unescoworldheritagesites.com

Kelola SADA, Pansus 41 DPRD Kota Bekasi Kolaborasi dengan KemenhumHam - News

Ketua Pansus 41 DPRD Kota Bekasi, Rudy Heryansyah (Ist)

: Panitia Khusus (Pansus) 41 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bekasi berkolaborasi dengan Kanwil Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Jawa Barat terkait Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Satu Data (SADA) dan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengarusutamaan Gender (PUG).

Raperda tersebut membahas aspek pengelolaan satu data yang terkait dengan Peraturan Presiden (Perpres) 39/2019.

"Jadi, Perpres 39/2019 ini berisi tentang pendelegasian tiga peraturan kepala daerah terkait Walidata, Produsen Data, dan Sekretariat Forum Satu Data. Dalam konteks ini, pembentukan tiga Raperkada menjadi prioritas," ungkap Ketua Pansus 41 DPRD Kota Bekasi, Rudy Heryansyah, Jumat (28/7/2023)

Pembentukan Raperda memerlukan urgensi terkait pemberdayaan masyarakat, penerapan sanksi pidana, dan kerangka kerja lintas sektoral. Jika ketiga kriteria ini tidak terpenuhi, maka lebih tepat untuk mengaturnya melalui Raperkada (Peraturan Daerah Khusus).

"Ini membantu memastikan regulasi yang tepat sesuai dengan tingkat kepentingan dan dampak dari peraturan yang diusulkan," papar politisi PDI Perjuangan ini.

Jika Raperda pengelolaan satu data tidak memenuhi ketiga kriteria tersebut, maka lebih tepat untuk membentuk Raperkada. Terkait dengan Undang-Undang pembentukan Kota Bekasi, sepertinya ada perbedaan antara Raperda pertama dan kedua.

Raperda ini akan memperluas ruang lingkup dengan menambahkan ketentuan yang tidak ada dalam Perpres, seperti halnya verifikasi data. Selain itu, dalam Raperda ini juga disebutkan tentang "perda satu data daerah" yang berkaitan dengan portal satu data.

"Ini menunjukkan adanya penekanan pada pengaturan data di tingkat daerah sesuai dengan prinsip-prinsip yang dijelaskan dalam Raperda tersebut," terangnya.

Pengadopsian pengantar adalah tindakan yang masuk akal. Terkait judul Raperda, menggunakan istilah "pengarusutamaan gender" sepertinya mencerminkan perubahan dalam pendekatan untuk mengatur perempuan dan laki-laki dengan fokus pada komposisi yang seimbang, mengingat perubahan dalam Permendagri.

Terkait sanksi administratif, implementasinya bisa menjadi kompleks karena pemerintah daerah yang memberikan sanksi juga merupakan entitas yang dikenai sanksi dalam ruang lingkup internal. Ini dapat menimbulkan tantangan dalam mengatur mekanisme dan konsistensi penerapan sanksi.

"Diperlukan perencanaan dan koordinasi yang cermat untuk memastikan efektivitas dan transparansi dari sistem sanksi administratif yang diatur dalam Raperda," katanya.

Raperda pengarusutamaan gender dapat mengatur rencana aksi daerah yang bertujuan untuk mewujudkan kesetaraan gender. Pembentukan Raperda dalam bentuk peraturan daerah (Perda) masih relevan dan dapat dibenarkan karena memungkinkan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan dan pengaturan terkait pengarusutamaan gender di tingkat daerah.

"Ini juga dapat membantu menciptakan komitmen dan dukungan yang lebih luas dalam menerapkan prinsip-prinsip pengarusutamaan gender," pungkasnya. (ADV)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat