unescoworldheritagesites.com

Penyidik Kejati DKI Tetapkan Dua Tersangka Kasus Mafia Tanah Cipayung - News

: Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta menetapkan dua orang sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan lahan untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Cipayung, Jakarta Timur, oleh Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Pemprov DKI Jakarta. Kedua tersangka tersebut baru dari unsur swastanya, sedangkan unsur pejabat Pemprov DKI Jakarta yang dalam penyidikan disebut-sebut menikmati pula uang korupsi tersebut belum ada ditetapkan sebagai tersangka. 

Kasipenkum Kejati DKI Jakarta Ashari Syam menyebutkan kedua tersangka itu inisial LD selaku notaris dan MTT dari pihak swasta yang diduga merupakan mafia tanah dalam kasus tersebut. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka sejak Senin (13/6/2022) berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor : TAP-58 dan Nomor: TAP-59/M.1/Fd.1/06/2022 tanggal 13 Juni 2022.

Tersangka LD dipersalahkan penyidik Kejati DKI melanggar pasal 2 ayat (1) Pasal 3, Pasal 5 ayat (1),  Pasal 13 Jo. Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Pemberantasan Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sedangkan tersangka MTT disangka melanggar Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 11, Pasal 12 huruf b Jo. Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Pemberantasan Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Menanggapi belum adanya bekas atau pejabat Pemprov DKI sebagai tersangka dalam kasus tersebut, Kajati DKI Dr Reda Manthovani menyatakan akan segera menyusul. “Oknum (para pejabat atau bekas) tentu saja menyusul,” ujar Reda, Rabu (15/6/2022). Namun, Reda enggan menyebutkan nama-namanya dan menjelaskan lebih lanjut penanganan terhadap para oknum pejabat Pemprov DKI, khususnya dari Dinas Pertamanan dan Lahan Kota (Distamhut) DKI Jakarta tersebut. “Ikuti saja perkembangannya,” ujarnya. Terkait kasus ini, tiga bekas pejabat Distamhut DKI yang dicegah antara lain HH, PWN dan HSW.

Kasus mafia tanah ini berawal ketika Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2018 melakukan pembebasan lahan milik delapan pemilik di Kelurahan Setu Kecamatan Cipayung guna kepentingan pengembangan RTH di Jakarta.
Namun dalam pelaksanaan pembebasan lahannya yang berlokasi di RT 008 RW 03 Kelurahan Setu ternyata tidak ada Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah dan tidak ada Peta Informasi Rencana Kota dari Dinas Tata Kota.

Selain itu, kata Kasipenkum Kejati DKI, tidak ada permohonan informasi aset kepada Badan Pengelola Aset Daerah (BPAD) dan tidak ada persetujuan Gubernur Provinsi DKI Jakarta. “Sementara dalam proses pembebasan lahan terdapat kerja sama antara tersangka LD dan MTT dengan pihak lainnya sehingga lahan di Kelurahan Setu Kecamatan Cipayung dapat dibebaskan Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta,” ungkapnya.

Modusnya, ungkap Ashari, tersangka LD bersama-sama dengan pihak lain melakukan pengaturan atau pembentukan harga terhadap delapan pemilik atas sembilan bidang tanah yang dibebaskan. “Yaitu pemilik lahan seharusnya hanya terima uang ganti rugi sebesar Rp1,6 juta permeter, namun berdasarkan peran masing-masing tersangka sehingga Dinas Kehutanan membayar uang ganti rugi rata-rata Rp2,7 juta permeter,” kata Ashari.

Sehingga, ungkap dia, total uang pembebasan lahan yang dibayar sebesar Rp46 miliar lebih dengan total uang ganti rugi diterima pemilik lahan hanya sebesar Rp28 miliar lebih. “Sisanya dinikmati para tersangka dan pihak lain sebesar Rp17,7 miliar. Dimana uangnya kemudian dibagikan ke sejumlah pihak, termasuk pihak Dinas Kehutanan dan pihak lainnya melalui tersangka MTT,” tuturnya seraya menyebutkan bahwa proses pembebasan lahan tersebut menyalahi ketentuan Pasal 45, Pasal 55 Peraturan Gubernur Nomor 82 tahun 2017 tentang Pedoman pengadaan tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan umum terkait Rencana Pengadaan.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat