unescoworldheritagesites.com

Negara Hadir Di Pulau Buru. Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan YME Dijamin Haknya - News

Sesditjen Dukcapil Kemendagri, Dr. Ir. I Gede Suratha, MMA bersama Sekda Kabupaten Buru, Ahmad Assegaf  Sosialisasi Kebijakan Adminduk, khususnya dalam penerbitan Kartu Keluarga (KK) dan KTP-el bagi Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan YME Pulau Buru

PULAU BURU: Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 97/PUU-XIV/2016 telah mengatur Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan YME memiliki kedudukan yang setara dengan 6 agama resmi yang diakui oleh negara. Namun demikian, hingga saat ini bagi Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan YME masih banyak mengalami kendala dalam mendapatkan dokumen kependudukan.

Kemendagri sebagai organ negara yang menjamin hak-hak warga negaranya untuk mendapatkan identitas kewarganegaraan termasuk Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan YME di Pulau Buru, Provinsi Maluku hadir melakukan afirmasi untuk memastikan hak-hak mereka terpenuhi.

Ditjen Dukcapil yang diwakili Sesditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Dr. Ir. I Gede Suratha, MMA hadir on the spot ke Pulau Buru sebagai bentuk komitmennya yang kuat melaksanakan amanat Nawacita, menjalankan langkah-langkah afirmatif bagi daerah dan masyarakat yang mengalami kendala dalam pelayanan publik khususnya dalam memperoleh dokumen kependudukan.

Mengapa Pulau Buru menjadi titik prioritas yang mempertegas negara hadir menjamin hak-hak warga negara untuk mendapatkan dokumen kependudukan?

Dari sisi geografis Pulau Buru merupakan pulau kedua terbesar di Maluku setelah Pulau Seram. Dikenal sebagai destinasi yang sangat indah, memiliki sejarah panjang sejak jaman penjajahan, dihuni 211.757 jiwa masing-masing 135.418 jwa di Kabupaten Buru dan 76.339 jiwa di Kabupaten Buru Selatan.

"Pulau Buru menjadi begitu penting untuk diberikan perhatian mengingat letaknya begitu strategis, pengaruh adat istiadat begitu kuat dan yang lebih spesifik adalah sebagian besar masyarakatnya adalah Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan YME," ujar Sesditjen Dr. Ir. I Gede Suratha disela-sela Acara Sosialisasi Kebijakan Adminduk, khususnya dalam penerbitan Kartu Keluarga (KK) dan KTP-el bagi Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan YME, Jumat (27/9/2019) lalu,.

Sekretaris Daerah Kabupaten Buru, Ahmad Assegaf mewakili Bupati Kabupaten Buru dalam acara tersebut mengakui masih banyak pula masyarakat adat yang mengalami kesulitan dalam memperoleh dokumen kependudukan.

“Di Kabupaten Buru saja, tidak kurang dari 6000 jiwa penduduk masih menganut Kepercayaan Kerhadap Tuhan YME, dan masih terkendala memperoleh dokumen kependudukan,"ungkap Ahmad Assegaf.

Jumlah ini, kata Ahmad tentu akan bertambah besar apabila dihitung juga populasi Penghayat Kepercayaan yang mendiami wilayah Kabupaten Buru Selatan. Namun demikian, sebarannya lebih banyak di sekitar Danau Rana, danau yang sangat terkenal dengan keindahan dan masyarakat adatnya yang masih sangat patuh menjalankan nilai-nilai luhur dan berkembang berabad-abad lamanya.

Menurut Sekda Ahmad Assegaf hasil diskusi dengan berbagai pihak terkait, baik saat sosialisasi maupun saat kunjungan ke lokasi pemukiman masyarakat adat, di Kubalahin, Kecamatan Lolong Guba, didapati rendahnya kepemilikan dokumen kependudukan bagi Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan YME yang disebabkan beberapa faktor seperti lokasi pemukiman masyarakat penganut Kepercayaan Terhadap Tuhan YME umumnya berjarak jauh dari pusat-pusat pelayanan, informasi sangat terbatas, pemahaman akan arti penting dokumen kependudukan yang masih rendah, dan sarana prasarana pendukung untuk menjangkau masyarakat penghayat masih sangat terbatas.

Terhadap persoalan yang ditemukan di lapangan, I Gede Suratha menekankan bahwa rendahnya kepemilikan dokumen kependudukan bagi masyarakat penghayat, sejatinya bukan masalah yang berdiri sendiri.

"Banyak faktor yang menjadi penyebab dan masing-masing persoalan itu saling berhubungan satu sama lainnya. Dengan demikian kita harus selesaikan masalah ini secara bersama-sama, bergotong-royong saling membantu sebagaimana nilai-nilai luhur yang telah dimiliki masyarakat adat Pulau Buru ribuan tahun lamanya. Secara regulasi sudah tidak ada masalah. Semua sudah ada jalan keluarnya. Tinggal melaksanakan saja,”jelasnya.

Lebih jauh, dia memerinci bahwa apabila dokumen kependudukan tidak dimiliki oleh masyarakat termasuk oleh warga penghayat, negara akan mengalami kesulitan dalam melakukan perlindungan dan juga dalam mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat.

“Mulai sekarang, kita ubah pola pikir. Kita harus bisa memahami bahwa dokumen kependudukan merupakan salah satu “kekayaan” bagi setiap orang yang memilikinya. Selama ini masyarakat Pulau Buru sudah memiliki banyak kekayaan seperti peralatan pertaian, ladang sagu, sawah, ladang kayu putih, ternak, emas perak dan tembikar. Mulai saat ini, kekayaan kita bertambah satu lagi. Dokumen kependudukan adalah salah satu kekayaan baru yang menjadi modal dalam mengatasi masalah-masalah dalam kehidupan bernegara utamanya untuk memperoleh pelayanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, perumahan, ketentraman dan masalah-masalah sosial,” ungkap Sesditjen Dukcapil I Gede Suratha.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat