unescoworldheritagesites.com

Ini Alasan Evander Holyfield Tak Menyerah Saat Tarung Sengit Lawan Lennox Lewis - News

Evander Holyfield, Don King, dan Lennox Lewis. (Instagram @holygrailboxing)


:
Mendapat julukan pecundang atau quitter di dunia tinju menjadi label paling menjijikan. Lebih menyedihkan dibandingkan mendapat julukan si rahang kaca, tanki bahan bakar buruk, atau menghindari lawan.

Pecundang bisa lebih buruk dari sebutan kalah. Pecundang bisa berarti kalah karena menyerah, bukan kalah setelah bertarung sampai akhir ronde atau benar-benar jatuh terkapar tak berdaya.

Saat ini, julukan pecundang bisa disematkan kepada petinju kelas berat Daniel Dubois ketika ia berlutut dalam pertarungan dengan Oleksandr Usyk.

Juga Billy Joe Saunders ketika ia tak mau melanjutkan pertarungan. Atau Ryan Garcia yang juga berlutut ketika bertarung dengan Gervonta Davis.

Baca Juga: TNI Siap Bantu Masyarakat Atasi Bencana Akibat El Nino

Tapi, petinju yang benar-benar berani malu adalah Curtis Harper. Ia malah melodos dari tali ring di detik pertama pertarungan melawan Efe Ajagba, Agustus 2018, sampai-sampai Ajagba yang belum meneteskan keringat pun melongo.

Tapi, julukan pecundang akan lebih memalukan jika terjadi dalam sebuah pertarungan superpenting seperti dua duel Evander Holyfield vs Lennox Lewis.

Evander Holyfield (44-10-2-1, 29 KO) dan Lennox Lewis (41-2-1, 32 KO) terlibat dalam 2 pertarungan sengit pada 1999.

Pada pertarungan pertama, Maret 1999 di Madison Square Garden, New York, berakhir split draw. Di duel kedua, November 1999 di Thomas & Mack Center, Las Vegas, Lewis menang angka sekaligus menjadi juara undisputed kelas berat.

Hingga kini, Holyfield dikenal sebagai petinju paling alot di dunia berkat perjuangannya yak tak pernah kenal kata takut dan kata menyerah di atas ring.

Pada pertarungan kedua, the Real Deal, julukan Evander Holyfield, buka kartu soal duel lawan Lennox Lewis.

Baca Juga: Menhan Prabowo Dampingi Presiden Jokowi Pimpin Upacara Parade Senja di Kemhan

“Saya bilang akan menjatuhkannya di ronde 3,” beber Holyfield. “Jadi, saya coba menjatuhkannya di ronde 3. Setelah gagal menjatuhkannya, saya merasa seperti kehabisan tenaga.”

“Saya pada dasarnya siap menyerah. Satu-satunya alasan saya tak menyerah karena di sana ada anak saya yang menonton dan dia sedang menundukkan kepalanya.”

“Saya tak mau siapa pun akan mengatakan kepada anak saya, Evander Junior, ‘kamu akan sama seperti ayahmu, ketika mendapat tekanan dan pukulan, dia menyerah’. Bahagia sekali saya tidak menyerah saat itu.”

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat