unescoworldheritagesites.com

Pemilu Ramah Anak, Hindari Eksploitasi Anak dalam Kampanye - News

Kegian Media Talk di KemenPPPA

 
: Dalam upaya menghadirkan Pemilu Ramah Anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mengingatkan semua pihak yang terlibat dalam kontestasi Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 untuk tidak melakukan eksploitasi terhadap mereka, terutama saat berkampanye.  
 
Asisten Deputi Perlindungan Khusus Anak dari Kekerasan KemenPPPA Ciput Eka Purwanti menyatakan, pelibatan anak saat kampanye tidak menjadikan Pemilu Ramah Anak, dan dapat menggangu psikologis anak yang jarang disadari orang tua anak sendiri.
 
“Pentingnya memahami bahwa dinamika pesta demokrasi tidak hanya mempengaruhi masyarakat secara umum, tetapi juga memberikan implikasi yang signifikan bagi anak-anak. Untuk iru, perlunya Pemilu Ramah Anak," tuturnya. 
 
 
Semua itu disampaikan pada acara Media Talk, di kantor KemenPPPA, di Jakarta, Selasa (6/2/2024).
 
Dalam konteks ini, dampak psikologis anak menjadi perhatian utama. Kondisi psikologis anak dapat terganggu akibat bahasa provokatif, yang sering digunakan oleh peserta pemilu, tim sukses maupun pendukungnya dalam kampanye politik.
 
Hal ini, ujar Ciput, juga dapat merampas kenyamanan anak dan waktu luang berkualitas mereka. Melibatkan anak dalam kampanye politik juga tidak hanya berpotensi membahayakan tumbuh kembang mereka, tetapi juga melanggar UU Nomor  23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 
 
"Orang tua yang terlibat dalam hal ini juga perlu diberikan sanksi yang tega, jika memaksa mengajak anaknya berkampanye,” ujar Ciput. 
 
 
Ciput mengatakan optimalisasi peran dari lima sektor yang terlibat dalam Pemilu yakni KemenPPPA, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), serta Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sangat penting. 
 
Kerja sama yang diperkuat sejak tahap mitigasi akan membantu menciptakan lingkungan politik yang lebih aman bagi anak-anak. Contoh yang baik dalam memfasilitasi tempat khusus bagi anak-anak beraktivitas kreatif edukatif dengan pengawasan orang dewasa selama orang tuanya berpartisipasi dalam kampanye politik. 
 
Lantas memberikan informasi yang layak bagi pemilih pemula, harus menjadi acuan bagi semua pihak yang terlibat dalam proses politik.
 
 
“Pengawasan dari masyarakat terhadap lembaga-lembaga seperti KPU dan Bawaslu sangat diperlukan untuk memastikan hak-hak anak dihormati dan dilindungi.  Edukasi politik bukan hanya tanggung jawab partai politik, tetapi juga tanggung jawab semua pihak yang terlibat dalam proses politik," tutur Ciput. 
 
Di bagian lain, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Sylvana Maria Apituley mengatakan, upaya untuk mengarusutamakan hak anak dalam Pemilu, masih menjadi pekerjaan rumah yang sangat besar. 
 
Pasalnya, kasus-kasus pelanggaran hak anak dalam Pemilu banyak terjadi, baik yang dilaporkan oleh masyarakat, maupun temuan-temuan KPAI. 
 
 
Selama satu tahun pengawasan KPAI dalam rangkaian Pemilu 2024, ada 6 kasus yang diadukan kepada KPAI, dan 47 kasus temuan KPAI di media sosial. Dari sejumlah kasus itu, ada 15 bentuk pelanggaran hak anak selama Pemilu.
 
“Pelanggaran hak anak selama Pemilu menjadi pekerjaan rumah sangat besar yang harus segera diatasi. Pengawasan, mitigasi, koordinasi, dan konsolidasi telah dilakukan dengan kementerian, lembaga terkait, dan partai politik untuk memastikan bahwa pelanggaran hak anak tidak banyak terjadi," tuturnya. 
 
Namun, ujarnya, masih terdapat pelanggaran hak anak yang terjadi selama Pemilu, termasuk bentuk-bentuk baru yang ditemukan dalam Pemilu 2024. 
 
 
Dalam surat edaran bersama, disebutkan 11 bentuk pelanggaran yang harus diperhatikan agar tidak terulang di masa mendatang. 
 
Pelanggaran yang paling banyak terjadi adalah membawa anak-anak ke dalam kegiatan kampanye. KPAI mencatat tempat pendidikan, termasuk pesantren, menjadi target kampanye oleh tim pemenangan, meskipun hal ini telah dilarang. 
 
Kurangnya pendidikan politik, kurangnya pendidikan kewarganegaraan, dan kurangnya ruang bagi anak-anak untuk berekspresi dan berpartisipasi dalam politik juga menjadi perhatian serius. Lebih lanjut, 
 
Sementara itu, Psikolog Anak dan Principal Child Psychologist Tentang Anak, Grace Eugenia Sameve mengatakan, penting bagi tiap anak mendapatkan perlindungan dari segala bentuk penyalahgunaan dalam politik. 
 
Dia menegaskan, meskipun secara langsung mungkin tidak terlihat, Pemilu memiliki dampak yang signifikan terhadap kehidupan anak-anak.
 
“Anak-anak belum memiliki kemampuan untuk membuat keputusan yang bersifat abstrak. Mereka lebih cenderung untuk meniru perilaku yang mereka lihat," kata dia. 
 
Sehingga, imbuhnya, penting untuk memperhatikan kapan dan bagaimana anak-anak terlibat dalam kegiatan politik seperti Pemilu. Risiko harus dipertimbangkan dengan cermat ketika mengajak anak-anak terlibat dalam proses politik. 
 
Dikemukakannya, bagi mereka yang ikut dalam kontestasi maupun yang memiliki hak pilih, penting untuk mempertimbangkan kata-kata dan perilaku yang digunakan dalam diskusi politik.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat