unescoworldheritagesites.com

21 Orang Tua Korban Gagal Ginjal Ingin Audensi Menkes Ditolak, Poros Rawamangun Sayangkan Sikap ASN - News

Menkes Budi Gunardi Sadikin

 

: Jargon Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai abdi negara dan juga sebagai pelayan masyarakat, tampaknya hal itu terkesan basa-basi belaka. 

Pasalnya, pada realitasnya masih banyak dijumpai aparatur negara, yang enggan melakukan pelayanan kepada masyarakat secara tulus, iklas dan optimal, bahkan seringkali dijumpai tindakan abdi negara tersebut, yang tidak merespon aspirasi dan tidak peduli terhadap keberadaan masyarakat yang ingin menyampaikan keluhannya ke instansi negara.

Realitas ini terjadi saat adanya penolakan permohonan audensi Poros Rawamangun kepada Menteri Kesehatan dilakukan oleh staf Kementerian Kesehatan RI yang notabene, dia adalah Aparatur Sipil Negara, yang semestinya paham soal tupoksinya untuk melayani masyarakat, dan itu diatur dalam Undang-Undang No 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara.

Baca Juga: LSM Poros Rawamangun: Segera Bentuk TGPF, Usut Tuntas Kasus Gangguan Ginjal Akut Kejahatan Luar Biasa

Di dalam Undang-Undang tersebut sudah diperjelas adanya tugas ASN adalah memberikan pelayanan public secara professional, dan menghormati kepada masyarakat yang ingin menyampaikan aspirasi.

Demikian disampaikan Rudy Darmawanto, SH, Ketua Poros Rawamangun kepada wartawan, Senin ( 14/11/2022) di Jakarta.

“Kami sudah memenuhi prosedur, mekanisme dan etika, melalui mengirim surat permohonan audensi ke Menkes, tapi ternyata jawaban atas surat kami tersebut, membuat kami terkejut, surat kami  ditolak, kemudian hanya diberitahu melalui aplikasi Whatshapp, penolakan tersebut tanpa disebutkan alasannya, ini kan tidak profesional, dan juga tidak menghargai komunikasi, konsultasi, dan kerja sama dengan komponen masyarakat,”ucap Rudy.

Jargon Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai abdi negara dan juga sebagai pelayan masyarakat, nampaknya hal itu terkesan basa-basi belaka. 

Pasalnya, pada realitasnya masih banyak dijumpai aparatur negara, yang enggan melakukan pelayanan kepada masyarakat secara tulus, iklas dan optimal, bahkan seringkali dijumpai tindakan abdi negara tersebut, yang tidak merespon aspirasi dan tidak peduli terhadap keberadaan masyarakat yang ingin menyampaikan keluhannya ke instansi negara.

 Realitas ini terjadi saat adanya penolakan permohonan audensi Poros Rawamangun kepada Menteri Kesehatan dilakukan oleh staf Kementerian Kesehatan RI yang notabene, dia adalah Aparatur Sipil Negara, yang semestinya paham soal tupoksinya untuk melayani masyarakat, dan itu diatur dalam Undang-Undang No 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara.

Baca Juga: LSM Poros Rawamangun: Segera Bentuk TGPF, Usut Tuntas Kasus Gangguan Ginjal Akut Kejahatan Luar Biasa

Di dalam Undang-Undang tersebut sudah diperjelas adanya tugas ASN adalah memberikan pelayanan public secara professional, dan menghormati kepada masyarakat yang ingin menyampaikan aspirasi.

Demikian disampaikan Rudy Darmawanto, SH, Ketua Poros Rawamangun kepada wartawan, Senin ( 14/11/2022) di Jakarta.

“Kami sudah memenuhi prosedur, mekanisme dan etika, melalui mengirim surat permohonan audensi ke Menkes, tapi ternyata jawaban atas surat kami tersebut, membuat kami terkejut, surat kami  ditolak, kemudian hanya diberitahu melalui aplikasi Whatshapp, penolakan tersebut tanpa disebutkan alasannya, ini kan tidak profesional, dan juga tidak menghargai komunikasi, konsultasi, dan kerja sama dengan komponen masyarakat,”ucap Rudy.

Menurut Rudy, pada tanggal 8 November 2022, dirinya bersurat ke Kementerian Kesehatan, isi surat itu adalah permohonan audensi dengan Menteri Kesehatan RI, untuk menyampaikan keluhan dari keluarga korban kepada Menteri Kesehatan, dan sekaligus membicarakan langkah solusi bagi korban beserta keluarganya dari kalangan prasejahtera ini, yang sudah sekian lama mengalami penderitaan karena anaknya mengidap gangguan ginjal akut.

 Adapun langkah bersurat ke Menteri Kesehatan tersebut, juga merupakan langkah komunikatif, konsultatif dan juga menjalin kerja sama dalam penanganan kasus gangguan gagal ginjal akut ini yang datang ke posko Poros Rawamangun sebanyak 21 orang akibat gagal ginjal akut anak, tapi ternyata niat baik tersebut ditolak oleh Kemenkes tanpa alasan yang jelas.

