unescoworldheritagesites.com

Webinar Tradisi Ramadan dan Idul Fitri, Toleransi Jadi Filosofi Kehidupan Masyarakat Papua - News

Webinar Tradisi Ramadan di Papua: Memperkuat Toleransi dan Harmonisasi, Rabu (3/4/2024).

 

: Di Papua, kerukunan antar umat beragama terbukti kuat dan solid. Keberagaman agama dan kepercayaan tradisional selalu ditandai dengan sikap toleransi, saling menghormati dan menghargai keyakinan satu sama lain, sehingga hidup berdampingan dalam damai dan harmoni.

Menurut tokoh muda Papua, Jan Cristhian Arebo, para pemuda Papua juga memiliki peran aktif dan sangat besar dalam menjaga kerukunan antar umat beragama di Papua.

Mereka bersama para pemimpin agama sering kali menjadi agen perubahan dalam mempromosikan dialog, toleransi, dan penghargaan terhadap keragaman agama sehingga dapat membangun jembatan antara berbagai kelompok agama dan memperkuat ikatan sosial yang positif.

Baca Juga: Siagakan Pasokan BBM Saat Lebaran, Pertamina Patra Niaga Regional Papua Maluku Bentuk Tim Satgas RAFI 2024

“Kerukunan antar umat beragama di Papua menjadi alat untuk mempererat persatuan bangsa dalam bingkai NKRI,” tutur Arebo.

Wujud toleransi umat beragama di Papua misalnya pada saat pembangunan tempat ibadah, saling membantu dalam membangun masjid dan gereja. Papua memiliki budaya toleransi yang kuat, salah satunya tradisi Bakar Batu dari Suku Dani. Juga menjadi media untuk mendamaikan kedua belah pihak yang bertikai.

Oleh karena itu, Ketua PWNU Papua, Dr. Toni Wanggai menyatakan bahwa Tradisi ramadan atau tradisi beragama menjaga toleransi dan harmonisasi telah menjadi filosofi kehidupan orang Papua. Tradisi Satu tungku tiga batu, telah menajdi praktik kehidupan sehari-hari.

Baca Juga: Eksistensi IAIN di Sorong Papua Barat Daya dapat Membahanakan Toleransi Umat Beragama

Adat dan agama tidak bertentangan bahkan saling melengkapi, sehingga telah menjadi kekayaan utama. Oleh karena itulah, Papua dikenal tanah damai dan telah dibuktikan adanya deklarasi seluruh tokoh Papua bahwa Papua sebagai tanah Damai.

Atas dasar deklarasi itu, setiap tanggal 5 Februari diperingati hari seluruh agama-agama. Inilah kenapa kerusuhan Ambon dan Poso tidak merembet ke Papua, yang menunjukkan komitmen orang papua menjaga kedamaian dan menebarkan kasih sayang.

Ia juga menegaskan bahwa adat dan agama di Papua saling terkait erat dan melengkapi. Masyarakat Papua berhasil menyeimbangkan nilai-nilai adat mereka dengan keyakinan agama mereka, sementara yang lain mungkin memilih untuk memprioritaskan salah satu di atas yang lain.

Baca Juga: Tokoh Papua Sebut Airlangga, Salah Satu Putra Bangsa Pantas Capres 2024

Sedangkan antropolog, Prof Dr. M Ikhsan Tanggok menyatakan bahwa adat dan agama masih bisa kompromi, bisa beradaptasi untuk dipraktekkan seperti halnya di Indonesia. Seperti bakar batu yang dulunya bakar daging babi, dapat diganti dengan daging hewan lainnya seperti ayam, kambing dan lain-lain.

Ada kelompok tertentu yang tidak mau mencaur baur antara adat dan agama, tapi tidak terlalu banyak. Jadi, masyarakat meski beragama namun tidak dapat meninggalkan adatnya. Agama tanpa adat juga sulit diterjemahkand dan dibumikan.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat