unescoworldheritagesites.com

Dosen UNS Kembangkan Panel Akustik Dari Limbah Popok Sekali Pakai - News

Panel akuatik dari limbah popok sekali pakai yang dikembangkan dosen UNS Solo

SOLO: Limbah popok sekali pakai ternyata bisa digunakan untuk panel akustik atau peredam suara. Seperti yang telah dikembangkan Prabang Setyono, Dosen Ilmu Lingkungan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo.

Selama delapan bulan penelitiannya pada tahun 2018, Prabang berhasil mengubah limbah popok sekali pakai menjadi teknologi tepat guna dan bernilai ekonomi lebih tinggi. Yakni sebuah prototipe panel akustik atau peredam suara dalam ruang berbahan utama popok sekali pakai.

"Ini berawal dari keresahan saya dengan keberadaan limbah popok sekali pakai yang sulit terurai dan dalam jumlah besar di Indonesia. Serta pola kebiasaan impor peredam suara atau panel akustik berbahan glasswool di Indonesia yang memiliki harga cukup mahal," jelas Prabang, Selasa (12/5/2020).

Sedangkan industri membutuhkan peredam suara dengan harga terjangkau, efektif, dan sebisa mungkin berbahan dasar lokal atau tidak perlu impor. Dari pemikiran tersebut Kepala Program Studi (Kaprodi) Ilmu Lingkungan UNS tersebut melakukan penelitian dengan mengubah limbah popok sekali pakai menjadi peredam suara.

"Sebagai orang lingkungan, saya juga berpikir dari aspek lingkungan dan bagaimana mengurangi waste atau limbah," jelasnya lagi.

Menurut Prabang, seorang anak sejak bayi hingga mampu buang air di toilet secara mandiri, bisa menghabiskan sekitar 4.000 popok. Berdasarkan data dari katadata.co.id, pada tahun 2018 jumlah bayi usia 0—3 bulan di Indonesia mencapai angka 23.729.600 bayi. Jika 50% dari jumlah tersebut menggunakan popok sekali pakai, maka jumlah limbah di Indonesia sangat besar.

“Pembuangan popok itu masih sering sembarangan, misal di sungai. Semakin terendam di air, popok semakin sulit diurai terutama gel di dalamnya. Bisa sepuluh tahun terawetkan. Itu juga dapat mengganggu kesehatan air sungai,” paparnya.

Popok sekali pakai mengandung senyawa kimia Super Absorbent Polymer (SAP) sebanyak 42% yang akan berubah bentuk menjadi gel saat terkena air. Apabila terurai dalam air, zat kimia ini dapat berbahaya bagi lingkungan. Bahkan, meskipun dihilangkan dengan cara dibakar, gel di dalamnya tidak dapat terbakar dengan baik.

"Saya memilik limbah popok sekali pakai untuk peredam suara, selain karena jumlahnya sangat banyak ternyata memenuhi kriteria bahan baku peredam suara atau panel akustik," katanya.

Kriteria tersebut adalah popok berbentuk serabut-serabut dan memiliki celah pada bubuk-bubuk di dalamnya yang bertumpuk-tumpuk.

“Gelombang suara akan lebih mudah diredam atau diresapkan apabila celahnya bertumpuk-tumpuk. Ini lebih efektif daripada yang  datar (flat),” katanya lagi.

Sebelum digunakan, limbah popok tersebut harus didesinfektan dengan cairan clorin kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari supaya mikroba infeksinya hilang. Karena setelah dipakai popok mengandung bakteri dan beragam kuman bawaan dari hasil ekskresi tubuh.

Selain itu Prabang juga menggunakan kertas daur ulang yang biasa digunakan untuk tempat menaruh telur untuk membungkus popok. Sebab jika tidak dibungkus dengan kertas, nilai estetiknya kurang.

"Bentuknya itu kan berlekuk-lekuk, ini sangat bagus untuk meredam suara. Secara estetikanya juga bagus. Tapi karena ini masih prototipe, maka belum terlalu rapi pengemasannya,” ujarnya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat