unescoworldheritagesites.com

Warga Minta Menteri Lingkungan Hidup Tidak Memberi Izin Pengelolaan Hutan Di SBB - News

AMBON: Warga Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) Provinsi Maluku, minta Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan RI Tidak memberikan  izin kepada PT Tanjung  Wana Sejahtera  (TWS) untuk membabat/mengeksploitasi hutan mereka .

“Pasalnya, pengelolaan hutan atau pengambilan kayu di Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) seperti  terjadi beberapa waktu lalu di desa-desa  Lumahlatal,Seakasale,Matapa dan Uweng Gunung Kecamatan  Taniwel, tak membantu perekonomian masyarakat pemilik ulayat,”kata Ketua Kerukunan Keluarga Makina-Uli (Mauli) Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB)  perantauan di Sorong, Yacob Nauly .

Menurut  dia, puluhan ribu batang kayu dari pegunungan  desa Lumahlatal,Seakasale,Matapa dan Uweng Gunung dieksploitasi oleh perusahaan kayu. Sedangkan kubikasi kayu tidak jelas  perhitungannya.

Akibatnya, pemilik hutan mengalami kerugian besar karena  kayu sudah dibabat  habis. Tapi  hasil  berupa uang  tidak sesuai dengan jumlah batang kayu  yang diambil perusahaan.

Hal itu, menyebabkan pemilik hutan di desa-desa tersebut tidak mendapat apa-apa dari hasil hutan yang dibabat habis oleh perusahaan kayu lebih kurang 10 tahun lalu itu.

Belum lagi masyarakat daerah ini akan bermasalah dari aspek lingkungan karena banjir  terjadi  hampir setiap tahun. “Itu akibat dari hutan kayu di daerah tersebut  sudah dibabat habis sehingga resapan air  ke dalam bumi berkurang. Akibatnya setiap hujan  daerah tersebut kebanjiran,”kata Nauly.

Oleh karena itu, masyarakat SBB minta Menteri Lingkungan Hidup dan  Kehutanan  segera mencabut Izin Pengelolaan Hutan di Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), Provinsi Maluku.

Warga minta hutan mereka  tidak dieksploitasi sebagai objek penerimaan negara. Pasalnya, anak cucu mereka membutuhkan lingkungan yang  sehat dan menyejukkan.  

“Kami  warga asli SBB rantau mendukung penolakan masyarakat dan mahasiswa  terhadap izin pengelolaan hutan  PT  TWS Maluku. Kami tidak menginginkan daerah kami  mengalami banjir bandang di suatu ketika akibat pembabatan hutan  kawasan Kabupaten SBB,”katanya.

Di tempat terpisah,  Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Maluku belum menerbitkan izin analisa dampak lingkungan (amdal) PT Tanjung Wana Sejahtera (TWS) untuk mengelola hutan di Kabupaten Seram Bagian Barat karena adanya penolakan masyarakat maupun mahasiswa setempat.

"Kami telah mengarahkan manajemen PT TWS agar menyelesaikan persoalan dengan masyarakat maupun mahasiswa mengatasnamakan Himpunan Mahasiswa Adat Saka Mese Nusa (Himasanu) yang menolak pengelolaan hutan di hutan SBB (Seram Bagian Barat)," kata Kepala DLH Maluku, Vera Tomasoa, di Ambon, Sabtu, (3/11/2018).

Himasanu unjuk rasa di DPRD Maluku, kantor Gubernur Maluku, dan DLH Maluku untuk mendesak Gubernur Said Assagaff mencabut rekomendasi kepada PT TWS sebagai persyaratan memproses izin di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Mereka tidak menginginkan hutan di daerah itu menjadi gundul dan berdampak ganda yang negatif bagi kelangsungan hidup masyarakat setempat.

"Kami sebenarnya telah sidang amdal. Hanya saja, tuntutan Himasanu maupun surat DPRD Maluku yang ditandatangani ketuanya, Edwin Huwae ke KLHK, makanya izin amdal PT TWS belum bisa diterbitkan," ujarnya.

Oleh karena itu, dia mengarahkan manajemen PT TWS menyelesaikan masalah penolakan masyarakat maupun Himasanu sehingga izin amdal bisa diterbitkan.

"Kami tidak bisa menerbitkan izin amdal bila masyarakat maupun Himasanu masih menolak kehadiran PT TWS beroperasi di sana," kata Vera.

Dia mengakui bahwa amdal salah satu persyaratan untuk KLHK bisa menerbitkan izin lingkungan guna pengelolaan hutan.

"Kami tetap menunggu kesepakatan PT TWS dan masyarakat SBB. Bila kesepakatan belum ada, maka amdal tidak bisa diterbitkan," ujar dia.

 Warga Seram Bagian Barat (SBB) lainnya, Dorkas  Nauwe, menjelaskan, kepala-kepala desa yang menyetujui  pengelolaan hutan di SBB, itu tidak paham tentang dampak lingkungan  bila hutan dieksploitasi secara besar-besaran.

Pengelolaan hutan  atau eksploitasi yang dimaksud adalah merobohkan kayu-kayu produktif sehingga hutan menjadi gundul di suatu saat.

Karena itu, gubernur dan bupati diminta tak memberikan izin pengelolaan hutan di SBB. “Ini harus diperhatikan  karena lingkungan hidup di SBB lebih penting dibanding uang hasil penebangan kayu yang tidak seberapa itu,” kata Dorkas.

Kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan diminta tidak memberikan izin pengelolaan hutan di Kabupaten SBB. Karena, warga marah besar  ketika perusahaan masuk  mengelola hutan SBB tanpa persetujuan  seluruh masyarakat pemilik ulayat  di kampung mau pun di rantau. ***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat