unescoworldheritagesites.com

Kekerasan KKB Papua Bertujuan Sabotase Pembangunan Infrastruktur - News

Digelar diskusi virtual terkait serangan KKB Papua yang menyerang warga sipil.  (Papua)

 

 



: Aksi serangan kelompok kriminal bersenjata ( KKB) di Beoga, Kabupaten Puncak, Papua, menewaskan delapan karyawan PT Palapa Timur Telematika (PTT) pada awal Maret 2022, terulang lagi.

 Penyerangan oleh KKB Papua bukan hanya dilakukan kepada tentara dan polisi saja. Warga sipil juga tidak jarang mendapat serangan. Teror penembakan ini semakin menegaskan kelompok KKB yaitu TPNPB dan OPM berupaya menghalangi upaya pembangunan di Papua dan menghadirkan ketakutan di tengah masyarakat Papua
tindakan biadab dan keji yang dilakukan kelompok teroris tersebut mendapat banyak kecaman dari berbagai pihak.

 Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional – Pemuda Adat Papua (DPN-PAP) Jan Christian Arebo, mengecam dan mengutuk tindakan yang tidak manusiawi yang dilakukan oleh TPN PB tersebut.

“Penembakan yang dilakukan KKB ini sudah dikategorikan sebagai pelanggaran HAM sehingga saya katakan bahwa kelompok teroris yang melakukan penembakan terhadap 8 orang pekerja Telkom di distrik Beoga adalah tindakan pelanggaran HAM”, katanya.

Menurutnya, warga Papua sejatinya tidak ada yang menolak pembangunan infrastruktur. Mereka tidak anti-pendatang dan tidak anti-investasi.

Pembangunan oleh pemerintah RI juga tetap harus jalan terus untuk rasa keadilan sosial rakyat Indonesia.

 Proyek pembangunan yang sedang berjalan adalah penyempurnaan konektivitas di Tanah Papua baik trans papua maupun jaringan telekomukasi.

“KKB semakin berani dan semakin brutal melakukan aksinya karena merasa ada dukungan. Saya tahu ada peran-peran oknum  di Papua yang mengatasnamakan Dewan Gereja sampai hari ini terus bersuara mendukung Papua Merdeka dan meminta dewan HAM PBB untuk memeriksa pelanggaran HAM di Papua.” ucapnya pada Webinar violence and Sabotage of infrastructure development in Papua, Rabu (30/3/2022) yang diselenggarakan pustaka compass dan INC TV.

Ia mengatakan bahwa di Papua ada aktor, oknum-oknum tertentu yang menginginkan Papua tidak kondusif.

 Kemudian menyebarkan berita-berita melalui media sosial, seolah- olah Papua tidak kondusif dan dimainkan oleh aktor luar negeri seperti Benny Wenda untuk memperjuangkan Papua Merdeka.

“Sebagai generasi Papua yang punya semangat kebangsaan dan cinta NKRI saya akan terus menjadi garda terdepan untuk menjaga Papua dalam NKRI. Hal – hal yang terus mengatasnamakan orang Papua akan terus saya tolak karena kami tidak pernah meminta referendum, kami ingin Papua tetap dalam NKRI,” tuturnya.

Hal yang sama terkait KKB,  disampaikan Director of CISSRec, Dr. Pratama Persadha, bahwa KKB pasti memiliki pendukung dibelakangnya karena mereka punya akses senjata api kelompok teroris.

“Isu terkait keamanan Papua bergerak sangat dinamis di media mainstream dan media sosial. Di Media mainstream, persepsi publik pada pembangunan Papua (sosialisasinya) berada dalam prosentase positif netral sebanyak 77%,” ujar pakar cyber ini.

Pergerakan isu yang berkembang di media sosial memiliki perbedaan karakter, yang perlu diperhatikandalam topik Papua, Twitter lebih politis, digunakan untuk menarik perhatian netizen simpatisan dalam negeri dan luar negeri.

Facebook lebih organic, perlu mendapat perhatian karena berpotensi menggerakkan aksi dan emosional. Instagram lebih bicara visual.

Sejalan dengan itu, anggota Komisi I DPR RI Helmy Faishal mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama tetap tenang agar pembangunan infrastruktur telekomunikasi dapat dilakukan dengan lancar di Papua.

“Kita harus tunjukkan ke dunia internasional yang selama ini punya perhatian khusus terhadap Papua seperti Australia, Belanda, Amerika, dan Inggris, bahwa jika kita melihat secara riil dalam konteks pembangunan bersifat komprehensif, telah ada upaya-upaya yang serius, tinggal kita melakukan zonasi, daerah-daerah mana yang dalam konteks pengembangan SDM merupakan kerja keras dan kerja cerdas,” ucap politisi PKB tersebut.

Namun, menurut salah satu staff utama KSP, Theo Litaay , bahwa Faktor utama permasalahan di Papua adalah kepemimpinan. Penting sekali kepemimpinan sebuah provinsi harus memiliki komitmen yang kuat terhadap program – program pembangunan.

“Secara resmi dengan adanya revisi UU Otsus, maka sistem Otsus yang diberlakukan di Papua akan lebih dirasakan pengaruhnya, terutama adanya mekanisme transfer langsung dan terpisah antara provinsi dan Kabupaten/Kota. Simulasi yang dilakukan menunjukkan bahwa manfaatnya akan sangat besar sekali dirasakan.” ucapnya lagi.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat