unescoworldheritagesites.com

Bedah Buku "Rekacipta Lenong dalam Komedi Betawi", Kegelisahan Seorang Syaiful Amri - News

JAKARTA: Sebagai penggiat teater yang juga concern dengan budaya Betawi terutama lenong sebagai komedi Betawi, Syaiful Amri sepertinya mulai gelisah dengan eksistensi lenong di era milenial. Kegelisahannya itu ia tuangkan dalam sebuah buku yang ditulisnya berjudul "Rekacipta Lenong dalam komedi Betawi".

Seniman dan pemerhati kesenian Betawi Gandung Bondowoso, sebagai salah satu pembicara dalam bedah buku "Rekacipta Lenong dalam Komedi Betawi" di Situ Babakan, Jakarta, Minggu (30/11/2019), mengatakan buku ini merupakan usaha Syaiful Amri untuk membawa lenong pada kekinian. Artinya lenong harus bisa diterima di masyarakat saat ini.

Menurut Gandung lenong awalnya diciptakan oleh warga Tionghoa bernama
Lian Hong, dimana kala itu selera masyarakat sedang menggemari gambang kromong. Seiring waktu lenong berkembang pesat di masyarakat dan terus bertransformasi dalam berbagai bentuk.

"Tampaknya Syaiful Amri ingin lenong diterima masyarakat saat ini di era millenial. Ia berusaha membawa komedi lenong pada masa kini, tapi tidak meninggalkan tradisi. Bentuknya seperti apa, kita  belum tahu karena masih pada proses kreatif yang sedang berjalan. Diubah tapi warna tradisinya masih kental. Itulah knp disebut "Rekacipta Lenong". Kalau tak ada kata rekacipta, jujur saya tak akan mau ke sini," kata Gandung.

"Saya harap lenongnya Syaiful Amri ini beda. Karena disitu ada kata rekacipta yang artinya Syaiful Amri ingin membawa lenong ke masyarakat  millenial yang multi etnis. Meski basic budaya dia Betawi," ujar Gandung.

Sementara itu antropolog Yulianti Parani mengatakan "Rekacipta" itu menunjukkan revitalisasi yang terus dilakukan. Artinya sebuah karya budaya itu berkembang terus dan sudah ada sejak lama. Jadi rekacipta tidak dilakukan hanya sekarang saja tetapi sudah dilakukan oleh seniman-seniman di masa lalu dan terus berkembang sesuai dengan zamannya. Misal dari lenong kemudian muncul komedi istanbul, komedi betawi dan sebagainya.

"Tiap masa itu ada seniman, tiap masa itu punya potensi. Karena itu tergantung bagaimana kreativitas mereka. Karena kreativitas itu berkembang," ujar Yulianti Parani.

Selain kedua pembicara di atas, bedah buku dalam rangka HUT 21 Komedi Betawi juga diisi pembicara Dr Pudentia MPSS, Dr Ninuk Kleden, dan Aswendi Nasution.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat