unescoworldheritagesites.com

Srikandi Beringin Komisi VIII Endang Maria Astuti Dorong Penanganan Holistik Atasi Bullying - News

Anggota Komisi VIII DPR RI/FPG, Endang Maria Astuti mendorong adanya penanganan holistik atau menyeluruh atas fenomena bullying terhadap anak-anak sekolah yang makin marak dengan melakukan pendekatan kasih sayang dan pendampingan seperti dia lakukan saat reses di sekolah dasar di dapilnya (AG Sofyan )

: Anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi Partai Golkar Hj. Endang Maria Astuti, S.Ag., S.H., M.H. mendorong adanya penanganan holistik atau menyeluruh atas fenomena bullying terhadap anak-anak sekolah yang makin marak belakangan ini.
 
Menurut Endang Maria, penanganan bullying tidak dapat dilakukan secara parsial. Misalnya, hanya mengandalkan pihak sekolah saja atau orang tua saja.
 
Semua pihak  harus sungguh-sungguh melihat persoalan gunung es ini sebagai masalah yang serius dan menentukan nasib anak bangsa ke depan.
 
 
"Anak-anak ini adalah generasi penerus yang nanti akan menjadi pelaku penentu masa depan bangsa ini ke depan. Mereka akan menjadi pemimpin negeri ini jika tidak dari sekarang kita semua instrospeksi dan mengambil langkah untuk pembenahan sistem pengajaran maupun pendidikan kepada anak-anak kita," tegas Endang Maria kepada wartawan saat kunjungan ke Dapilnya di Kabupaten Wonogiri, Ahad (8/10/2023).
 
Dia tidak setuju  jika persoalan bullying ini menjadi tanggung jawab pemerintah saja. Apakah itu kementerian terkait maupun penegak hukum.
 
"Ini masalah bagi semua pihak yang terlibat, seperti lembaga pendidikan, guru, kepala sekolah, orang tua, bahkan masyarakat pun harus ikut memikirkan persoalan ini tidak terjadi berulang-ulang," ujar Legislator Senayan di Komisi yang bermitra dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) ini.
 
 
Dari sisi orangtua misalnya, tampak bahwa mayoritas kejadian bullying atau perundungan terjadi pada tingkat anak pra remaja menuju remaja, yaitu tingkat SD hingga SMP.
 
"Usia-usia ini adalah usia anak-anak yang masih dalam proses mencari jati diri dan berusaha mencari pengakuan eksistensi diri dari lingkungan sekitar," terangnya.
 
Endang mengungkapkan, faktor kurangnya kedekatan anak dengan orangtua serta kesalahan pola asuh dapat mengakibatkan perilaku-perilaku kekerasan pada anak.
 
 
"Ketika orangtua menghukum anaknya dengan hukuman fisik apalagi menggunakan kata-kata kasar, maka saat mereka bermasalah dengan teman-temannya juga akan berperilaku kasar dan berpotensi kepada tindakan kekerasan terhadap lingkungan pergaulanya baik di sekolah maupun luar sekolah," beber Endang yang dikenal sebagai aktivis perempuan dan anak di Jateng ini.
 
Anggota Parlemen Senayan dua periode ini juga menyoroti masalah kurangnya pendampingan orangtua terhadap anak-anaknya terkait penggunaan media digital.
 
"Karena orangtua terlalu sibuk maka mereka lalai mengawasi dan melakukan bimbingan kepada anak-anaknya. Sehingga mereka dengan mudah mengakses aplikasi-aplikasi dan menonton adegan-adegan yang menampilkan kekerasan, pornoaksi bahkan pornografi baik dari film, video atau content-content sosial media yang banyak beredar belakangan ini," jelas Wakil Rakyat DPR RI Dapil Jateng IV meliputi Kabupaten Karanganyar, Sragen, dan Wonogiri ini.
 
 
Penegakan Hukum Dibarengi Konseling 
 
Srikandi Beringin ini menegaskan, penegakkan hukum dalam kasus bullying harus dilakukan. Tetapi langkah ini bukan satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalah kenakalan pada anak dan remaja. Perlu dibarengi dengan langkah-langkah preventif seperti konseling dan pendampingan dari perspektif ilmu psikologi anak maupun dengan pendekatan keagamaan.
 
"Persoalan ini harus diselesaikan secara holistik, menyeluruh, terarah, dan terencana," ucapnya.
 
Seperti diketahui, masyarakat kembali diingatkan dengan berbagai fakta kasus bullying alias perundungan kembali marak terjadi di kalangan anak-anak usia sekolah.
 
Sejumlah kasus secara mengejutkan terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Tercatat dalam beberapa minggu terakhir terjadi di Gresik, Kuningan, Cilacap, Balikpapan, hingga Buton. Tragisnya lagi terjadinya pembullyan mengakibatkan korban meninggal dunia.
 
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat setidaknya 23 kasus perundungan terjadi di berbagai satuan pendidikan sejak Januari hingga September 2023.
 
Sebanyak 50 persen perundungan terjadi di jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP), disusul tingkat Sekolah Dasar (SD) 23 persen, dan sisanya terjadi di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). ***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat