: Oknum-oknum pejabat di Kementerian Perdagangan (Kemendag) menjadikan institusinya bagai sarang korupsi belakangan ini. Lihat dan baca atau ikutilah perkembangannya, setelah kasus dugaan korupsi ekspor minyak goreng dan impor besi dan baja serta turunannya (keduanya saat ini ditangani intensif penyidik pidana khusus Kejaksaan Agung), kini merebak lagi kasus dugaan korupsi impor garam khusus industri di Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang baru saja harus ditinggalkan M Lutfi itu. Bahkan tim penyelidik telah meningkatkan status atau tahapan penangan kasusnya dari penyelidikan ke penyidikan tim penyidik pidana khusus Kejaksaan Agung. Dalam tahapan ini seringkali sudah dikantongi penyidik nama-nama bakal tersangka namun belum ditetapkan atau diumukan secara resmi.
Kasus dugaan korupsi impor garam di Kemendag yang saat ini tengah diusut diduga terjadi pada tahun 2018. Menurut Kapuspenkum Kejaksaaan Agung Dr Ketut Sumedana, Rabu (29/6/2022), dugaan korupsi tersebut terjadi pada tahun 2018 atau saat Kementerian Perdagangan menerbitkan persetujuan impor garam industri kepada PT MTS, PT SM, PT UI tanpa melakukan verifikasi sehingga menyebabkan kelebihan impor garam industri.
Garam-garam impor tersebut - setelah dilabeli SNI - dijual dalam negeri sehingga para produsen garam Indonesia yang juga masuk dalam Usaha Kredit Menengah (UKM) dan Perusahaan Negara (PN) Garam yang termasuk dalam Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dirugikan dari segi penjualan/pendapatan karena tidak mampu bersaing dengan harga garam impor tersebut.
Dalam penanganan kasus dugaan korupsi garam impor ini, penyelidikan dilakukan tim pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung di bawah komando Jampidsus, Dr Febrie Adriansyah dan Direktur Penyidikan Dr Supardi.
Menurut Ketut Sumedana, dengan adanya garam impor ini, selain terjadi korupsi, yang mengakibatkan kerugian negara, juga terjadi kerugian prekonomian rakyat (petani) mengingat garam produk dalam negeri tidak mampu bersaing dengan garam impor industri yang dipasok oleh importir yang izin impornya tidak dilakukan verivikasi secara tepat dan cermat oleh Kementerian Perdagangan.
"Persetujuan impor garam industri tersebut dilakukan tanpa memperhitungkan stok garam lokal dan stok garam industri. Perbuatan tersebut telah menimbulkan kerugian keuangan atau perekonomian negara sesuai denganperundang-undangan. Karenanya, penyidik bukan hanya mengusut kerugian keuangan negara tapi juga kerugian akibat perekonomian negara mengingat garam dalam negeri tidak mampu bersaing dengan harga barang impor,” kata Ketut Sumedana.***