Padahal  di dalam pasal 4 Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang ASN, telah disebutkan nilai dasar ASN yakni menghargai komunikasi, konsultasi, dan kerja sama, akan tetapi dengan adanya penolakan dari Kemenkes tersebut, ini berarti mengabaikan salah satu nilai dasar sebagai ASN.

“Selain itu, menurut saya, penolakan ini bisa dikatakan Kemenkes tidak aspiratif, dan bahkan terindikasi melecehkan hak kami sebagai warga negara untuk menyampaikan keluhan kepada pemerintah dalam hal ini adalah Kemenkes RI, ini sangat memprihatinkan, dan kami akan melaporkan hal ini ke Komisi Aparatur Sipil, supaya ada sanksi bagi mereka yang diduga melanggar aturan tentang ASN, dan ini juga bukti bahwa Kemenkes tidak punya sense of crisis,” tutur Rudy lagi.

Sementara itu, hal senada juga disampaikan Jamaluddin, warga Jatinegara, Jakarta Timur, kepada media.

Baca Juga: Poros Rawamangun Laporkan Komisioner  Firli Bahuri  Ke Dewas KPK

Ia menuturkan bahwa ketika anaknya bernama Gali Naufal berusia 10 tahun divonis menderita gangguan ginjal akut, dirinya merasa bingung, harus berbuat apa untuk menyembuhkan anaknya tersebut, sudah dibawa ke dokter dan juga sudah ke Puskesmas, tapi pelayanannya kurang optimal, lalu dirinya bertemu dengan Rudy Darmawanto, SH bersama teman-teman Poros Rawamangun, dia merasa terbantukan untuk mengobati putranya tersebut.

“Ya, untungnya ada Bang Rudy, sehingga kami merasa terbantukan untuk mengobati anak saya, mas, dan jujur kami sangat kecewa atas penolakan untuk bisa ketemu Menteri Kesehatan oleh Staf Kemenkes dengan alasan tidak jelas, padahal kami ingin menyampaikan ke pak Menteri Kesehatan mengenai pelayanan pengobatan anak kami, kurang optimal dan biayanya tinggi," ucap Jamalludin. 

Gedung Kantor Kemenkes
Gedung Kantor Kemenkes

Menurut Rudy, pada tanggal 8 November 2022, dirinya bersurat ke Kementerian Kesehatan, isi surat itu adalah permohonan audensi dengan Menteri Kesehatan RI, untuk menyampaikan keluhan dari keluarga korban kepada Menteri Kesehatan, dan sekaligus membicarakan langkah solusi bagi korban beserta keluarganya dari kalangan prasejahtera ini, yang sudah sekian lama mengalami penderitaan karena anaknya mengidap gangguan ginjal akut.

 Adapun langkah bersurat ke Menteri Kesehatan tersebut, juga merupakan langkah komunikatif, konsultatif dan juga menjalin kerja sama dalam penanganan kasus gangguan gagal ginjal akut ini yang datang ke posko Poros Rawamangun sebanyak 21 orang akibat gagal ginjal akut anak, tapi ternyata niat baik tersebut ditolak oleh Kemenkes tanpa alasan yang jelas.

Padahal  di dalam pasal 4 Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang ASN, telah disebutkan nilai dasar ASN yakni menghargai komunikasi, konsultasi, dan kerja sama, akan tetapi dengan adanya penolakan dari Kemenkes tersebut, ini berarti mengabaikan salah satu nilai dasar sebagai ASN.

“Selain itu, menurut saya, penolakan ini bisa dikatakan Kemenkes tidak aspiratif, dan bahkan terindikasi melecehkan hak kami sebagai warga negara untuk menyampaikan keluhan kepada pemerintah dalam hal ini adalah Kemenkes RI, ini sangat memprihatinkan, dan kami akan melaporkan hal ini ke Komisi Aparatur Sipil, supaya ada sanksi bagi mereka yang diduga melanggar aturan tentang ASN, dan ini juga bukti bahwa Kemenkes tidak punya sense of crisis,” tutur Rudy lagi.

Sementara itu, hal senada juga disampaikan Jamaluddin, warga Jatinegara, Jakarta Timur, kepada media.

Baca Juga: Poros Rawamangun Laporkan Komisioner  Firli Bahuri  Ke Dewas KPK

Ia menuturkan bahwa ketika anaknya bernama Gali Naufal berusia 10 tahun divonis menderita gangguan ginjal akut, dirinya merasa bingung, harus berbuat apa untuk menyembuhkan anaknya tersebut, sudah dibawa ke dokter dan juga sudah ke Puskesmas, tapi pelayanannya kurang optimal, lalu dirinya bertemu dengan Rudy Darmawanto, SH bersama teman-teman Poros Rawamangun, dia merasa terbantukan untuk mengobati putranya tersebut.

“Ya, untungnya ada Bang Rudy, sehingga kami merasa terbantukan untuk mengobati anak saya, mas, dan jujur kami sangat kecewa atas penolakan untuk bisa ketemu Menteri Kesehatan oleh Staf Kemenkes dengan alasan tidak jelas, padahal kami ingin menyampaikan ke pak Menteri Kesehatan mengenai pelayanan pengobatan anak kami, kurang optimal dan biayanya tinggi," ucap Jamalludin. ***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat