unescoworldheritagesites.com

RUU KUHP Diminta Dibongkar Dan Disempurnakan Lagi - News

RUU KUHP

JAKARTA: Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang sudah lama digodok-godok sampai saat ini belum diundangkan. Bagi sebagian kalangan ini kesempatan untuk menyempurkan RUU KUHP menjadi semakin baik dan lebih baik lagi. Lebih dari itu, juga kesempatan mengeluarkan pasal-pasal yang tak relevan dalam RUU KUHP.

“Saya kira banyak yang berharap disempurnakan lagi RUU KUHP sekarang ini. Yang tidak prinsip, apalagi yang abstrak tidak usahlah dimasukkan ke RUU KUHP,” ujar praktisi hukum Sudiman S di Jakarta, Sabtu (22/8/2020).

Anggota DPR Taufik Basari juga berharap demikian. Dia meminta pemerintah membongkar sejumlah pasal yang dianggap bermasalah. "Saya ingin pembahasan  RUU KUHP menyeluruh dan mendalam karena masih ada problem utama terkait kepastian hukum dan implementasinya sehubungan dengan HAM. Sebaiknya dibongkar lagi," harapnya, Jumat (21/8/2020).

Saat ini pemerintah dan sejumlah fraksi di DPR diduga ingin cepat menyelesaikan pembahasan RUU KUHP. Basari mengatakan alasannya karena pembahasannya sudah dinilai terlalu lama di periode lalu.  Sayangnya, dia menilai masih ada pasal-pasal kontroversial yang perlu dibahas dan dirumuskan kembali. Salah satunya termasuk pasal yang mengatur terkait penodaan agama Pasal 304-309.

Basari mengatakan pembahasan pasal terkait penodaan agama seyogyanya diperhatikan sejak perumusan oleh para ahli. Dalam hal ini, perumus harus bisa memastikan pasal yang dibuat tidak menjadi multitafsir atau berpotensi sebagai pasal karet.

Penegasan ini dikatakan menjawab pendapat Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang mengatakan kasus penodaan dan penistaan agama di Indonesia didorong aturan hukum yang tidak jelas. Walau demikian, Basari menilai masalah ini tidak bisa hanya diselesaikan dengan perumusan pasal yang ketat atau penghapusan pasal tentang penodaan agama dalam UU. "Tetap harus membangun keadaan sosial yang tidak saling tegang akibat dari isu-isu ini. Maka kita benahi hukumnya, tapi disisi lain pemerintah punya tanggung jawab untuk edukasi," tuturnya.

Direktur YLBHI Asfinawati mengatakan terdapat ketidakjelasan hukum pada perundang-undangan yang mengatur soal penodaan agama dan penistaan agama. Ini karena belum ada pasal pada UU yang menjelaskan definisi penodaan dan penistaan agama. "Apa yang dianggap publik sebagai penodaan agama sangat berpengaruh dengan tafsiran publik, bukan hanya teks hukum. Karena tidak ada penjelasannya," ungkapnya. Akibatnya, delik penodaan dan penistaan agama dapat digunakan untuk menyasar siapapun tanpa restriksi yang jelas. Implementasi dari pasal penodaan dan penistaan agama pun kerap disamakan.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat