unescoworldheritagesites.com

Ahli Hukum Pidana: Hati-hati Jeratkan 378, 372 KUHP - News

saat ahli hukum pidana berikan pendapat

JAKARTA: Ahli hukum pidana Universitas Gajah Mada (UGM) Prof Dr Edward Omar Sharif Hiariej mengingatkan penyidik dan jaksa agar benar-benar penuh pertimbangan dan cermat jika menjeratkan pasal 372 KUHP, pasal 378 KUHP dan pasal 263 KUHP terhadap tersangka/terdakwa. Terutama jika ada kerja sama dua pihak sebelumnya didukung suatu perjanjian resmi. Jangan sampai perkara perdata dipidanakan.

Hal itu dikemukakan Edward Omar Sharif Hiariej saat memberikan pendapatnya dalam sidang kasus penipuan, penggelapan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan terdakwa Julio Susanto di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, Senin (26/10/2020). Alasannya, karena sekarang ini ada kecenderungan perbuatan wanprestasi atau cidera janji menjadi sangkaan penipuan dan penggelapan. “Kekentalan nuansa perdatanya dikalahkan pidananya," tutur Edward Omar.

Dosen Fakultas Hukum (FH) UGM itu menyatakan untuk menghindari kemungkinan perkara perdata dipidanakan lebih baik ditempuh dulu upaya hukum perdata. "Wanprestasi itu beda-beda tipis dengan pidana penipuan dan penggelapan," tuturnya.

Sales Marketing CV Tunas Jaya Maju, Julio Susanto,  dipersalahkan JPU Irfano SH MH telah melakukan penipuan, penggelapan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait belum dibayar uang pembelian biji plastik oleh CV Tunas Jaya Maju ke PT Indonesia Sea sebesar Rp5,6 miliar dari total pembelian sebelumnya Rp14,5 miliar. Artinya, yang tertunggak Rp5,6 miliar adalah sisa dari pembelian Rp14,5 miliar.

Dalam surat dakwaan maupun dari fakta-fakta yang terungkap di persidangan, terdapat 30 bilyet giro untuk pembayaran pembelian biji plastik senilai Rp5,6 miliar itu diserahkan CV Tunas Jaya Maju. Namun bilyet-bilyet tersebut tidak bisa diuangkan/dicairkan PT Indonesia Sea saat jatuh tempo.

Kendati yang melakukan perjanjian kerja sama bisnis CV Tunas Jaya Maju dengan PT Indonesia Sea, termasuk dalam hal penentuan pembayaran dengan bilyet giro dengan waktu jatuh tempo 30 hari, yang dipidanakan dalam hal ini justru Julio Susanto. Terdakwa memang melakukan pemesanan atas biji plastik tersebut, namun atas nama perusahaan tempatnya bekerja CV Tunas Jaya Maju dan atas perintah pimpinannya Suwardi Susanto.

"Perjanjian itu mengikat dan tetap sah sejauh belum dibatalkan kedua pihak. Lagi pula, dengan adanya pembayaran berarti ada pula itikat baik CV Tunas Jaya Maju. Itu berarti tidak ada unsur dengan sengaja, niat jahat, dan kata-kata bohong, rekayasa dan memaksa dalam hal ini. Yang ada wanprestasi," tutur Edward Omar.

Menjawab pertanyaan penasihat hukum terdakwa,  Ferry Amarhorsea SH MH,  ahli hukum yang terbilang masih muda itu menyatakan tidak bisa serta merta terdakwa Julio Susanto dimintai pertanggungjawaban hukum atau kepidanaan terkait kasus yang terjadi antara PT Indonesia Sea dengan CV Terus Jaya Maju tersebut. Sebab, apa yang dilakukan terdakwa memesan biji plastik sepenuhnya atas perintah atasannya di CV Tunas Jaya Maju, Suwardi Susanto.

Mengenai pengenaan TPPU terhadap terdakwa, Edward Omar dalam sidang pimpinan hakim Fahzal Hendri SH MH itu menyatakan TPPU memang tidak bisa berdiri sendiri. Namun tidak bisa pula ditempelkan begitu saja. Oleh karenanya harus dibuktikan dulu pidana awal atau asalnya. Jika pidana awalnya tidak terbukti maka TPPU-nya pun tentunya tidak terbukti pula.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat