unescoworldheritagesites.com

Pabrik Batako Mojokerto Bantah Tudingan Pencemaran Lingkungan - News

SURABAYA: Sidang kasus perizinan industri PT Putra Restu Ibu Abadi (PRIA) yang menggunakan baku limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3) di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya, terus berlanjut. Produsen batako yang beroperasi di Desa Lakardowo Kecamatan Jetis, Mojokerto itu bersikukuh tidak melakukan pencemaran dan sudah memenuhi seluruh perizinan yang ada.

Kuasa hukum tergugat PT PRIA, Hari Tjahyono SH mengklaim, kliennya itu sebetulnya sudah pernah digugat oleh warga  dalam kasus yang sama pada 2013 lalu. "Tapi waktu itu mereka mencabut gugatan dan anehnya sekarang mereka mengajukan gugatan lagi," ujarnya, Selasa (28/8/2018).

Seperti diketahui, warga Lakardowo yang tergabung dalam Green Woman menggugat perizinan perusahaan tersebut. Warga mempersoalkan Pemkab Mojokerto yang mengeluarkan izin pada pabrik yang dianggap telah membawa petaka lingkungan tersebut.

Mereka mempermasalahkan SK Bupati Mojokerto No 188/1886/Kep/416-110/2017 tentang izin lingkungan kegiatan usaha industrial tersebut. "Sebetulnya sudah ada audit melibatkan perguruan tinggi seperti UGM, tapi mereka minta dilakukan audit ulang," ujar Hari.

Para warga misalnya mempersoalkan tentang tanaman jagung dan cabe yang rusak diduga akibat pencemaran. Padahal penelitian tim ahli menyebutkan bahwa komoditas itu rusak karena kondisi tanah berkapur dan budidaya yang tidak maksimal.

Menurut Asisten Direktur PT PRIA, Mujiono, pihaknya juga sudah rutin memberi kompensasi gagal panen Rp3-5 juta per pemilik lahan, meski kesalahan bukan berada di posisi mereka. "Kami akhirnya tidak sanggup ketika belakangan mereka meminta Rp10 juta per pemilik lahan," ujarnya.

Pihaknya juga mempersoalkan tentang tudingan penyakit kulit dan gudig yang diderita anak-anak setempat. Hasil penelitian Dinkes Mojokerto, kata  dia, memastikan penyakit itu akibat sanitasi buruk dan bukan imbas dari operasional pabrik.

Meski demikian, pihaknya mengaku sudah mengalokasikan anggaran Rp20 juta perbulan untuk obat-obatan di klinik gratis yang disediakan bagi warga setempat. Angka itu belum termasuk sumbangan rutin Rp25 juta per dusun, santunan untuk lansia Rp30 juta per bulan, hingga perbaikan jalan Rp20-30 juta per bulan.

Dalam gugatannya, warga Desa Lakardowo  berharap agar izin PT PRIA dicabut. Mereka tidak peduli meski 85% dari total 1.050 karyawan di perusahaan tersebut, merupakan warga setempat.

Sidang ditunda pekan depan karena saksi dari pihak penggugat belum siap. "Pekan depan kami siap mengajukan tiga orang saksi," ujar kuasa hukum warga Lakardowo, Rully.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat