JAKARTA: Laporan global tuberkulosis yang dipublikasikan World Health Organization (WHO) menegaskan tidak ada negara yang bebas dari penyakit menular ini.
Pada tahun 2017, diperkirakan 842.000 orang Indonesia jatuh sakit karena Mycobacterium Tuberculosis, diantaranya adalah 23.000 orang dengan TBC resisten obat. Ironisnya, sebanyak tujuh puluh lima persen dari orang yang sakit tuberkulosis di Indonesia adalah kelompok usia produktif. Situasi ini merupakan ancaman terhadap salah satu agenda rencana pembangunan jangka menengah 2020-2024 yaitu meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing.
Demikian pendapat Duta Tuberkulosis Indonesia, dr Sonia Wibisono dalam forum pertemuan pemangku kepentingan terkait ancaman Tuberculosis global yang berlangsung di Jakarta.
Lebih dari 100 pemimpin dunia usaha, kaum muda, aktor pembangunan lintas sektoral dan kesehatan serta Duta Besar manca negara berkumpul pada acara kemitraan untuk tuberkulosis (TBC) bertajuk “A Night in Unity” di Soehanna Hall, Menara Niaga, Sudirman, Jakarta Selatan, Selasa (3/8/2019).
Menurut dr Sonia Wibisono, pertemuan yang dihadiri oleh para pemimpin dari berbagai sektor seperti Stop TB Partnership Indonesia bersama Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dengan dukungan oleh Stop TB Partnership (global) ini berupaya meningkatkan perhatian publik bahwa TBC merupakan permasalahan bersama yang berdampak pada aspek sosial, ekonomi, dan politik.
Dr. Viorel Soltan selaku Ketua Tim untuk Dukungan dan Dampak bagi Negara dan Komunitas dari Stop TB Partnership mengatakan di tahun 2017, TBC resisten obat merenggut 230.000 jiwa dan hal ini menyebabkan kerugian ekonomi hingga 17.8 Miliar Dollar AS dalam setahun.
Urgensi permasalahan ini tertuang dalam deklarasi politis yang dihasilkan dari UN High Level Meeting on TB dengan tujuan mengakhiri TBC 2030. Kepemimpinan dan keberhasilan Indonesia mengatasi epidemi ini akan berkontribusi secara positif terhadap pencapaian upaya global dalam mengakhiri TBC.
Stop TB Partnership (global), bersama dengan dengan Stop TB Partnership Indonesia, bekerja untuk memastikan permasalahan ini teratasi dengan pendekatan multi-sektor.
Menteri Kesehatan, Prof. Dr. dr. Nila Moeloek, SpM(K) yang menghadiri pertemuan ini menegaskan TBC perlu menjadi prioritas lintas sektor.
“Saat ini Pemerintah Indonesia memperkuat infrastruktur yang akan meningkatkan konektivitas dan mobilitas masyarakat antar daerah, bahkan lintas pulau. Kalau TBC tidak dapat dikendalikan lintas sektor, penyebaran TBC di Indonesia dapat semakin meluas dan membebani negara,” ujar Menkes Nila Moeloek.
Menurutnya, dengan target eliminasi TBC 2030, Indonesia membutuhkan aksi dari sektor lain dalam upaya mengakhiri TBC.
“Media dapat membantu meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya penyakit ini lewat wadah media cetak maupun daring. Dari bidang perhubungan, perlu turut memastikan semua mode transportasi mengimplementasikan sistem pencegahan dan penanggulangan infeksi yang berkualitas. Dari bidang sosial dan kewirausahaan, swasta maupun publik, juga perlu terlibat memastikan bagaimana pasien TBC terutama yang kurang mampu agar mempunyai perlindungan sosial. Mereka tetap membutuhkan pemasukan yang cukup semasa pengobatan yang panjang untuk membeli makan yang bergizi. Di bidang pendidikan, sistem Unit Kesehatan Sekolah dapat dimanfaatkan untuk memantau gejala TBC pada guru maupun murid," urainya.
Pentingnya keterlibatan berbagai pihak juga ditekankan oleh Arifin Panigoro, selaku Ketua Dewan Pembina Stop TB Partnership Indonesia.
“September 2018 lalu, para pemimpin negara membaca deklarasi politis di Sidang PBB untuk TBC, salah satu poinnya adalah menggerakkan lintas sektor sebagai aktor penutup kesenjangan dalam merespon epidemi tuberkulosis. Ini komitmen politis yang juga harus segera diterjemahkan di tingkat nasional oleh sektor publik dan swasta. Dari sudut pandang moral maupun ekonomi, investasi untuk menguatkan program TBC secara komprehensif, termasuk untuk riset serta pengembangan inovasi, adalah jawaban logis untuk membantu Indonesia mencapai target eliminasi TBC 2030,”ujar Arifin Panigoro.