalam UU KIA, terutama kaitannya dengan ibu  bekerja yang melahirkan, menyusui dan keguguran, serta pekerja laki-laki yang istrinya melahirkan atau keguguran, tidak bertentangan dengan UU Ketenagakerjaan maupun UU Cipta Kerja,” terangnya. 
 
Secara spesifik, beberapa pengaturan dalam UU KIA, yang berhubungan dengan ketenagakerjaan adalah cuti melahirkan bagi ibu yang bekerja. Dalam UU KIA, setiap Ibu yang bekerja berhak mendapatkan cuti melahirkan paling singkat 3 bulan pertama dan paling lama 3 bulan berikutnya, apabila terdapat kondisi khusus yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter.
 
Selama masa cuti itu, mereka berhak atas upah yang dibayar penuh untuk 3 bulan pertama dan bulan keempat. Kemudian, 75 persen dari upah untuk bulan kelima dan bulan keenam.
 
 
Selain itu, mereka yang mengambil cuti tersebut tidak dapat diberhentikan dari pekerjaannya dan tetap memperoleh haknya sesuai dengan ketentuan aturan-aturan ketenagakerjaan.
 
“Ketentuan mengenai cuti melahirkan bagi ibu yang bekerja yang diatur dalam UU KIA merupakan bentuk penguatan dari ketentuan yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan, yang mana ketentuan mengenai hal itu tidak dilakukan perubahan dalam UU Cipta Kerja,” jelas Dirjen Putri. 
 
Selain ibu yang melahirkan, UU KIA juga mengatur hak suami untuk cuti pendampingan istri pada masa persalinan, yaitu selama 2 hari dan dapat diberikan paling lama 3 hari berikutnya atau sesuai dengan kesepakatan.
 
 
Bentuk pelindungan lainnya bagi ibu yang bekerja yang melahirkan adalah hak waktu istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter, dokter kebidanan dan kandungan, atau bidan jika mengalami keguguran; serta kesempatan dan fasilitas yang layak untuk pelayanan kesehatan dan gizi serta melakukan laktasi selama waktu kerja.
 
Dirjen Putri menambahkan, selain penguatan pelindungan pekerja/buruh, UU KIA juga mempertegas aspek kesejahteraan pekerja/buruh melalui penyediaan fasilitas kesejahteraan pekerja.
 
“Adapun jenis fasilitas kesejahteraan pekerja itu bisa macam-macam, yang penting fasilitas kesejahteraan pekerja memang dibutuhkan oleh pekerja di perusahaan dan perusahaan mampu untuk menyediakannya,” tuturnya.***
 
 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat