unescoworldheritagesites.com

PGLII Tolak Diberlakukan RUU Pesantren & Pendidikan Keagamaan - News

PGLII

JAKARTA:  Persekutuan Gereja-gereja dan Lembaga-lembaga Injil Indonesia PGLlI menyoroti  penetapan Dewan Perwakilan (DPR) pada rapat paripurna pada Selasa, 16 Oktober 2018 lalu tentang Rancangan Undang-Undang Pesantren dan Keagamaan yang secara inisiatif diusulkan oleh DPR RI dan menjadi pembahasan legislasi nasional. 

Pasalnya,  PGLII menilai bahwa setelah dicermati dan dipelajari RUU tersebut sangat bertententangan dengan nilai-nilai, pendidikan, peribadatan dan tata kelola dalam kehidupan umat Kristiani. Persekutuan Gereja-gereja dan Lembaga-lembaga Injil Indonesia menolak diberlakukan RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan di kalangan umat Kristen.

"Kami menolak kalau RUU itu diberlakukan. Pertama, karena RUU ini dibuat tanpa sepengetahuan umat Kristen. Seharusnya mereka itu jangan masuk kamar orang lain,  ini kan menyangkut hak asasi manusia, perihal agama atau keagamaan merupakan bentuk harmoni antara pengakuan atas hak asasi manusia dan keaelamatan negara,” ujar Ketua Umum PGLII Pdt DR. Rony Mandang M.Th  didampingi Sekretaris Pdt. Dr Freddy Soenyoto M.Th di kantor PGLII  Jakarta, Jumat (2/11/2018).

Dia berharap peraturan tidak boleh mengancam eksistensi hak orang lain serta keselamatan kolektif. Sementara, hak untuk memeluk agama dan beribadat menurut agamanya adalah hak setiap orang yang tidak dapat dipisahkan oleh apapun (non-derogable rights) sesuai pasal 28E (1) UUD 1945.

Rony menyatakan seharusnya pelaksanaan dari hak tersebut sesuai dengan ketentuan UU yang berlaku. Demikian  juga perihal pendidikan keagamaan, acuan utama segala bentuk regulasi adalah UUD 1945 dan UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia.

“Setiap agama tersusun dari ajaran dan praktek sehingga sudah menjadi hakikat lembaga pendidikan agama untuk sewajarnya menampilkan kedua hal tersebut. Oleh karena itu, definisi pendidikan keagamaan bagi masing-masing lembaga pendidikan agama haruslah sama atau identik demi menjaga dan menjamin terpenuhinya perlindungan atas hakikat agama dan lembaga pendidikan agama,” tuturnya.

Dalam hal ini perlu dipertimbangkan ulang perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam pasal 1.4 dengan pasal 1.8-11. Perbedaan ini jelas tidak sejalan dengan bunyi pasal 30 (1) UU 20/2003 yang dengan jelas mengatakan pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan  menjadi ahli ilmu agama.

 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat