unescoworldheritagesites.com

Misi Kemanusiaan Yellow Clinic Gempa Mentawai: Menjadi Inisiator Layanan Kesehatan di Siberut Barat - News

Misi kemanusiaan Yellow Clinic (YC)  gempa Mentawai yang dipimpin dr. Ayu Amelinda Hanjani dikelaim menjadi inisiator layanan kesehatan cuma-cuma di Siberut Barat, Kepulauan Mentawai  (AG Sofyan )

 
: Dihantamnya salah satu pulau terluar Indonesia, di Kepulauan Mentawai oleh gempa dengan kekuatan Magnitudo 6,2 pada akhir Agustus 2022 lalu, membuat Yellow Clinic (YC) bergerak untuk memberikan pelayanan kesehatan.
 
Selayaknya daerah yang terpapar bencana, Tim Yellow Clinic yang berangkat ke Mentawai, tak hanya harus melewati medan yang berat tapi juga harus terus menjaga kesehatan dan stamina agar bisa memastikan, sesampainya di lokasi bencana mereka bisa langsung memberikan pelayanan kesehatan terbaik kepada masyarakat terdampak bencana gempa.
 
 
Tak tanggung-tanggung, Tim Yellow Clinic yang berjumlah 4 orang yang terdiri dari dua dokter dan dua perawat harus berjibaku dengan ganasnya gelombang Samudera Hindia saat memulai perjalanan menuju lokasi terdampak bencana, Siberut Barat, Kepulauan Mentawai.
 
Tim Yellow Clinic yang ditugaskan ke lokasi bencana gempa di Kepulauan Mentawai adalah sesuai arahan Ketua Yayasan Cipta Karya Medika sekaligus Pendiri Yellow Clinic, Airlangga Hartarto dan langsung ditindaklanjuti oleh Ketua Yellow Clinic Dwihartanto bersama Sekretaris YC dr. Linda Lukitari Waseso. 
 
 
Maka Pimpinan YC menugasksn dr. Ayu Amelinda Hanjani dan dr. Nafsul Mutmainnah dalam kapasitasnya sebagai dokter. Lalu Br. Toni Riyanto dan Br. Dimas keduanya sebagai perawat untuk membantu proses kegiatan Bakti Kesehatan di Mentawai tersebut agar berjalan dengan lancar. 
 
Tim Yellow Clinic inilah yang diyakini warga Siberut Barat, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) sebagai pihak satu-satunya di luar masyarakat setempat saat bencana gempa menghantam Mentawai, yang langsung turun ke lokasi bencana hingga ke beberapa dusun untuk memberi layanan kesehatan secara cuma-cuma.
 
 
Tim Yellow Clinic dengan kekuatan 4 orang terdiri dua dokter dan dua perawat bersama warga yang terganggu kesehatannya  akibat gempa Siberut di atas Mentawai Fast (kapal ferry)
Tim Yellow Clinic dengan kekuatan 4 orang terdiri dua dokter dan dua perawat bersama warga yang terganggu kesehatannya akibat gempa Siberut di atas Mentawai Fast (kapal ferry) (AG Sofyan )
 
Tim Yellow Clinic bisa dikatakan sebagai inisiator dan tidak berlebihan bisa dianggap sebagai pionir dari misi kemanusiaan memberikan  pengobatan gratis 
dari non-goverment yang berhasil menembus gelombang laut dan memasuki daerah terluar Indonesia, yakni Kecamatan Siberut Barat melalui perjalanan yang menantang, menggunakan akses laut dan darat.
 
Tim YC telah menyisir beberapa dusun seperti Simalegi Muara Utara dan Selatan, Sakaladdat, di Desa Simatalu Dusun Limu, Bojo dan Saikoat.
 

“Kita berharap pengobatan gratis yang dilakukan Yellow Clinic dan dibantu PMI Sumbar dapat memberikan dampak yang baik bagi masyarakat dan sehat selalu selama di lokasi pengungsian maupun yang sudah berada di rumah masing-masing," ujar dokter Ayu kepada .

Dokter Ayu bertutur perjalanan hari pertama dimulai dari Kota Padang ke Sipora Island ditempuh dengan Mentawai Fast (kapal ferry) selama 4 jam. Lalu tim menginap 1 malam di Tuapejat, Ibu Kota Kabupaten Kepulauan Mentawai.
 
 
Tim yang berangkat 4 orang dari YC, 2 orang pendamping dari PMI Kepulauan Mentawai (Tirman dan Harleda) serta 1 orang operator boat dan asistennya.
 
Ketua Tim YC, dr. Ayu Amelinda menyampaikan saat berangkat dari Padang menuju Tuapejat, Ibu Kota Kabupaten Kepulauan Mentawai yang berada di Pulau Sipora, mereka harus menggunakan feri Mentawai Fast selama 4,5 jam.
 
 
Tiba di Pulau Sipora tak berarti perjuangan Tim YC sudah usai. Mereka masih harus mengarungi gelombang besar Samudera Hindia dengan menggunakan long boat yang menghabiskan bahan bakar 700 liter untuk pulang pergi. 
 
Tujuan mereka kali ini adalah Betaet, Siberut Barat, yang merupakan suatu wilayah terisolir dan untuk transportasi menuju wilayah ini juga tak mudah, perlu effort besar untuk mencapai titik ini.
 
 
Tapi semua itu tak meluruhkan semangat Tim YC. Dengan berbekal pengawalan dari Tim PMI Mentawai, Babinsa, BPBD dan juga Tim Puskesmas Kabupaten Mentawai, dr. Ayu dan rekan-rekannya melewati perjalanan yang digelayuti oleh awan gelap.
 
Tentunya hal ini tak aneh, mengingat pada bulan September memang mulai terjadi pergantian musim kemarau ke musim hujan.
 
Tim Yellow Clinic dibantu Tim PMI Mentawai, Babinsa, BPBD dan juga Tim Puskesmas Kabupaten Mentawai bersiap menuju Kecamatan Siberut Barat  yang terdampak bencana gempa
Tim Yellow Clinic dibantu Tim PMI Mentawai, Babinsa, BPBD dan juga Tim Puskesmas Kabupaten Mentawai bersiap menuju Kecamatan Siberut Barat yang terdampak bencana gempa (AG Sofyan )
 
dr. Ayu menjelaskan perjalanan ini membawa peralatan kesehatan dan obat-obatan, yang dibawa dari Jakarta dan juga cadangan tambahan yang dibeli di Padang. 
 
 
"Ini memang pesanan dari satu-satunya pusat kesehatan di Siberut Barat, yakni Puskesmas Betaet. Dalam kondisi normal saja, cadangan obat susah didapatkan karena medan yang harus dilewari cukup panjang dan lama. Apalagi di masa paska bencana seperti ini. Karena itu, kami memastikan cadangan obat yang kami bawa akan bisa mencukupi untuk masyarakat terdampak gempa," tutur dr. Ayu.
 
Perjalanan panjang untuk memberikan pelayanan pada daerah terpapar gempa ini berbuah bahagia, karena Tim YC yang berangkat tanggal 19 September 2022, mendapat sambutan hangat dari Camat Betaet, Kepala Puskesmas Betaet, Babinsa, Kepolisian setempat dan PMI.
 
 
Sebagai catatan, korban pengungsi di Desa Simalegi yang memiliki 7 dusun adalah 2.326 jiwa dan di Desa Simatalu yang memiliki 3 dusun adalah 951 jiwa.
 
Dalam masa layanan kesehatan selama lima hari, Tim YC berhasil memberikan layanan kesehatan untuk 500 jiwa di Desa Simalegi dan 250 orang di Desa Simatalu selama lima hari kerja.
 
Perjalanan lima hari kerja ini, bukannya tanpa halangan. Perjalanan menggunakan kapal di tengah terpaan angin dan gelombang tinggi, perjalanan darat menggunakan motor yang harus melewati jalan sempit dengan sisi yang penuh dengan hutan, dan tak jarang Tim YC pun harus berjalan kaki menuju tempat pengungsian warga.
 
 
dr. Ayu menceritakan dari semua dusun yang terdampak gempa, hampir tidak ada penduduk dusun yang tinggal di rumah masing-masing. 
 
Hingga masa layanan kesehatan usai, para penduduk masih bertahan di pos pengungsian. Karena masyarakat masih trauma dan takut jika sudah ada gerakan bumi, disusul suara dari dasar bumi lalu munculnya gempa berikutnya. ***.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat