: Seorang pelari yang mengayunkan kaki tertatih-tatih namun dipaksa terus berlari menuju finis sampai kepayahan. Kurang lebih seperti itulah kondisi sebagian warga masyarakat saat ini. Didera kesulitan sepanjang selama dua tahun lebih masa kritis Covid-19 atau Corona menyebabkan aktivitas-aktivitas usaha/penghidupan menjadi terseok-seok dan terkapar.
Tidak hanya terpuruk tetapi juga banyak yang bangkrut, gulung tikar tak beraktivitas lagi. Covid-19 melandai maka mulai mencoba bangkit dengan segala keterbatasan. Belum bisa derdiri apalagi pulih dan “bernafas” stabil tiba-tiba dihantam bakal bertubi-tubi dengan kenaikan harga BBM dengan segala dampak ikutannya. Ironisnya lagi harga BBM jenis pertalite mengalami kenaikan lebih tinggi. BBM jenis pertalite ini lebih banyak dipergunakan masyarakat menengah ke bawah.
Oleh karena itu pula, Sebagian besar masyarakat tak setuju kalau harga bahan bakar minyak BBM dinaikan, apalagi membubung selangit seperti saat ini.
“Dua tahun lebih kita didera Covid-19 maka tentu saja lebih sepakat jika pemerintah tetap memberikan subsidi BBM walau hal itu membebani Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN),” ujar seorang pensiunan ASN di Bekasi, Minggu (4/9/2022).
Dari hasil survei yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada Agustus 2022 kepada 1.220 responden yang diumumkan secara daring, Minggu (4/9/2022), juga menunjukan penolakan sebagian besar masyarakat itu.
"Sekitar 60 persen atau tepatnya 58,7 persen responden tidak setuju jika harga BBM naik. Hanya 26,5 persen responden yang menyatakan setuju harga BBM dinaikan. Sisanya sekitar 14,8 persen tidak tahu," demikian Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan, Minggu (4/9/2022).
Baca Juga: Harga BBM Naik, Pertalite Jadi 10.000 Rupiah Per Liter Mulai Sore Ini
Ke-58,7 persen responden yang meminta harga BBM tidak naik itu menganggap harga BBM mestinya tak naik walaupun harga minyak dunia mengalami kenaikan, apalagi jika harga BBM dunia justru turun.
Responden pun menilai tak masalah beban pemerintah semakin tinggi di antaranya berhutang untuk mempertahankan harga BBM.
Dari survei itu juga diperoleh kesimpulan bahwa sekitar 58,1 persen responden lebih setuju pemerintah memberikan subsidi kepada masyarakat dalam bentuk subsidi harga barang ketimbang subsidi tunai.
Subsidi barang dianggap bisa dinikmati seluruh masyarakat dengan harga terjangkau. Sementara hanya sekitar 39,5 persen responden yang setuju subsidi tunai diberikan secara langsung kepada masyarakat yang membutuhkan.
Survei ini dilakukan secara random (multistage random sampling) 1220 responden. Margin of error dari ukuran sampel tersebut sebesar kurang lebih 2.9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen (dengan asumsi simple random sampling).
Responden diwawancarai lewat tatap muka oleh pewawancara yang telah dilatih. Quality control terhadap hasil wawancara dilakukan secara random sebesar 20 persen dari total sampel oleh supervisor dengan kembali mendatangi responden terpilih (spot check). Dalam quality control tidak ditemukan kesalahan berarti.
Hasil survey LSI ini sejalan dengan sikap PP Hima Persis, PP Himi Persis, dan PP Ikatan Pelajar Persis Putri (IPPI). Kenaikan harga BBM dikhawatirkan memunculkan krisis baru.