: Pakar kependudukan Prof,Dr, Haryono Suyono, MA, PhD menyanyangkan para capres- cawapres Pemilu 2024 tidak ada yang punya komitmen memperhatikan masalah kependudukan atau demografi Indonesia yang bisa menjadi persoalan besar untuk mencapai target Indonesia emas 2045.
"Saya perhatikan tidak ada satupun capres dan cawapres yang yang berdebat di KPU menyampaikan visi misi yang membahas masalah kependudukan kita. Padahal demografi ini bisa menjadi problem serius jika tidak ada komitmen kuat dari pemerintah mengatur pertumbuhan penduduk Indonesia," ujar Menko Kesra Kabinet Reformasi yang juga Ketua BKKBN Haryono Suyono saat menyampaikan sambutan reuni dengan wartawan senior peliput Menko Kesra, BKKBN dan Yayasan Damandiri di kediamannya Jalan Pengadegan Selatan IX No 4, Pancoran, Jakarta Selatan, Selasa (39/1/2024).
"Angka kelahiran di Indonesia akan terus membengkak, bonus demografi yang diharapkan terwujud pada tahun 2030 hingga 45 malah bisa menjadi masalah, jika tidak mendapat perhatian serius dari pemerintah hasil Pemilu 2024 ," ujar mantan Ketua Yayasan Damandiri.
Baca Juga: Fase Bonus Demografi, Kepala BKKBN Sebut Keluarga Jadi Pintu Utama Perbaikan Kualitas SDM
Lebih lanjut Haryono Suyono menegaskan, Indonesia diperkirakan akan menghadapi era bonus demografi beberapa tahun ke depan, tepatnya pada tahun 2030 hingga 2040.
Bonus demografi yang dimaksud adalah masa di mana penduduk usia produktif (15-64 tahun) akan lebih besar dibanding usia nonproduktif (65 tahun ke atas) dengan proporsi lebih dari 60% dari total jumlah penduduk Indonesia.
"Momentum tersebut tentu saja harus dihadapi dengan perencanaan yang matang. BKKBN harus menjadi ujung tombak dalam pengaturan program KB, tentu saja bersama-sama dengan kementerian lainnya," kata Haryono Suyono yang digelari Bapak KB dan Pemberdayaan Keluarga ini.
Haryono Suyono menilai, BKKBN saat ini telah keliru dalam menjalankan program kependudukan di era 10 tahun terakhir.
"Saya tidak mengira, program KB dan program penanganan stunting yang dilakukan BKKBN dikerahkan secara keliru. Seharusnya stunting dilakukan bagi generasi muda, utamanya para gadis sebelum dan sesudah kelahiran.
Saat ini, kata Haryono Suyono, aseptor KB sudah habis, karena sudah memasuki masa pensiun. Sekarang aseptor KB yang baru perlu mendapat perhatian yang besar dari pemerintah.
Baca Juga: BKKBN Luncurkan Alat Permainan untuk Optimalkan Tumbuh Kembang dan Karakter Anak
Aseptor KB saat ini, kata Haryono Suyono lebih banyak dilakukan secara mandiri. Mereka sekarang sebagian besar aseptor KB (Ibu- Ibu muda) berpendidikan tinggi, jadi telah memiliki kesadaran yang tinggi dalam mengatur kelahiran anak-anaknya.
Sementara itu mantan pejabat BKKBN DR Sudarmadi menambahkan, peran media massa dalam memberitakan program KB sangat penting.
"Program, Kinerja BKKBN dan kantor Menko Kesra tidak bisa dimengerti, tersosialisasikan kepada masyarakat tanpa peran media massa.
"Sosialisasi program peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), KB dan penanggulangan kebencanaan menjadi prioritas Prof Haryono Suyono, sehingga media massa menjadi mitra strategis," kata Sudarmadi.
Baca Juga: Warna Warni Lampion Sambut Imlek di Solo Mulai Dipasang
Peningkatan kualitas keluarga melalui Pos Berberdayaan Keluarga ( Posdaya) terus dikembangkan dari Sabang hingga Meraoke.
Terdapat ribuan Posdaya di seluruh Indonesia saat Prof Haryono Suyono berperan penting dalam meningkatkan kesejahteran keluarga.
Mantan pimpinan Yayasan Damandiri, DR.Mazwar Nurdin menambahkan, BKKBN tidak bisa seperti dulu, zaman sudah beda.
"Pemerintah sekarang lebih banyak mengurusi anak- anak stunting Namun karena tidak fokus, maka target 14 persen angka stunting berkurang juga tidak tercapai.
"BKKBN di masa kita sangat kinerjanya sangat aktif. Berbeda dengan sekarang," ucapnya. Mantan pegawai Yayasan Damandiri, Prof Oos M Anwas menambahkan bahwa program kependudukan dan pemberdayaan sosial sekarang ini lebih banyak charity. ***