unescoworldheritagesites.com

Gelar Workshop Literasi Digital se-Jatim, Kominfo Usung Tema Kebebasan Berekspresi Dalam Budaya Digital - News

Workshop Literisasi Digital se-Jawa Timur yang digelar Kemkominfo bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi, mengusung tema 'Kebebasan Berekspresi Dalam Budaya Digital' (Istimewa ).

 

: Workshop Literisasi Digital se-Jawa Timur yang digelar Kemkominfo bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi, mengusung tema 'Kebebasan Berekspresi Dalam Budaya Digital’.

Kegiatan digelar secara virtual merupakan salah satu rangkaian kegiatan dalam program ‘#MakinCakapDigital’, Kamis (24/2/2023), menghadirkan narasumber Ketua Yayasan Nur Iman Mlangi, Yogyakarta, Muhammad Mustafim S.Fil, , Frida Kusumastuti dosen IKOM Universitas Muhammadiyah Malang, dan Dr. Dwiyanto Indiahono M.Si dari dosen Universitas Soedirman.

Dalam pemaparannya, Mustafim mengatakan Indonesia menjadi negara dengan Indeks Kesopanan Digital (Digital Civility Index/DCI) terburuk se-Asia Pasifik pada 2020. Skor DCI Indonesia tercatat sebesar 76 poin pada 2020, naik 8 poin dari tahun sebelumnya.

Baca Juga: Kemkominfo Gandeng GNLD Gelar Webinar Cakap Bermedia Sosial se-Jawa Timur

Buruknya skor DCI Indonesia, ungkap Mustafim, paling banyak disumbangkan oleh orang dewasa sebesar 83%, sementara kontribusi remaja terhadap skor DCI Indonesia mencapai 68%.

Dia menyebutkan, risiko kesopanan digital di Indonesia paling besar dipengaruhi oleh hoaks dan penipuan yang naik 13 poin menjadi 47% dibandingkan tahun sebelumnya. Dan, ujaran kebencian naik 5 poin menjadi 27%, dan diskriminasi turun 2 poin menjadi 13%.

Selain itu, kata Mustafim, buruknya skor DCI Indonesia dipengaruhi perubahan kebudayaan atau kebiasaan di masyarakat dalam menyerap informasi.

“Dari budaya lisan seperti mendongeng dan mendengarkan, bergeser ke membaca dan menulis, lalu bergeser kembali ke budaya elektronik seperti TV dan radio, dan sekarang ini menjadi budaya digital, mengakses media online, dan media sosial,” katanya.

Baca Juga: Webinar Literasi Digital Kominfo, Jangan Lupa Membawa Budaya Indonesia ke Dunia Maya

Mustafim menyatakan sependapat, bahwa setiap individu memiliki hak untuk menyampaikan, mencari, menerima, dan membagikan berbagai macam informasi, yang dapat mengekspresikan opini atau pandangan mereka. Tapi, harus dengan cara yang tepat.

“Kebebasan menyampaikan opini, pandangan atau gagasan ini di media dapat dilakukan tanpa adanya intervensi, dan tanpa memandang batas-batas wilayah,” tuturnya.

Karena itu, sebagai wujud kewarganegaraan digital dalam konteks keindonesiaan, digital culture menuntut kompetensi digital individu difungsikan agar mampu berperan sebagai warga negara dalam batas-batas formal yang berkaitan dengan hak, kewajiban dan tanggung jawab dalam ruang ‘negara’.

Maka dengan itu, lanjutnya, diperlukan pengetahuan dan pemahaman terhadap nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai landasan agar masyarakat Indonesia cakap dalam berdigital.

Dia mengingatkan, konsekuensi perilaku digital di masyarakat yaitu menghadirkan ruang kebebasan yang lebih luas, baik dalam mengakses, maupun bebas berekspresi.

“Dampak rendahnya pemahaman Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika yaitu tidak mampu memahami Batasan antara kebebasan berekspresi di internet dengan perundungan siber atau ujaran kebencian,” jelas Mustafim.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat