unescoworldheritagesites.com

Menkopolhukam Mahfud MD Minta Berbagai Pihak Catat Pasal RKUHP Yang Membahayakan - News

 

 

 

: Menkopolhukam Mahfud MD meminta berbagai pihak dan kalangan yang menaruh perhatian pada Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP)  agar mencatat pasal-pasal yang dinilai bermasalah kemudian disampaikan dan direformulasi. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu menyebutkan masih ada waktu menuju momen kemerdekaan pada 17 Agustus mendatang yang direncanakan mengesahkan RKUHP.

Pakar hukum tata Negara itu mempersilakan public menyerap dan mengolah aspirasinya maksimal  demi perbaikan RKUHP. “Kita masih membuka ruang lagi. Senin pekan depan pemerintah akan membicarakannya,” kata Mahfud MD, Sabtu (30/7/2022). Saat bertemu dengan Dewan Pers, Mahfud MD sempat menyebut RKUHP akan disahkan pada momen kemerdekaan.

“Ya semula RKUHP  ditargetkan sudah bisa disahkan sebelum 17 Agustus 2022 sebagai hadiah HUT Proklamasi. RKUHP ini kan sudah 59 tahun disiapkan dan dibahas. Padahal ini termasuk arah politik hukum nasional yang ditunjuk oleh Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945,” tuturnya.

Baca Juga: DPR Diminta Lebih Kritis Dalam Pembahasan RKUHP

Mahfud MD juga tidak menampik kalau RKUHP sudah lebih dari 55 tahun diperdebatkan dan selalu ditunda. Terakhir penundaan RKUHP pada tahun 2019 saat terjadi demo besar penolakan pengesahan. Jika saat momen kemerdekaan mendatang pengesahan masih menuai pro dan kontra, Mahfud MD meminta agar pasal yang dinilai bermasalah oleh publik disampaikan dan direformulasi. “Masih ada waktu menuju momen kemerdekaan pada 17 Agustus mendatang,” katanya.

Ketua Dewan Pers Azyumardi Azra bersama kelompok masyarakat sipil sebelumnya menemui Menkopolhukam Mahfud MD untuk membahas sejumlah pasal karet dalam RKUHP. “Pada 2018, Dewan Pers sudah mengajukan usulan delapan klaster pasal yang dinilai bermasalah. Namun, masukan dari Dewan Pers dan konstituen tidak dimasukkan sama sekali,” kata Azyumardi kemudian menambahkan bahwa perkembangan pembahasan RKUHP kini malah menambah daftar panjang klaster pasal karet. Dia mengatakan, kini terdapat sembilan klaster dari 22 pasal umum yang mengganggu hak berekspresi. “Dari 22, 14 di antaranya berkaitan dengan kemerdekaan pers,”  Azyumardi menambahkan. Klaster pemetaan itu merupakan hasil konseling pihaknya dengan masyarakat sipil dan pihak terkait.

Baca Juga: Pemerintah Diminta Buka Transparan Draf RKUHP

Ketua Bidang hukum, Arbitrase dan Legislasi SMSI Pusat,  Makali Kumar SH mewakili Ketua Umum SMSI Firdaus, dalam pertemuan bersama Dewan Pers dan konstituennya, akademisi, pengamat hukum, serta praktisi hukum menyuarakan  penolakan terhadap pasal-pasal RKUHP. Banyak pasal-pasal RKUHP yang harus ditolak dan dihapus, karena berpotensi untuk menghalangi kebebasan pers di Indonesia. Ada sekitar 20 pasal, antara lain pasal 188, 218, 219, 220, 240, 241, 246, 248, 263,264 280, 302, 303, 304, 352, 353, 437, 440, 443, dan 447. "Seperti pasal 263 dan 264 RKUHP yang didalamnya ada kata penyiaran dan berita. Frasa ini akan berpotensi menghambat kemerdekaan pers. Kita minta untuk dihapus atau dihilangkan dalam RKUHP, karena hal itu sudah diatur dalam UU no 40 tahun tentang pers," jelas Makali.

Makali juga minta pers dan konstituen Dewan Pers lainnya, serta berbagai kalangan pers untuk tetap solid menyuaran dan memperjuangkan penolakan pasal-pasal tersebut secara maksimal di DPR RI. Jangan sampai, informasi yang menyebutkan pada tanggal 16 Agustus 2022, DPR RI akan bersidang dan menetapkan RKUHP itu, menjadi kenyataan. "Kita jangan kecolongan, kita kawal perjuangan kita, sampai DPR mau mengakomodir perjuangan kita. Sehingga pasal-pasal yang akan merusak kemerdekaan pers di Indonesia  sudah hilang di RKUHP," tegas Makali.

Baca Juga: Mahfud MD: Revisi RKUHP Tak Perlu Berlama-lama Lagi

Mahfud MD mengatakan masih ada waktu pembahasan. Mungkin jika ada masalah, bukan ditunda tapi dilakukan perbaikan. Kalau jelas ada pasal yang membahayakan, ya dihapus atau direformulasi. Dia  tidak mau menjamin penundaan berlakunya KUHP. Karenannhya, sebelum RKUHP maju ke persidangan harus dibahas secara jelas. Menkopolhukam berjanji akan memanggil Kemenkumham untuk membicarakannya dan akan melibatkan Dewan Pers.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat