unescoworldheritagesites.com

Angka Prevelensi Stunting Di TTS 48,3 Persen, Paling Tinggi Di Antara Kabupaten Di Tanah Air - News

Generasi Emas Kota Soe.

 

: Selalu ada sapa “selamat pagi” dari para pelajar sekolah di Soe, jika kita berpapasan dengan mereka di pagi hari. Senyum mereka akan selalu tersungging, merekah, menampakkan deretan gigi putihnya. 

Ramah. Kata yang tepat, untuk anak-anak sekolah di Kota Soe, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT). Mereka berjalan menyusuri jalanan lengang di Soe, melintas pekarangan rumah yang penuh dengan tanaman sayur, menuju sekolahnya masing-masing.

Di antara para anak sekolah itu, secara kasat mata bisa dijumpai pelajar, yang memiliki tinggi badan tidak sesuai dengan usia yang sesungguhnya. Kota Soe, seperti halnya daerah-daerah lain di Kabupaten TTS  dan NTT  lainnya memiliki prevalensi stunting yang tinggi. 

Bahkan, angka prevalensi stunting di Kabupaten TTS, menurut Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 mencapai 48,3 persen, paling tinggi di NTT. Karena itu, dipilihnya Kabupaten TTS pada khususnya dan NTT pada umumnya dalam kunjungan Presiden Joko Widodo kali ini, memperlihatkan “perhatian penuh” untuk penanganan persoalan angka stunting yang tinggi. 

Berdasarkan data SSGI 2021, NTT masih  memiliki 15 kabupaten berkategori  “merah”.  Penyematan status merah itu berdasarkan prevalensi stuntingnya masih di atas 30 persen.

Baca Juga: BKKBN: Stunting Harus Menjadi Perhatian Semua, Pemerintah Maupun Swasta, Pusat Maupun Daerah

Ke-15 kabupaten itu adalah Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Alor, Sumba Barat Daya, Manggarai Timur, Kabupaten Kupang, Rote Ndao, Belu, Manggarai Barat, Sumba Barat, Sumba Tengah, Sabu Raijua, Manggarai, Lembata dan Malaka. Bersama Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara memiliki prevalensi di atas  46 persen. 

Sementara sisanya, 7 kabupaten dan kota berstatus “kuning” dengan prevalensi 20 hingga 30 persen. Di antaranya Ngada, Sumba Timur, Negekeo, Ende, Sikka, Kota Kupang serta Flores Timur. Bahkan tiga daerah seperti Ngada, Sumba Timur dan Negekeo mendekati status merah.

Tidak ada satupun daerah di NTT yang berstatus hijau yakni berpravelensi stunting antara 10 hingga 20 persen. Apalagi berstatus biru untuk prevalensi stunting di bawah 10 persen.

Prevalensi stunting 48,3 persen di Kabupaten Timor Tengah Selatan jika dinarasikan kurang lebih bermakna, ada 48 balita stunting di antara 100 balita yang ada di Timor Tengah Selatan. Secara nasional, Kabupaten Timor Tengah Selatan menduduki pemuncak nomor satu untuk prevalensi balita stunting di antara 246 kabupaten/kota di 12 provinsi prioritas. 

Bahkan, standar Badan Kesehatan Dunia atau WHO hanya mentoleransi angka prevalensi stunting di kisaran 20 persen. Artinya, prevalensi stunting di Timor Tengah Selatan melebihi dua kali standar dari WHO.

Kabupaten Timor Tengah Selatan tidak bisa “berjuang” sendiri, butuh kolaborasi dan konvergensi semua pemangku kepentingan, termasuk pelibatan semua komponen masyarakat. Menurut data Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Selatan di 2020 terdapat 37.320 jiwa penduduk miskin ekstrem dari total 455.410 jiwa penduduk.  

Baca Juga: Menko PMK Tegaskan Pendidikan Catin Penting Untuk Cetak Generasi Emas Dan Cegah Stunting 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat